[ Thirtyone : Berjalan Semestinya ]

358 32 0
                                    

Elka mendorong pintu kafe dengan keadaan super lunglai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Elka mendorong pintu kafe dengan keadaan super lunglai. Badannya terasa remuk padahal dirinya hanya diskusi konsep pernikahanan dengan salah satu kliennya. Hanya duduk di kafe dengan durasi tiga jam dan sekarang yang ia butuhkan adalah berendam di air hangat.

Namun ekspetasi memang tak seindah realita. Alih-alih pulang ke rumah dan berendam, dirinya diharuskan untuk kembali lagi ke kantornya memeriksa beberapa hal termasuk progres masing-masing anak buahnya.

"Gimana semuanya aman?" tanya Elka pada perempuan yang bertugas sebagai resepsionis.

Perempuan bername tag Fayra itu tersenyum. "Aman, Mbak."

"Aku ke ruangan dulu, Fay."
Setelah lulus kuliah dua tahun lalu, Elka memutuskan untuk merintis usaha Wedding Organizer. Sebenarnya semua rencana dan konsep bisnis ini sudah ia rancang matang-matang sejak dirinya baru memasuki semester enam bangku perkuliahan. Bahkan gedung bertingkat dua inipun sudah dibeli sejak dirinya baru mengajukan judul skripsi pada dospemnya.
Papanya sangat antusias mendengar rencana milik Elka pada waktu itu. Laki-laki itu ngotot untuk membelikan gedung ini dengan alasan sebagai hadiah kelulusannya. Padahal Elka sudah sekuat tenaga untuk menolak. Namun papanya lah yang menang.

"Gimana tadi udah ketemu gedungnya, Es?" Elka mendudukkan bokongnya di sofa marun yang terletak di pinggir pintu. Perempuan itu melepas sepatunya lalu memijat telapak kakinya.

"Udah Mbak. Ya walau tadi sempat hampir nggak kepegang gara-gara negosiasi harga."

"Katering sama dekorasi udah beres Mbak," ucap perempuan bersurai pendek yang dihadiahi jempol oleh Elka.

"Meily masih ketemu sama klien?" Kedua perempuan itu mengangguk bersamaan.

Elka bangkit dari duduknya. "Nanti aku tunggu laporannya ya?" Setelah itu Elka langsung bergegas menuju ruangannya yang masih berada di ruangan ini. Jadi ruang kerjanya adalah ruangan di dalam ruangan.

Dahinya mengernyit ketika mendapati dua kotak roti dari outlet artis kenamaan Indonesia duduk manis di meja kerjanya.

Ada kartu ucapannya,
'Jangan telat makan. Mati tau rasa lo! K'

Kepala Elka menyembul dari cela pintu. "Karel tadi kesini?"

"Mas Karel kesini cuma nganterin roti terus langsung pergi."

Setelah mendapat jawaban yang diinginkan, Elka kembali berjalan menuju kursinya. Duduk disana sambil mengecek laporan pekerjaan dari masing-masing karyawannya.

Mbak Rintik's calling...

"Assalamualikum Mbak?"

"Ya Allah Aelka!! Udah sebulan lho kamu nggak mampir ke rumah? Kamu nggak kangen sama papa, mbakmu, masmu, sama ponakanmu yang lucu-lucu ini?"

Elka terkekeh. Rasanya lama sekali ia tidak dipanggil dengan sebutan nama depannya. Sejak masuk kuliah Elka sudah memutuskan untuk tidak menggunakan nama depannya sebagai nama panggilan. Nama itu terlalu banyak memiliki kenangan dengan orang-orang terkasih di hidupnya.

SKETCHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang