[ Thirtyfour : Di bawah langit Shizuoka ]

488 39 0
                                    

A E L K A

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


A E L K A

Mataku menyusuri setiap sudut ruang tengah yang sedang aku tempati untuk menyelonjorkan kakiku yang terasa sangat pegal. Setelah perdebatan melelahkan tadi, akhirnya aku mengalah dan manut-manut saja saat Dikta membawaku ke rumahnya.

Aku mengulum senyum ketika netraku tak sengaja menangkap foto dengan bingkai berwarna hitam mengkilap terpajang anggun diantara pigura lainnya. Foto itu adalah foto wisuda Dikta saat kuliah, laki-laki itu tak sendirian ada Tante Rumi dan Emily yang tersenyum manis disana.

"Who are you?"

Aku tersentak kaget ketika sebuah suara membuyarkan lamunanku. Senyumku mengembang ketika melihat keberadaan Emily di balik pintu.

"Come here," ujarku agar dia tak ketakutan seperti itu. "Aku tem--akh sorry."

"Kamu bisa bahasa indonesia?" Aku mengangguk. "Its sound great, aku lelah harus pake bahasa jepang atau inggris everytime."

Emily berjalan ke arahku lalu menjulurkan tangannya. "Namaku Emily Renata. Nama kakak si--oh My God! Kamu Mamaku, kan? Mama Elka?"

Mataku langsung membulat ketika Emily memanggilku mama. "You call me mama?"

"Kata Papa, foto cewek di kamarnya adalah foto mamaku. Berarti kamu ini mamaku."

Aku terdiam tanpa mengucapkan sepatah katapun, lidahku kelu tiba-tiba.

"Mama lebih cantik dari yang difoto. Pantas saja Papa like a crazy people kalau mami udah bahas tentang Mama."

"Mami?"

"Mami Rumi," jawabnya santai.

Aku mengedarkan pandanganku. "Mami Rumi sekarang dimana?"

Emily melepas tali rambutnya kemudian meletakkan benda itu di tanganku. "Tolong buatkan aku kepang yang cantik dan mami? Mami sedang berada di sekolahku."

Aku menyisiri rambut Emily menggunakan jari-jariku, membuat kepangan-kepangan kecil disana.

"Mama kenapa baru datang sekarang? Kasian Papa, setiap malam dia nggak pernah absen natap pigura Mama. He's look missing you so bad."

Gerakan jariku di rambut Emily mulai melambat, rasa sesak mulai mendominasi jiwaku. Andai kamu tahu Emily, akulah yang lebih gila merindukan laki-laki yang kamu panggil papa.

"Aku benci mengatakannya, but i must say it. My Dad loving you so much more than he loves me."

"Mama adalah alasan kenapa Papa bisa sesukses sekarang dengan karirnya sebagai komikus di webtoon. Only you can made My Dad act like crazy people. Orang gila yang setiap malamnya melembur di depan komputer untuk menyelesaikan gambarannya."

Satu air mata jatuh di pipiku, ada rasa sesak yang begitu mendalam yang kini menghujami dadaku. Ternyata bukan hanya diriku yang menggila, bukan hanya diriku yang merasakan sakit, dan bukan hanya diriku yang tersiksa rindu. Laki-laki itupun merasakannya.

SKETCHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang