Part 3

57 2 0
                                    

Satu jam lebih jam perjanalan kereta api, sepanjang waktu itu pula aku mencoba mencari cara untuk dapat mematut wajahnya lebih detil, meski lewat celah - celah pintu gerbong yang kadang goyang - goyang dan aku merasa mencuri wajahnya yang teduh itu membuat perjalanan ini tidak terasa, dan aku mulai mencanduinya. tanpa ia tahu ada aku yang sedang menyimpan raut wajahnya baik - baik dalam ingatan. Aku melihatnya sibuk mencatat sesuatu di sebuah buku berwarna pink dengan motif hati yang banyak di pinggirannya. Sesekali ia ku lihat melirik ke arah jendela dengan tatap yang paling indah yang pernah kulihat. Mentari pagi membuat wajahnya sesekali dilewati cahaya dan sesekali cahaya itu redup ketika kereta berpapasan dengan pepohonan di sebelahnya, keadaan demikian membuat ia seolah mengikuti alunan lagu yang membunyi di telingaku yang berjudul "waktu yang salah" dan dia seolah seperti sosok oranh yang menjadi pemeran di video klipnya.

Lalu setelah lagu dari si bung fiersa habis diputar, terbitlah suara dari lagi banda neira yang berjudul "yang patah tumbuh yang hilang berganti" memutar dengan syahdu. Lagu ini membuat keadaan semakin khidmat sembari menatap wajahnya di sela - sela bangku kereta tadi. Sesekali pula ia kudapati menatap ke arahku juga, entah sengaja atau tidak, di saat itu pula aku mencoba mengalihkan padangan ke arah lain agar tidak terlihat mencurigakan di hadapannya. Ingin sebenarnya aku menatapnya lama, meyakinkan ia bahwa aku benar - benar ingin mengenalnya, atau menambahkan senyum ketika saling menatap lalu ia membalas senyumku, teramat ingin. Balasan itu tentu bagiku adalah sinyal bahwa dia menerima kehadiranku meski hanya sebatas sepasang penumpan kereta yang saling menghargai, atau sebatas orang yang memiliki ramah tamah yang baik sebabai mahluk sosial dengan memegang prinsip senyum itu adalah ibadah. Sayang tidak ada satupun respon darinya, kecuali menunduk atau mengalihkan pandangan ke arah lain.

Aku ingin bicara, tap tidak mampu, aku ingin senyum tapi bibirku kelu dan tidak kuat, aku ingin membalas tajam tatapnya tapi wajahku lemah tak berdaya memilih menunduk. meski secara pengalaman aku pernah memiliki pasangan yang cukup banyaknya mengajarkan cara pendekatan kepada wanita, tapi dengannya semua terasa berbeda. Banyak pertanyaan dikepalaku ketika dikereta itu tidak bisa kujelaskan dan tafsirkan saat itu juga. Sesuatu telah menjebakku, dan sesuatu itu pula ingin aku menyelesaikannya. Rindupun menjelma, aku mulai menuliskan sosoknya hingga sampai di perpustakaan kampus ketika mencari buku literasi untuk bahan penelitian.

*aku mencatatmu di catatan ponselku, kau wanita berhijab dalam yang menelan separuh tubuhmu, dan di dalam hijabmu itu pula aku turut tertelan dalam di sebuah rasa yang entah akan menjadi apa ke depannya. Kali ini aku hanya bisa tersanjung sembari mencatatkan perihalmu. Semoga kita bertemu lagi wanita berhijab dalam dengan senyum berlesung pipit yang telah memasung dan mengapitku dalam keanehan sebuah perasaan.

Sepasang PemaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang