Kereta berhenti disebuah shelter depan kampusku, aku turun dan memilih arah keluar lain dari gerbong agar tak bersua si laki - laki yang telah banyak menumpahkan catatanku di kereta api. Tapi ketika kereta berjalan pelan - pelan dan menghilang, aku tetap menatap hingga ekor kereta hilang dari pandanganku. Ada yang tertinggal di sana, mungkin sebuah perasaan yang tidak bisa ku jelaskan hingga saat ini, hingga ketika aku berada di shelter ini aku merasa dia telah menjadi hantu dikepalaku.
Aku pergi menuju kampus dengan hanya beberapa langkah, dan langsung menuju ruangan jurusan untuk menemui dosen pembimbingku. Setelah menunggu hingga jam 14.00 wib aku baru bisa menemui sang dosen.
Padahal sedari awal targetku adalah agar dapat bertemu jam 11.00 wib agar aku bisa pulang dengan kereta di jadwal 14.00wib. Sekarang terpaksa pulang dengan kereta sore dan paling akhir.Selasai bimbingan yang menguras hati dan pikiran karena banyaknya revisi penelitian membuat mood menjadi hancur sehancurnya hancurnya..... Bagaimana tidak, wawancara yang aku lakulan untuk kebutuhan penelitian dianggap salah informan dan triangulasi, padahal jauh - jauh hari aku sudah konsultasi atas informan dan triangulasi ini kepada sang dosen, entah karena faktor unur beliau lupa, atau memang beliau sedan ingin menguji kesabaranku sebagai mahasiswa tingkat akhir. Huuuh... sabar iraa sabar.... (sembari mengelus dada dan menjinakan hati)
Aku menunggu di stasiun yang sama ketika aku turun tadi pagi. Sebuah roti bakar dengan isian telur yang dikatakan sandwich dan segelas es tebu yang dikatakan minuman tersehat di dunia, aku mencoba mengobati dan menikmati patah hatiku tadi terhadap sang dosen. Lalu kutambhakan dengan menikmati lagu - lagu korea yang memang ku sukai, aku mencoba menghibur diri, agar masalah tadi dapat tertelan perlahan - lahan.
Kereta melenguh sekitar jam 17.30, tampak dari jauh kereta mulai mendekati shelter tempatku menunggu. Kali ini aku langsung naik dan menuju tempat dudukku, ku pindahkan tas ke bagian depan dada, lalu aku duduk dengan memakai masker dimulut. Niatku ingin istirahat dan tidur sebentar, sebab hari ini merasa kelelahan. Ketika ingin memejam mata tanpa sengaja aku menatap seorang pria dibagian depan bangkuku, tiketku tertera 2b, sementara ia kupastikan 3b. Tepat di depanku, sangat dekat hingga aroma parfum kopinya sangat terasa menyengat, dan lusuh baju serta celananya semakin kelihatan pudar dan robekannya. Gerbong ini terasa seperti neraka, sesaknya penumpang ditambah sesaknya dadaku menahan debarannya. Jika tahu tadi tiketku berada di depannya, maka aku memilih naik bus saja. Tak kuat rasanya memiliki pandangan mata sayunya, dan udara dengan aroma pekat kopi miliknya. Aku benci keadaan ini.
Aku tak bisa tidur, meski ku coba memejam sebenarnya aku tidak tidur, aku hanya mencoba untuk tidak menatapnya, hanya menggelapkan mata agar tidak ada sedikitpun aku memandangnya. Sesekali mataku terbuka, dan sesekali pula kuliatu ia mendengarkan lagu yang tersumbat ditelinganya dengan wajah yang melihat ke arah luar jendela. Aku rasa ia menghayatinya.
Setelah kereta berjalan sekitar 30 menit dan berhenti di sebuah stasiun dekat pasar raya di kota padang, tiba - tiba ia berdiri dan mendekati seorang lansia dengan dagangan yang dipegangnya. Lalu si laki - laki bermata sayu yang paling ku benci tanpa alasan itu menyodorkan tiket miliknya. Sesaat aku terdiam. Aku kagum, dan dia terlihat gagah kali ini di mataku. Dan di saat itu pula sesakku menghilang, timbullah bunga - bunga yang tidak bisa kujelaskan pada kalian. Aku menyukai sikapnya yang sangat peduli itu.
Maaf telah menuduhmu yang bukan - bukan lelaki bermata sayu dengan aroma parfum kopi, aku kira kau lelaki yang hanya bisa mengospek mahasiswa baru dikampus, mahasiswa yang melakukan perpeloncoan dengan pakaian sangar dan tampang yang dibuat - buat, mahasiswa yang hanya suka nongkrong tidak jelas di cafe kampus. Ternyata semua terbantahkan, kamu seseorang yang baik, dan aku mulai tertarik.
Menuliskanmu mulai sekarang adalah hobiku.
*aku menulis ini dirumah setelah shalat maghrib. Di meja kamarku ujung penaku sekarang menari sangat lincah tanpa cacat sedikitpun. (Aku tidur dengan lelap memikirkannya)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepasang Pemalu
General FictionKisah sepasang pemalu yang terjebak dalam perasaan suka namun sukar untuk saling mengenal. Hanya lihai menerka rasa, namun untuk bicara saja mereka tidak punya kemampuan. Mereka tahu, sama - sama memiliki nafas yang tetiba tergesa - gesa ketika ber...