Aku sibuk dengan penelitian, setiap hari berkutat dikamar dengan buku dan lembar - lembar penelitian yang berserakan. Di kasurku kabel - kabel berlilitan, dari mulai kabel usb, cassan laptop, handphone hingga kabel kipas angin. Semua menjalar di antara lantai dan kasur.
Akhir - akhir ini ayah dan ibu semakin sering menanyakan skripsi, tentunya untuk segera diselesaikan, apa lagi beberapa minggu yang lalu kakaku yang ke dua sudah melahirkan anak pertamanya setelah penantian dua tahun. Moment semakin bertambahnya keluarga kecil kami ini membuat masa depanku dipertanyakan, karena dua kakakku sudah sold out, dan tiba saatnya ini giliranku.
"Kau kapan wisuda ? Apa tidak mau seperti ke dua kakakmu ?, masa kuliah sampai 12 semester, kakak - kakakmu hanya tiga tahun setengah, kamu kuliah apa sekolah dasar?", Ujar ayah di depan para tamu yang tertawa dan menertawkanku. Di rumah lagi ramai memang, keluarga kami membuat acara syukuran menyambut kehadiran cucu barunya, di tengah keramaian itu banyak pertanyaan lain semacam itu kepadaku. Menyebalkan sebenarnya, menjadi pusat perhatian ditengah riuh ramai orang di sini. Tapi ya, ini adalah bagian dari motivasi diri, aku ambil hal yang baik dari ini. Aku terlecut, seperti kata Tan malaka "terbentur, terbentur, terbentuk. Ya, aku percaya akan hal ini. Semoga aku jadi kuda yang semakin semangat usai dilecuti dengan ucapan - ucapan ini. Semoga.
Dua minggu tidak ke kampus dan tidak pula menikmati perjalanan dengan kereta api membuatku rindu, rindu kereta dan juga seseorang yang sering kuterka - terka perasaanya, siapa lagi kalau bukan wanita berhijab dalam yang sampai sekarang namanya tidak ku kenali, tapi sosoknya memenuhi isi catatanku sehari hari. Meski dua minggu tidak berjumpa aku tidak lupa sedikitpun bagaimana cara senyumnya membentuk garis itu pelan - pelan, bagaimana tatapnya sangat lambat memejam seperti diperlambat oleh ingatanku.
Aku kembali menaiki kereta. Setelah beberapa revisiku kelar dan siap untuk dibicarakan lagi dengan pembimbing. Pulang - pergi menggunakan kereta api, dan tidak ada kulihat tanda - tanda ia ada di sini. Mungkin ini bukan jadwalnya jawabku sendiri. Ya, keinginan dan keberuntungan tidak selalu ada, aku tidak bisa berharap banyak pada sesuatu yng belum ku kenali dalam. Terbaik saat ini hanyalah berusaha menaiki kereta api sesering mungkin, dan berharap lagi ia ada di antara kereta dan gerbong-gerbong.
Aku pulang dengan wajah biasa, tidak ada ku bawa hati yang mengembang seperti dua minggu sebelumnya setelah pulang menaiki kereta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepasang Pemalu
General FictionKisah sepasang pemalu yang terjebak dalam perasaan suka namun sukar untuk saling mengenal. Hanya lihai menerka rasa, namun untuk bicara saja mereka tidak punya kemampuan. Mereka tahu, sama - sama memiliki nafas yang tetiba tergesa - gesa ketika ber...