Televisi sedang di sibukkan dengan aksi 212, aku lihat orang - orang sedang membela agamanya yang merasa dihinakan oleh seseorang calon kepala daerah non muslim. Apapun isi beruta taglinenya sama "aksi 212" bahkan media asing seperti CNN mengabarkan aksi ini di hadiri jutaan muslim.
Aku muslim, melihat umat bersatu demikian aku merasa bahwa islam di indonesia telah satu oleh seseorang non muslim "tanpa di sadari". Ada hikmah atas cacian tersebut, bahwasanya orang - orang merasa peduli dengan agamanya, meski aku tidak tahu secara ibadah apakah mereka orang - orang yang taat. Tapi suara mereka lantang menyebur asma Allah dan simbol agama mereka sangat kental seperti orang arab. Kekuatan mereka pada akhirnya membuat dominasi non muslim tersebur anjlok dalam pilkada, aksi ini telah membantahkan hasil survey pada pilkada. Dan tidak bisa di nafikan aksi tersebut memilik politik efek. Petahan non muslim terjungkir balik di pilkada serta juga masuk penjara dengan pasal penghinaan agama.
Semenjak itu, banyak aksi - aksi lanjutan dari kejadian tersebut, dampak lainnya orang - orang semakin menyadari kekuatan islam di indonesia.
Satu bulan kiranya aku tidak melihat wanita yang menjadi perbincanganku dengan kesendirian. Satu tahun sudah juga aku memilih menjadi singel. Memiliki pacar tidak lagi kebutuhan saat ini, pertimbangan usia telah membuatku mampu menepis untuk memiliki teman wanita hanya untuk sekadar dijadikan teman bonceng di kendara, atau sekadar teman chat yang memenuhi notif di hp ku. Sekarang aku sudah dewasa, memacari seorang perempuan bukan lagi rezim orang - orang dengah umur sepertiku. Akan tetapi menikah juga belum menjadi keinginanku, banyak impian yang belum lunas ku nyatakan, aku masih menjadi mahasiswa, masih menjadi seseorang yang mengeruk uang saku orang tua. Aku benci menceritakan ini, rasanya aku anak yang tidak memiliki masa depan rasanya. Di usia di mana kawan - kawan sudah mampu menghasilkan sesuatu, aku masih berkutat dengan buku - buku.
Setelah sebulan tidak menaiki kereta, akhirnya aku bersua kembali dengan deru mesin dan lengking lenguh peluit masinis. Baru saja ku cium aroma asap solar kereta di stasiun, pikiranku langsung membayangkan sosok wanita yang telah menjadi tajuk utama ceritaka di catatan.
"Akankah kita bertemu nanti, satu bulan sudah aku tidak melihatmu, mataku rasanya kering dan gersang, menatapmu adalah kesejukkan, meski tidak banyak waktu yang bisa dilakukan saat - saat itu. Di stasiun tempat kau biasa naik nanti, adakah kejutan untukku, seperti pertemuan ke dua kita, kau tiba - tiba berada di depan bangku ku"
Aku berharap banyak, sedari tadi duduk di kereta menunggu kereta jalan, tidak henti - henti aku membayangkan dua kali pertemuan kita, tidak lupa juga aku untuk membayangkan untuk pertemuan ketiga kalinya akan seperti apa.
Kereta berjalan, aku aku mulai memasang headset di telinga. Memutar lagu - lagu biasa dan membuang muka ke arah jendela.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepasang Pemalu
General FictionKisah sepasang pemalu yang terjebak dalam perasaan suka namun sukar untuk saling mengenal. Hanya lihai menerka rasa, namun untuk bicara saja mereka tidak punya kemampuan. Mereka tahu, sama - sama memiliki nafas yang tetiba tergesa - gesa ketika ber...