Kuliah ku hancur, studiku kacau, keadaan diriku memburuk.
Kebiasaanku berubah, mulai melakukan hal hal bodoh. Aku dikendalikan oleh rasa berasalah. Aku menjadi pemabuk, tapi tidak seperti orang kebanyakan. Aku mabuk sendirian, menentang sebotol vodka ketika senja, dan tertawa lepas kepada ujung laut, sakau. Hingga magrib tiba aku lelap dipasir yang mulai dingin karena malam hingga dibangunkan oleh pemancing yang mengiraku sudah tak bernyawa. Berulang kali seperi ini. Aku seperti orang gila, hanya saja aku masih bisa memikirkan hidup yang kacau, sementara yang orang gila hanya akan seraya tertawa tanpa ada jeda. Di saat itu menjadi gila senyatanya lebih ku inginkan, sayang menjadi gila juga butuh proses ternyata.
Tidak pernah lagi masuk kuliah, aku kabur dari rumah dan memilih hidup dengan mengamen. Cafe ke cafe hanya untuk beberapa recehan, pindah dari daerah satu ke daerah lain hingha berpindah provinsi. Hidupku tak tentu arah, aku mengalir dengan gitar yang terus kudentingkan, hidupku adalah alunan rusak yang kusangga dengan uang pas-pasan dan rasa sesal yang semakin melarutkan. Aku ingin menamatkan, tapi tidak bisa. Akalku kadang masih bertindak waras dan memaksaku untuk bertahan. Kadang ingin mati, tapi aku masih memikirkan orang dirumah, ada orang tua yang masih mencariku pasti. Hanya saja aku malu untuk pulanh sekarang.
6 bulan menjalani hidup yang rumit, berkelana tidak menentu. Nasib terkatung - katung, kadang di hina oleh orang-orang yang memandangku sinis. Rambutku sudah panjang, sangar, seperti sudah membaur dengan suasana jalanan. Sesekali bercermin membuataku menangis entah kenapa. Sangat buruk, aku semakin mengutuk diriku sendiri.
Di dalam lambung gitar kuselipkan pulpen dan buku catatan saku. Sesekali aku menulis, sesekali juga ku baca ulang yang lalu-lalu. Dan ketika yang lalu - lalu itu ku baca, aku mengingatnya. Aku menangis saat itu jua, membayangkan aku semakin buruk dan rasanya tak akan punya waktu untuk mengenalnya. Aku sudah berubah, secara hidup dan penampilan, aku bukan endar yang dulu lagi. Siapapun yang melihatku, hanya mengenalku sebagai pengamen, beberapa juga memanggilku preman, pengemis, pemabuk. Terserah. Aku memang sudah buruk, dan terkutuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepasang Pemalu
General FictionKisah sepasang pemalu yang terjebak dalam perasaan suka namun sukar untuk saling mengenal. Hanya lihai menerka rasa, namun untuk bicara saja mereka tidak punya kemampuan. Mereka tahu, sama - sama memiliki nafas yang tetiba tergesa - gesa ketika ber...