Part 15

22 0 0
                                    

Rumah Tuhan ini telah menyelamatkanku, suara adzan magrib telah membawa tubuhku yang sempoyongan kemarin malam untuk datang kesini dengan keadaan yang paling hina sebagai manusia. Andai tak ada suara adzan waktu itu, mungkin aku akan terkapar di antara jalanan yangs sesak dengan kendaraan, terlindas oleh roda - roda yang lalulalang, lalu mati mengenaskan sebagai pemabuk dengan hidupnya yang tidak pernah memberikan arti apa - apa.

Tuhan masih sayang, lewat tangan - tangan orang baik itu aku diselamatkan, meski lebih baik aku mati saja jika dipandang oleh sebagian orang, jika itu bukan di mesjid aku terkapar. Tidak berguna, sampah masyarakat, lebih baik mati saja "Gumamnya orang - orang kepada pemabuk di jalanan"

Tidurku cukup panjang, setelah terbangun oleh adzan subuh aku kembali melanjutkan tidur hingga adzan zuhur. Hanya gema nama Tuhan dari balik dinding yang membising itu yang membuat tidurku tersentak untuk bangun. Belum pulihnya diriku dan setengah sadar oleh pengaruh alkohol membuat diriku masih lemah dan memilih untuk menidurkan pesakitan ini. Hanya bisa beberapa kali berdiri dan mengambil air minum dimeja kamar ini, lalu memakan hidangan yang seperti telah disiapkan oleh orang di sini. Selebihnya aku tidur lagi dan lagi.

Tiga hari sudah aku dikamar ini, melakukan aktivitas yang sama berulang kali. Dan tampaknya diriku semakin pulih, kali ini aku memaksakan diri untuk keluar dari ruangan ini, setidaknya melatih sendiku yang telah kaku tak banyak melakukan aktivitas apa - apa. Memang beberapa tungkaiku seperti ngilu, dan kepalaku terasa ditusuk berulang kali ditempat yang berbeda - beda dikepala.

Mushala ini tak jauh dari bibir pantai, mungkin hanya berjarak 200 meter dari mushala ini, jika pagi aku terbangun oleh adzan maka tidurku yang diulang ditemani oleh gemuruh ombak yang terdengar jelas. "Ombak pada pagi hari di saat tidak banyak aktivitas kendaraan yang lalu lalang,maka ia menjadi satu- satunya bunyi yang akan diperjelas oleh keheningan" dengan penuh hati - hati dan sesekali memegangi kepala aku menuju pantai yang dirayu oleh bebunyian deburan ombak tadi, perjalanan yang harusnya bisa kutempuh mungkin dengan durasin 10 menit menjadi sangat lama oleh kehati - hatian kondisiku saat ini.

Setelah sampai dengan penuh rasa sakit yang kembali terasa, aku menyandarkan tubuh pada biduk yang menepi. Cukup lama aku menikmati udara pantai dan segala macam aktivitas nelayan pagi ini, sembari mengenang kejadian tiga hari belakangan. Aku mematut diri yang sekarang telah diberi kehidupan lainnya oleh Tuhan. Dibawa menuju rumahnya, lalu diselamatkan oleh tangan - tangan malaikat disana. Aku hidup kembali, diterima dalam keadaan hina oleh mereka, aku bersyukur, ditengah gelapnya kehidupanku selama ini.

Mungkin inilah titik balikku sebagai manusia. Aku memilih mengabdikan diri dimushala ini, mendekatkan diri kepada Tuhan dan perlahan menata diriku kembali yang telah jauh tersesatkan.

*Siapapun itu yang menolongku tiga hari yang lalu, terima kasih. Berkat tangan - tangan kebaikan itu, aku merasa masih ada cinta dianatara manusia sekalipun itu kepada seorang pemabuk seperriku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 14, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sepasang PemaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang