Kerumunan orang - orang sehabis shalat magrib di teras mushola membuatku ketakutan, tampak dari celah kaki orang - orang aku melihat seorang pemuda terkapar lemah tak berdaya. Jemaah laki - laki membopongnya ke arah dalam mushola bersama - sama, baru saja ia masuk, aroma pekat alkohol dari tubuhnya yang bercampur keringat menyengat sekali. Pemabuk rupanya "gumamku".
Setelah dapat melihat dekat dan memastikan wajah walau tak mematutnya rinci, aku serasa mengenali. Wajah yang tak begitu asing dan kurasa kerap ia hadir di depan mataku atau ingatanku. Semakin ku cari-cari sosok itu pada masa lalu, seseorang ini siapa dia hingga aku merasa wajahnya sangat familiar di dalam kepala. Semakin ku telusuri, aku melihat tai lalat di hidungnya yang sangat identik itu, lalu sebuah scraf di saku kanan belakang jeans miliknya yang bercorak tengkorak. Ku pastikan ia seseorang pria di kerrta itu. Seseorang yang masih hingga sekarang menjadi pergolakan di dalam hatiku. Namun pertanyaan lain hadir sekarang di depanku. Ada apa dengan dia ? Pria beraroma kopi yang pernah membuat hatiku berdesir ini, apa yang sedang terjadi hingga ia seperti anak jalanan yang tak terurus ini.
Pertanyaan demi pertanyaan tak berhenti di kepalaku, sementara si pria kopi ini belum juga sadarkan diri.
Di sudut mushola sambil mengaji menanti isya, sementara orang - orang masih berkerumunan menunggu si pemuda itu sadar, aku tak henti memikirkan ia yang sudah di depan mata, kemarin aku sering bertanya dan bahkan ingin kembali dipertemukan dengannya, sekarang sudah bertemu tapi keadaanya sangat buruk.
Aku tidak membencinya langsung, itu bukan tipikalku. Sekalipun ia pemabuk dan ku saksikan hari ini ia terkapar di kendalikan alkohol, tipikalku adalah mendalami segala hal yang harusnya dulu ku kenal sebelum mencap suatu hal dengan tanpa akal. Seperi awal aku menatapnya dengn sinis di kereta, tapi ujung-ujungnya ia membuatku senyum manis sendiria karena sifatnya yang membantu lansia untu duduk dengan nomor tiket di bangkunya. Dia baik, dan sesuatu kurasa sedang terjadi dengannya.
Adzan berkumandang, dan pria kopi itu dipindahkan ke ruang garim mushola. Kerumuman orang - orang telah hilang dan kembali ke aktivitas ibadahnya.
Ditengah shalat isya, ketika semua jemaah mengucapkan amiiin berbarengan, di sebalik dinding ruang garim terdengar suara pecahan kaca, aku yang sedang shalat merasa kekhusyukan terganggu waktu itu. Sangat keras, pecahan itu juga di iringi jeritan seseorang di dalamnya.
Shalat selesai, dan beberapa orang jemaah langsung bergegas menuju ruang di sebalik dinding mushola.
Aku takut, sangat. Jelas itu dia, pria kopi yang tadi terkapar di kendalikan oleh alkohol.
Aku mencuri - curi informasi dari omongan orang - orang, ku dengar ada luka robek di kepalanya, ku dengar banyak darah di lantai.
Tidak lama berselang, seseorang dari ruangan tersebut meminta untuk dicarikan seseorang yang bisa mengobati luka robek. Aku mengangkat tangan, dan memberanikan diri. Semenjak smp hingga menjadi mahasiswa aku adalah orang yang aktiv di organisasi PMI, untuk pertolongan pertama kurang lebih aku bisa. Inilah yang membuatku yakin melalukanny, di tambah ia adalah pria yang ku yakini baik meski tak banyak mengenalnya.
Aku masuk ke dalam ruang garim, benar adanya, darah segar pekat bergelimang di lantai, kaca - kaca berserak. Ia terkapar dan meringis sakit dengan sedikit kesadaran. Hanya kata mengaduh darinya yang ku dengar.
Di tengah kesibukan membersihkan luka dan wajahnya yang penuh darah, pertanyaan di kepalaku tak henti mempertanyakan tentang keadaanya.
Mengapa ? Apa yang terjadi dengannya ? Tidak terawat, rambut gondron, seperti orang di jalanan lainnya, bukankah ia mahasiswa yang sering kutemui di kereta dengan tatakrama yang baik, dengan tas di sandang, buku di tangan. Sekarang lihat, ia tak lebih dari anak jalanan dan ia kulihat kehilangan jati dirinya sebagai orang yang ku kenal dahulu.
Selesai membersihkan, dan aku pamit pada garim mushola. Ku titip ia untuk dijaga sementara. Aku juga katakan bahwa pria ini adalah teman mahasiswaku yang sedang mendapat masalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepasang Pemalu
General FictionKisah sepasang pemalu yang terjebak dalam perasaan suka namun sukar untuk saling mengenal. Hanya lihai menerka rasa, namun untuk bicara saja mereka tidak punya kemampuan. Mereka tahu, sama - sama memiliki nafas yang tetiba tergesa - gesa ketika ber...