10

4 2 0
                                    

🍂🍂🍂


Aku terpaksa mengesampingkan rencanaku untuk mencari kado yang akan kuberikan kepada Jia hanya untuk mengintai seorang cewek di depan sana. Itu Selena, dengan seenak jidatnya tengah bermesraan dengan seorang cowok yang tak kukenali.

Bagaimana mungkin dia seperti itu di belakang Paijo?

Playgirl.

Ternyata, tak salah jika aku menaruh kebencian padanya.

Aku mengeluarkan ponselku dan mulai merekamnya. Ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Aku ingin Paijo tahu, kalau cewek yang selama ini dicintainya ternyata tak setia.

Aku tidak mengerti terhadap pola pikir Selena. Bagaimana bisa dia dengan santainya bermesraan dengan cowok lain di dalam mal sebesar ini? Apa tidak terlintas di pikirannya, bagaimana jika seandainya ketahuan olehku atau keluargaku, begitu? Terlebih lagi jika ketahuan Paijo. Ada di mana cowok itu sekarang?

Aku menghentikan kegiatan merekamku. Lalu, dengan kesal aku berjalan menghampiri Selena. "Ekhem," aku berdeham begitu tiba di dekatnya.

Aku lihat si Selena terkejut. Matanya terbuka lebar. Tak percaya bisa melihatku berada di sini. "E-eh, Luthfi. Apa ... yang kamu lakukan di sini?"

Menonton konser.

Ini tempat umum. Siapa pun berhak berada di tempat ini. Kecuali napi.

"Dia siapa?" Aku tak menjawab pertanyaannya, dan malah menunjuk seorang cowok berambut gondrong yang berdiri di sebelahnya.

"Ng ... dia ...." Selena menggantungkan ucapannya. Aku tahu, dia sekarang tengah menyusun kalimat logis yang akan digunakannya sebagai alasan.

"Aku pacarnya Selena." Tanpa perlu berlama-lama menunggu jawaban Selena, cowok itu menjawab sendiri pertanyaan yang kulontarkan ke Selena tadi.

Aku mengernyit. Pacar? Aku tidak begitu terkejut mendengarnya. Sebab, gerak-gerik keduanya tadi –waktu kuintai– tampak jelas sekali kalau mereka bukan hanya sekadar teman saja.

Aku melihat Selena yang terkejut dengan jawaban cowok itu. "Ng ... itu ... Luthfi, please. Aku bisa jelasin."

Aku menatap Selena datar. Lalu, aku mencoba menelepon Paijo.

"L-Luthfi, aku mohon. Aku bisa jelasin."

Masuk. Panggilanku diangkat oleh Paijo.

"Halo, lo di mana sekarang?" tanyaku.

"Di Bandung. Kenapa? Gue ada acara sama teman-teman kuliah."

"Enggak. Cuman nanya aja. Ngomong-ngomong, lo sekarang tahu, nggak, Selena ada di mana?"

Selena meraih tangan kiriku, memohon-mohon agar aku tidak melaporkan perbuatannya itu ke Paijo. Namun, aku segera menepis tangannya.

"Dia tadi bilang kalau dia ingin pergi jalan-jalan sama temennya. Ada apa, sih? Tumben banget lo nanyain Selena."

"Ng ... entar aja, deh, kalau lo udah pulang baru gue cerita."

"Oke."

Panggilan dengan Paijo pun kuakhiri. Lalu, kembali kutatap Selena datar. Cewek itu masih saja menatapku dengan tatapan memohon.

"Ada yang bisa jelasin apa maksud ini semua?" Cowok berperawakan tidak terlalu tinggi yang sedari tadi hanya diam itu mulai bersuara. Jadi, aku atau Selena yang akan menjelaskannya sekarang?

"I-itu ...." Lagi-lagi, Selena menggantungkan ucapannya.

Aku maju selangkah, lalu berdiri tepat di hadapan cowok yang ngakunya sebagai pacar Selena tersebut. "Asal Kakak tahu, pacar dia," aku menunjuk Selena, "bukan cuma Kakak saja." Aku lalu melangkah pergi meninggalkan keduanya. Niatku datang ke sini adalah untuk mencari syal. Maka dari itu, aku akan merealisasikan niatku tersebut.

Dear YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang