S A T U

55 11 4
                                    


Hallo, namaku Shifa Shalimar Nugraha. Jangan tanyakan nama belakangku itu darimana asalnya, jelas itu dari nama Ayahku sendiri, terlalu memaksakan memang. Sahabatku bernama Rinjani Ariningtyas, sahabat dari kecil yang sudah seperti kembaranku. Sudah lama bersahabat bukan berarti kita tak pernah bertengkar ataupun ngambek-ngambekan ala persahabatan perempuan diluar sana. Bahkan Jani pernah tidak mau bicara kepadaku selama seminggu hanya karena berebut tempat saat upacara.

Satu lagi sahabat saat masa SMP.  Dion adiputra kusnandar. Bertanah kelahiran Sunda namun dicampur dengan cina. Bisa dibilang ia musuhku. Setiap hari selalu bertengkar jika disekolah. Mungkin jika kita satu rumah. Kita akan bertengkar setiap waktu.  Walaupun begitu Dion selalu berhasil menjagaku dan Jani.

Hari ini hari minggu, jika kalian pikir aku akan bermalas malasan itu salah besar. Karena Bundaku tidak membiasakanku bangun terlalu siang. Katanya 'nanti jodohmu dipatok ayam fa' terserahlah, lagipula aku tak perduli jika jodohku akan dipatok ular sekalipun.

Setelah mandi dan sarapan pagi, aku menuju ke dapur untuk menyeduh kopi, minuman kesukaanku. Dengan telaten aku mengambil gelas lalu menuangkan serbuk kopi dan gula, kemudian air panas dari termos. Aroma kopi yang nikmat membuat siapa saja mendapatkan ketenangan.

"Masih pagi udah ngopi. Sepatu udah di cuci belum?" Bunda datang dari arah ruang tamu membawa beberapa piring kotor. Bunda memang tidak memakai asisten rumah tangga. Ia lebih senang mengurus rumah dengan tanganya sendiri.

"Udah dong buk bos! Semua tugas telah dilaksanakan." Tangan kiriku memegang gelas dan tangan kananku memperagakan sikap hormat.

"Good girl!"

Mendengar jawaban Bunda aku tersenyum simpul dan bergegas ke teras rumah, menikmati seduhan kopiku dan bermain handphone. Entah untuk sekedar chattingan dengan teman atau grup kelas, jika tidak ada yang menge-chat aku akan melihat-lihat akun receh di instagram.

"Ifaa." Aku mendongakkan kepalaku kedepan, sudah ada Jani disana. Entah sejak kapan dia berdiri disana.

"Eh jani, berangkat sekarang? Ntar yak gua ganti baju dulu." Jani mengikuti masuk kerumah dan menungguku di ruang tamu. Terkadang ia juga akan ikut ke kamarku jika ada sesuatu yang harus dibicarakan.

Tak perlu lama untuk berganti baju, hanya sedikit memakai bedak bayi dan memakai liptint agar bibirku tidak kering. Selesai lalu aku menuruni tangga, melihat Jani yang sedang mengobrol dengan Bunda. Terkadang aku berpikir, kapan posisi Jani akan digantikan oleh seorang lelaki. Kuenyahkan pikiranku, berpikir bahwa aku ini masih seorang gadis kelas 2 SMA.

"Bun Ifa berangkangkat ya, Assalamualaikum." Aku menyalami Bunda dan mengajak Jani keluar rumah untuk segera berangkat.

"Shif." Itu suara ayah, aku menengok kebelakang menemui Ayah yang sedang mengacungkan jari jempolnya membentuk sikap 'SIP'. Ayah memang suka seperti itu, memelesetkan namaku dan akhirnya aku yang kesal cemberut.  lalu aku tertawa dan berbalik arah untuk salim pada Ayah. Sesampai diluar, aku langsung masuk ke dalam mobil Jani. Jani yang menyetir dan aku duduk disampingnya.

Kami akan menonton pertandingan Futsal. Sebenarnya bukan kami tapi hanya aku. Karena Jani tidak terlalu suka keramaian dan berbanding terbalik denganku yang tidak suka kesepian. Jani lebih suka menghabiskan waktunya dengan novel-novel misterinya itu.

Jika kalian bayangkan Jani itu sosok yang nerd, kalian salah. Perempuan dengan wajah putih, mata yang mini, dan hidung yang tidak terlalu mancung itu tidak terlihat nerd sama sekali. Bahkan disekolah, ia lumayan banyak dikenal banyak orang. 

Jani tidak ada niatan sekalipun untuk menonton pertandingan futsal yang pasti akan ramai oleh sorak sorak para penonton. Ia akan membeli buku di gramedia dekat lapangan futsal tempat pertandingan diadakan.

FIRST, LOVE.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang