S E B E L A S

14 2 0
                                    

"Jani mau pulang kapan, sekarang sama Dion atau nanti bareng Shifa sama Jano?" Tanyaku langsung pada sahabatku. Air wajahnya menandakan bahwa ia sedang menahan kesedihan.

"Biar ku pulang sendiri,"

"Aku tak mau merepotkan orang. Apalagi menjadi pengganggu." Ekspresi Jani menjadi sinis. Aku tak menyangka Jani akan bersikap seperti itu. Seolah-olah aku jahat. Ya, aku akui aku memang ingin berduaan dengan Jano. Tapi maksudku kan baik, agar Jani dan Dion bisa semakin dekat tanpa ada rasa canggung.

"Lo bareng gua sama Shifa aja. Ga ganggu kok, lagian gua bawa mobil." Aku terkejut mendengar Jano berbicara seperti itu. Lalu aku mengangguk dengan cepat, kasian juga Rinjani.

"Oke, terimakasih." Ucap Jani kembali fokus dengan ponselnya.

"Yaudah gua pamit. Dah Shifa, salam buat bapa Haris ya!"

"Oke Didion." Balasku sengaja berteriak kepada Dion. Ku tekankan pada kata 'didi' yang merupakan nama ayahnya. Kadang aku juga berpikir mengapa aku dan Dion masih senang mengejek nama orang tua. Kita sudah SMA bukan anak SD lagi.

Aku, Rinjani, dan Arizano pun pulang setelah menghabiskan makanan. Hujan sudah turun, beruntung tidak bersama angin yang berhembus. Sekarang kami sedang berada di parkiran. Akupun bingung harus duduk disebelah mana.

"Gua ama Jani duduk dibelakang ya, Riz." Ucapku setelah berada tepat didepan mobilnya. Arizano pun hanya mengangguk dan langsung masuk kedalam mobilnya.

Akupun sampai, aku duluan yang turun. Sementara Arizano masih harus mengantar Rinjani.

"Dadah, salam ya buat Bundamu,"

Aku mendengus kecil mendengar Arizano berbicara seperti itu dengan ekspresi genitnya. Semakin lama Arizano semakin kelihatan sifat aslinya!

"Iya siap, ati-ati juga Rinjani jangan di apa-apain!"

"Iya, paling dimintain id line doang."

Aku tau ia bercanda.

"Yeee, kasian Rinjani. Mana mau juga dia sama lu!"

"Bilang aja cemburu,"

"Nggak! Udah sana pulangg, kasian Jani. Dadah Jani ati-ati yaa!"

Jani hanya tersenyum mengangguk.

"Dahh shifakuuu,"

Itu Arizano sukses membuat pipiku memanas. Salah tingkah, aku langsung lari kedalam rumah.

Malamnya Dion mengirimkan pesan. Dia mengingatkanku bahwa besok adalah hari dimana aku dan dirinya akan mengikut lomba fashion show.

Aku dan dirinya pun sepakat untuk makan  eskrim bersama bila kita berdua menang. Doakan saja!

🌼

Pagi,

Aku bergegas ke sekolah dengan perasaan tidak karuan. Hari ini hari dimana aku akan tampil fashion show bersama Dion untuk mewakili kelas. Aku sudah berdandan dari rumah dengan sangat natural. Bahkan tak ada bedanya dengan hari-hari biasanya. Hanya saja pakaian dan sepatu juga beberapa aksesoris yang menempel pada badanku.

Dion pun telah memakai setelan jaz nya. Terlihat sangat tampan dan berwibawa jika seperti ini. Jika saja sifatnya yang cool dan pendiam, maka aku akan sedikit tertarik kepadanya. Sungguh sayang, bahwa faktanya dia seperti orang yang kehilangan separuh otaknya.

Perlombaan pun telah selesai, aku dan Dion telah memberikan yang terbaik kali ini. Terus terang aku juga tak menyangka bahwa Dion bisa diandalkan. Cina gosong ini mampu menjawab semua pertanyaan dan menyangkal argumen dari lawan. Dia mampu mengimbangi kemampuanku.

FIRST, LOVE.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang