T I G A B E L A S

19 2 2
                                    

Aku sampai dikelas. Terlihat disana Rinjani sedang duduk dimeja kami, ia tidak sendiri melainkan ada seorang lelaki yang menemaninya. Jani yang sedang membaca buku dan lelaki dengan kulit sawo matang masih setia memperhatikan Jani.

Akupun bergegas masuk, kehadiranku langsung disadari oleh mereka berdua. Lelaki itu, Arizano. Terlihat kaget namun segera menyembunyikannya. Entahlah, aku tak peduli sikapnya yang aneh yang terpenting sekarang adalah bagaimana caranya meluruskan kesalahpahaman Jani.

Kulihat raut wajah sahabatku. Tak ada senyum sedikitpun, garis wajahnya terlihat keras. Aku bingung harus mulai darimana, bahkan rasanya untuk memanggil namanya pun kelu. Alhasil, aku hanya diam dan memperhatikan Jani yang masih setia mengabaikanku.

"Eh Shif, selamat yaa. Kamu keliatan keren, cuma satu aja yang kurang." Itu Arizano. Mengucapkan selamat kepadaku. Ingin ku tersenyum tapi rasanya sangat berat.

"Thanks, kurang apanya?" Jawabku menanggapi perkataanya yang terakhir.

Arizano pun tersenyum, "Kurang aja, harusnya tadi sama aku bukan sama manusia gila." Katanya sambil melirik ke arah Dion.

Dion hanya mendesis tak suka, aku tau dia sedang dalam mood yang buruk saat ini. Jika tidak, mungkin lelaki dengan mata sipit ini akan bereaksi berlebihan.
"Sialan!" katanya.

Arizano tertawa dalam kecanggungan ini. Alhasil suara tawanya pun terdengar kencang. Ingin aku menyalahkannya, namun kuurungkan karena bagaimanapun dia tidak tahu apa yang baru saja terjadi antara aku, Jani dan Dion.

"Eh ayo, katanya mau beli es krim." Arizano mulai bangkit dari duduknya. Akupun segera melirik Jani yang masih setia berkutat pada buku fiksinya.

"Jani, ayo." Dengan mengumpulkan keberanianku, akhirnya aku berhasil untuk berbicara kepada Jani. Rasanya ingin langsung saja kujelaskan sekarang tentang sebenarnya apa yang terjadi. Tentang bahwa Dion hanya bercanda menyatakan cinta kepadaku.

Namun, rasanya tak mungkin. Akan banyak timbul masalah lain jika aku mengatakannya sekarang. Selain karena Dion yang akan tahu perasaan Jani sebenarnya ada kemungkinan Arizano untuk ikut salah sangka. Yah, walaupun terdengarnya aku yang kepedean.

Akhirnya kami berempat pun berangkat menuju kedai eskrim yang tak jauh dari sekolah. Bisa dicapai dengan jalan kaki dan hanya membutuhkan waktu sekita 10 menit. Kedai itu merupakan tempat biasa nongkrong siswa-siswi dari sekolahku. Jadi tak heran kedai itu selalu ramai.

Tak butuh waktu lama untuk kami sampai dikedai eskrim, sederhana namun dapat memanjakkan mata. Dengan meja dan kursi juga musik yang diputar merupakan musik terkini. Tak ada pembicaraan saat dalam perjalanan menuju kedai eskrim, selain aku yang terus menunduk dan sesekali melirik ke arah Jani. Jani, Dion dan Arizano yang tetap diam dalam perjalanan.

Setelah memilih eskrim yang akan dipesan, kami pun duduk disalah satu kursi yang kosong. Lokasinya dekat dengan jendela. Posisi duduk yang aneh dimana aku berhadapan dengan Jani dan Arizano didampingku berhadapan langsung dengan Dion. Harusnya ini bisa kukatakan double date. Namun, rasanya tak mungkin dengan situasi sekacau ini. Pesana eskrim pun datang. Dan tanpa basa-basi kami pun menyantap makanan manis dan dingin ini.

"Ini kenapa? Kok pada bisu?" Itu Arizano menyelutuk.

Dion masih dengan tatapan sinisnya menjawab, "Ga kenapa-kenapa. Lu tuh yang kenapa? Dari tadi curi-curi pandang terossss."

Mendengar itu akupun langsung mendongakkan kepala, mengarahkan pandanganku tepat kesampingku. Arizano curi-curi pandang kesiapa? Apakah kepadaku? Ya ampun! Mengapa aku bisa sampai mengabaikannya seperti ini.

"Yeee! Sotau lu!" Muka Arizano merah, seperti ketahuan maling. Betapa lucunya dia. Aku pun berdeham dan kembali fokus menyantap eskrim ku tanpa menoleh sedikitpun kearah sahabatku, Rinjani.

FIRST, LOVE.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang