D E L A P A N

22 2 3
                                    

Sampai.

Aku langsung turun dari mobil sahabatku ini. Selama diperjalanan suasana hening terjadi terasa begitu lama. Rinjani tidak berbicara sepatah katapun dan aku yang takut untuk memulai pembicaraan. Lagipula aku masih belum dapat mencerna dengan baik apa yang sebenarnya terjadi.

"Dadah Jani, Hati-hati ya." Pamitku dengan nada lesu. Aku sudah kehilangan mood hari ini. Mengapa malah jadi seperti ini.

Kulangkahkan kakiku menuju teras rumah. Membuka pintu dan tak lupa mengucapkan salam. Melihat disekitar rumah tidak ada orang ataupun Bunda, aku langsung menaiki tangga menuju kamar kesayanganku.

Aku merebahkan diriku dikasur. Memikirkan mengapa Jani bisa berpikir seperti itu. Tak percaya jika memang Dion benar-benar suka kepadaku. Tidak! Pasti Dion hanya bercanda saja selama ini. Dia tak mungkin menyukai diriku. Jika memang benar iya, aku bingung harus bersikap bagaimana kepada Jani. Aku seolah-olah begitu tega dan jahat kepadanya.

Saat asik memikirkan hal itu, tiba-tiba ponselku berbunyi dan bergetar. Menandakan seseorang memanggilku. Kulihat kearah ponsel. Nafasku tercekat. Nama Diongosong
Tertera disana. Entahlah, sejak kejadian di mobil tadi aku merasa aneh ketika berhubungan dengan Dion. Kuangkat panggilan darinya. Aku gelisah, entah karena apa.

"Assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam, yon." Kucoba berbicara dengan nada sesantai mungkin.

"Latihan sama siapa? Gua jemput." kudengar dia berbicara seperti itu dengan nada sok cool layaknya badboy badboy yang tak terbantahkan jika memberi perintah.

Lantas aku terkejut, sugestiku malah semakin kuat bahwa Dion benar-benar suka kepadaku. "Dih mauan banget. Paling juga nawarin gitu ada maunya." oke, aku mencoba mencairkan suasana. Walaupun  suasana yang dingin disini hanya aku yang merasakannya.

"Hahahaha tau aja! Nanti isiin bensin sekalian, gaada duit gua." Aku meringis mendengarnya. Dugaanku benar dan aku terlalu percaya diri berpikir bahwa Dion benar-benar menyukaiku.

"Hm, iya dah. Harus cepet gaboleh lelet." Omelku kepadanya. Dion ini paling juara terlambat kalau urusan latihan. Kadang ia hanya datang untuk pemanasan saja. "iye-iye. Bacot ah gatau terimakasih dasar!"
Oke. Ucapannya tadi membuatku menggeram kesal. Siapa yang harusnya terimakasih disini, aku yang menumpang atau Dion yang kubelikan bensin?

Panggilan pun terputus. Aku pun segera bersiap, tak lama bahkan sekarang pun aku sudah menunggu Dion didepan gerbang setelah berpamitan. Memang hari ini jadwalku latihan bersama. Iya, bersama tim futsal putra maupun putri. Yang berarti disana akan ada Arizano, ya ampun aku berharap Arizano mau menjemputku latihan. Aku tak bisa membayangkan betapa tampannya dia nanti saat menggunakan baju bola, kaos kaki panjang, sepatu futsal dan keringat dibadan atletisnya itu. Walaupun sudah terbiasa melihat,tapi kini sudah berbeda keadaannya.

🌼

Dion datang menggunakan mobil. Ya, dia tau bahwa aku alergi terhadap angin. Dan dia mengerti akan keadaan ini, jadi dia selalu menggunakan mobil saat bersamaku maupun bersama Rinjani. Oleh karena itu, saat Dion kerumahku menggunakan motor untuk pergi bersama ke pasar malam aku langsung kebingungan.

Tak mau lama, aku segera masuk ke mobilnya. Sudah ada Dion disampingku dengan menggunakan baju futsal lengkap. Bahkan si cina gosong ini sudah memakai sepatu futsalnya. Kutelusuri pakaian dan badan Dion dari atas kebawah pada posisi duduknya. Aku berani bersumpah, dia sangat aneh. Minyak wangi yang lebih menyengat dan rambut yang lebih rapih.

"Gua tau, gua ganteng. Tapi ga gini juga Shif. Gua udah anggep lu sebagai sahabat, jadi jangan ngarep gua mau nerima lo buat jadi pacar gua." Aku terperanjat mendengar penuturan bodohnya. Lalu melepaskan,malas menanggapi.

FIRST, LOVE.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang