L I M A

36 6 0
                                    

Saat ini aku dan Rinjani sedang berada dikamarku. Dengan aku yang terus saja mengoceh dari hal yang penting sampai yang tidak penting sekalipun dan sahabatku ini yang masih setia tenggelam pada novel misterinya. Sesekali Rinjani berdecak geregetan dan terkadang keningnya mengerut lalu membalik halaman buku ke halaman selanjutnya. Aku yang bosan diabaikan pun lalu menyenggol lengan Jani dan menutup bukunya.

"Apa?" Katanya. Dia langsung memfokuskan perhatiannya padaku, sadar bahwa aku memang sedang dalam mode serius.

"Tadi anu ehe, hm aduh apa ya Jan." Jani memutar bola matannya malas melihatku yang malu-malu salah tingkah tidak jelas seperti ini.

"Bagaimana?" Katanya mencoba sabar.

Aku menarik nafas, lalu menghembuskan dan berteriak.

"AAAA JANIIII, TADI GUA DI ANTERIN ARIZANO, JANI SIH PAKE PULANG DULUAN EH TAPI GAPAPA DENG HEHEHEH. TERUS YA JAN TERUS, ARIZANO MINTA ID LINE GUA GILA!" Spontan aku memeluk Jani, berteriak nyaring dan menggoyang-goyangkan badan Jani.

"Lalu, sudah ada pesan darinnya?"
Mendengar itu pun perlahan raut wajahku murung, benar juga Jani. Untuk apa lelaki itu meminta Id Line nya kalau tidak ada niatan buat nge-chat.

Tuh kan! Aku jadi kesal sendiri. Kulihat Jani hanya diam dan melanjutkan membaca novel misterinya. Tak lama handphone ku pun bergetar menandakan telepon masuk. Aku sudah berharap bahwa itu dari Arizano tapi setelah melihat namanya aku hanya mendecak malas.

Diongosong is calling...

"Assalamualaikum naughtea,"

"Waalaikumsalam rakrynya indy"

Kudengar dia tertawa diseberang sana, akupun melirik Jani memberi kode bahwa Dion sedang menelpon ku. Sontak perhatian Jani beralih padaku sepenuhnya.

"Maaf ada apa ya nelpon?"

"Lo yang nelpon duluan ya goblin."

"Waduh, tersandung gua."

"Iya goblin, Goblok Ngeselin."

Kudengar dia mengumpat. Aku tak peduli. Dia pun berdeham lalu kembali berbicara. Tak lupa aku menyalakan loudspeaker. Agar Jani bisa mendengar langsung apa perkataan yang dilontarkan oleh si Cina Gosong ini.

"Begini, putri dari ayahanda Haris. Niat saya menelpon dan menghubungi saudari adalah untuk mengajak saudari ke pasar malem ataupun gym."

Aku pun menoleh pada Jani, meminta keputusan. Kulihat respon Jani tersenyum dan mengangguk. Aneh, dia hanya tersenyum bukannya seharusnya dia tertawa menjerit? Oh maafkan aku lupa. Dia bukan aku.

"Kesurupan lo? Gym malem-malem gini? Udah ah pasar malem aja!"

"Bener ya, gua siap-siap sekarang loh."

"Iya ah bawel!"

Aku matikan sambungan darinya dan menolehkan kepalaku kearah Jani. Perempuan berkulit putih pucat itu hanya mengedikkan bahu terlihat tidak antusias.

"Kenapa Jan? Biasanya kalo mau ketemu langsung siap-siap, heboh nyari baju." Cibirku, ya walaupun seheboh-hebohnya Jani ia masih tetap tidak mengeluarkan suara.
Jani hanya diam tak menanggapi, lalu beranjak dari atas kasurku.

"Aku pinjam bajumu."

Hah, sudah tidak aneh. Aku yang masih tetap pada posisi awalpun hanya memandang Jani yang sibuk mencari baju yang menurutnya cocok untuk dirinya. Dia ini tipe cewe yang sedikit kalem dan anggun. Sedangkan aku lebih suka pakaian yang simple.

Aku kembali menunduk, mengecek ponselku. Barangkali ada pesan dari Arizano. Menunggu memang melelahkan, apalagi menunggu yang tidak pasti.

"Tak usah dipikirkan soal lelaki itu, sekarang Dion sedang butuh teman." Aku mendongak mendengar Jani yang berbicara seperti itu. Tersentak, lalu sadar bahwa memang tadi suara Dion seperti sedang kelelahan. Memang ya, ketika jatuh cinta maka perhatian sekecil apapun pasti tumbuh. Jani peka sekali.

FIRST, LOVE.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang