(2) silau

638 99 24
                                    

"MID, TOLONG TABOK GUE INI MIMPI APA KAGAK!"

Tanpa diperintah dua kali, buku Sosiologi rapi milik Keira (iya, rapi. Karena sang empunya saja hanya menjadikan buku itu sebagai bantal tidur.) mendarat tepat mengenai pipi bulat cewek tersebut.

"Ih, sakit anjir." Keira bersunggut sebal seraya mengusap-usap pipinya dramatis.

"Lah aneh, kan lo yang minta, Bahlul. Kalo sakit berarti bukan mimpi. Ini nyata!" Dimas mengerang, lalu memutar bola matanya gusar menghadapi kelakuan teman sebangku merangkap tetangga sebelah rumahnya tersebut.

Eh, tunggu.

Apa tadi kata Keira?

Sakit?

Jadi, ini bukan mimpi?

Tiba-tiba, perkataan Dimas bagaikan durian runtuh di siang bolong. Mata Keira terbelalak sempurna dengan tangan kanan terulur membungkam mulutnya sendiri.

Benar! Ini bukan mimpi!

Berarti ... sosok yang kini berdiri di depan kelasnya bukan ilusi semata karena kebanyakan nonton oppa-oppa korea!

"HUWAAA SAMIDDD." Lagi, sifat 'influecer' Keira membuat Dimas mengelus dada sabar.

"Ehem, yang di belakang bisa diam?" Dehaman berat dari seseorang refleks menghentikan kehebohan mereka berdua.

Layaknya orang normal yang sedang ditegur, Dimas sontak membeku. Keira apalagi, gadis itu justru meneguk ludahnya tegang.

Bukan.

Bukan karena Bu Ayuan yang menegurnya barusan.

Coba tebak siapa yang menegur mereka berdua?

Seseorang yang menenteng tas laptop tadi!

Sosok yang mengingatkan Keira pada salah satu biasnya oppa-oppa Korea. Siapa lagi kalau bukan Park Chanyeol!

Keira berani bertaruh kalau guru PPL yang dimaksud Bu Ayuan merupakan Chanyeol versi Indonesia.

Dalam hati, Keira komat-kamit merapal doa agar sifat fangirl-nya tidak kumat di saat yang nggak tepat seperti sekarang.

Jaga image di depan calon imam, pikir Keira.

"Nah, gitu dong anteng." Seulas senyum terpahat sempurna di wajah guru PPL tersebut.

Kalau manisnya senyum seseorang dapat menyebabkan diabetes, bisa dipastikan Keira akan mengalami diabetes dadakan saat ini juga.

Gimana nggak? Senyum sejuta watt guru baru itu justru meningkatkan kadar fangirling Keira.

Keira mengatupkan bibir rapat-rapat. Berusaha mencegah celotehnnya kepada Samid mengenai Chanyeol versi Indonesia yang nggak kalah tampan dari di Korea.

"Halo semua, selamat pagi," sapa guru PPL itu sambil mempertahankan senyum semanis gulali.

"HALOOO." Di antara gemuruhnya suasana X IPS 1 yang menjawab sapaan beliau, hanya Keira yang paling bersemangat. Hal itu bisa dibuktikan dari air liurnya yang muncrat ke buku tulis Dimas karena nggak bisa dikontrol.

"Perkenalkan, nama saya Malvino Geraldy, semester dua di Universitas Pendidikan Indonesia jurusan Pendidikan Sosiologi."

Keira nggak hentinya mengangumi setiap inci ciptaan Tuhan paling indah (setidaknya bagi Keira) dengan mulut nggak capek nganga.

Sabi nih, menang banyak. Oke, gue emang nggak bisa dapetin Park Chanyeol di Korea, tapi seengaknya gue masih bisa dapetin Malvino Geraldy yang wajahnya sebelas-duabelas sama Park Chanyeol. Keira membatin seraya menyunggingkan senyum penuh makna.

"Kalian bisa panggil saya Pak Malvin, Kak Malvin juga boleh---"

Tangan Keira terangkat di udara, mengintrupsi perkataan Malvin sesaat.

"Saya nggak mau manggil Pak, saya juga nggak mau manggil Kak," jeda sejenak. "Saya maunya manggil Bebeb Malvin
Boleh?" tawar Keira dengan wajah yang dibuas sepolos mungkin. Padahal dalam hati, cewek itu sudah mencak-mencak nggak karuan.

tbc

Society UnexpectedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang