(5) negosiasi

407 67 2
                                    

"Bantu gimana?" Samid menggerutu. Ditaruhnya benda persegi panjang tersebut seraya beranjak menuju pagar pembatas balkon.

Alih-alih menjawab pertanyaan Samid, Keira justru bergeming. Melipat kedua tangan di depan dada lalu mengerucutkan bibir sebal.

Dimas memperhatikan lamat-lamat perubahan wajah sahabat masa kecilnya itu semenjak mengalami fase pubertas.

Kulit Keira yang dulu menggelap terpapar sinar matahari kini berangsur membaik berganti kuning langsat. Rambut lurus kebanggaannya semasa Sekolah Dasar pun sudah dipangkas sebahu ketika menginjak bangku putih abu-abu.

Sudah nggak ada lagi image Keira si gadis cuek bebek terhadap penampilan. Gadis itu bahkan setiap hari membawa mini pouch berisi bedak, face cleancer, facial foam, parfume, liptink, dan segala peralatan make-up tipis-tipis lainnya.

"Down to earth, Mid."

Teguran Keira membuat Dimas mengerjapkan mata beberapa kali. Cowok itu menggeleng, mengusir sekelibat pikiran kacaunya tersebut.

"Jadi, apa rencana lo?" tanya Dimas mengalihkan pembicaraan.

"Gue juga nggak ngerti." Keira menggeleng kecut. Menarik napas singkat, gadis itu melanjutkan kalimatnya yang sempat terputus. "Lo tau sendri gue benci Sosiologi."

Malvin mendengus. Ia sangat paham dengan sikap Keira yang membenci mata pelajaran Sosiologi. Gadis beriris hitam pekat itu bahkan selalu uring-uringan sama Bu Ayuan hanya karena masalah yang sama. Keira tertidur di jam pelajaran beliau!

Gimana nggak?

Pasalnya, celoteh Bu Ayuan lebih mirip dongeng pengantar tidur di telinga Keira.

Jadi, jangan heran kalau mengetahui fakta kemampuan Sosiologi fundamental Keira nol besar. Toh, dia saja nggak mau memerhatikan.

Keira benar-benar asing dengan istilah interaksi sosial, atau gejala sosial, atau penyimpangan sosial, atau masyarakat multi-kultural, dan sederet istilah lain di Sosiologi yang bikin seorang Keira Anantha pusing tujuh belas keliling.

Dan kini, kenapa gebetan barunya (calon) guru mata pelajaran Sosiologi sih?

"GUE BINGUNG AS---"

Dumelan Keira terpaksa menggantung di udara karena detik berikutnya sebuah botol minuman isotonik meluncur tepat mengenai pelipis gadis itu.

Kedatangannya terlalu tiba-tiba. Di luar dugaan. Membuat Keira nggak sempat menghindar dan berujung pelipisnya timbul ruam kemerahan.

"Ngeselin lo, Mid." Keira bersunggut murka, kembali di lemparkannya botol minuman isotonik itu sengit kepada si pelaku. "Gue serius Samid ... ini menyangkut masa depan gue."

Mencibir singkat, Dimas mengomentari. "Cih, kumat deh alaynya."

"Bodo. Jadi lo mau bantu apa enggak?!"

Kedua mola mata Dimas bergerak ke atas. Menandakan cowok berlesung pipit tersebut menimang-nimang ajakan Keira terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan.

"Dimas...."

"Berhenti manggil gue begitu, Kei. Itu menjijikkan," kilah Dimas cepat seraya mendengus gemas.

Dipelototin Dimas seperti itu, bukannya takut Keira justru terbahak. Gadis itu tahu kartu AS Dimas.

"Iya, gue bantu. Besok kita susun rencana. Oke?" Dimas tersenyum ala kadarnya, mengalihkan tatapan pada tanaman sintesis di balkon kamar Keira. Seolah tanaman sintesis itu jauh lebih menarik daripada wajah manis Keira yang dibingkai alis tebal dan kumis tipis.

"NAH GITU DONG, BARU SAHABAT GUE."

Hari pertama mendekati Malvino Geraldy pun dimulai....

tbc

Society UnexpectedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang