Dan hari yang ditunggu pun tiba.
Hari yang dimana, hari berjalannya acara yang saya ikuti sebagai panitia itu. Dengan berbagai persiapan yang sudah matang dan seluruh panitia yang juga telah siap menyambut kawan-kawan mahasiswa baru asal ibukota dan sekitarnya.
Sebelum itu, saya yang tadinya berpakaian ala kadarnya karena sehabis pulang kelas siang waktu itu, langsung menuju ke tempat acara itu akan berlangsung. Namun, ketika saya sampai, saya melihat teman-teman panitia lainnya berpakaian rapih dengan celana panjang dan baju batik yang menjadi dress code panitia.
Saya pun bergegas pulang untuk segera mengganti baju. Dan terpilihlah baju batik biru tua dengan corak bunga dan celana pendek bewarna cream yang saya gunakan. Berbeda dari teman panitia lainnya.
Langit yang semula cerah, seketika menjadi abu-abu dengan perlahan. Rintik demi rintik hujan pun turun. Dengan saya yang sedang dalam perjalanan menuju ke tempat acara itu akan berlangsung.
Ketika saya sampai, walapun tak deras jatuh rintiknya, seluruh panitia mulai harap-harap cemas akankah acara yang sudah sedemikian matangnya, akan terganggu dengan rintik hujan yang tak diundang ini.
Saat itu juga, bukan acara itu yang saya khawatirkan, namun kamu lah yang saya khawatirkan. Entah mengapa, saat itu diri ini ingin sekali kamu datang dan bertemu kamu.
Sampai saat saya menghubungi kamu lewat sebuah pesan, yang berisi pemberitahuan kalau di luar sana sedang turun rintik hujan. Hingga akhirnya percakapan antara saya dan kamu sore itu, sampai di sesi kamu melontarkan pertanyaan untuk saya.
"Kamu naik apa?" pertanyaan dari kamu yang terlontar dari sisi kiri layar handphone saya.
"Naik motor, kenapa?" jawab saya.
Dan kamu pun menjawab "bareng dong".
Waktu itu saya sedang meneguk air minum, dan saat melihat jawaban dari kamu itu, saya tersedak dengan mata yang sedikit melotot menatap layar handphone itu.
Saya yang tidak tahu harus menjawab apa. Saya pun bertanya letak pasti tempat tinggal kamu dimana, dan kamu menjawab dengan menyebut daerah yang kamu maksud, dekat dengan McD yang bersebelahan dengan perguruan tinggi yang saya dan kamu geluti.
Lantas, saya dan kamu sepakat untuk bertemu di McD sebagai titik temu.
Namun, saya yang tadinya ingin menjemput kamu, nyatanya harus dihadapi dengan pilihan sulit.
Pertama, saya tidak boleh meninggalkan tanggung jawab saya sebagai panitia, hanya untuk menjemput seorang wanita yang belum lama saya kenal.
Dan juga, sudah ada panitia yang bertugas khusus untuk menjemput peserta acara yang tidak mempunyai kendaraan, dengan menempatkan beberapa titik jemput, dan salah satunya McD dekat dengan tempat tinggal kamu itu menjadi titik jemputnya.
Kedua, saya juga begitu ingin menjemput kamu, walaupun saat itu rintik hujan sedang menghiasi langit sore kota ini.
Namun, saya harus mengesampingkan ego ini, karena saya masih mempunyai tanggung jawab sebagai panitia. Dengan seolah-olah saya yang berlagak seperti ingin namun tak ingin menjemput kamu, di baris percakapan antara saya dan kamu.
Padahal, raga ini begitu ingin menjemput kamu. Apalagi, ditambah langit yang sedang menurunkan rintiknya.
"Jadinya, kamu mau saya jemput atau tidak? Kalau sama saya, nanti kehujanan. Kalau kamu ingin di jemput menggunakan mobil agar tidak kehujanan, sudah ada panitia yang bertugas menjemput di titik penjemputan menggunakan mobil" tutur saya menjelaskan kepada kamu.
"Naik mobil saja deh hehe" jawab kamu, sambil saya yang mengepresikannya dengan memajukan bibir dan membuang nafas dengan kencang.
Dan selang beberapa menit, setelah kamu berkata ingin mandi dan bersiap-siap. Kamu pun berucap "eh, sudah tidak hujan. Yuk".
Saya lagi-lagi dibuat terkejut dan tertawa kecil saat melihat pesan dari kamu itu.
Kamu pandai membuat orang tersenyum.
Namun Tuhan mentakdirkan saya tidak menjemput kamu waktu itu. Saya yang memutuskan untuk tidak menjemput kamu, dan kamu juga memutuskan untuk dijemput menggunakan mobil, dan saya pun memberi kontak teman panitia yang bertugas di titik jemput di McD itu.
Saya berkata kepada kamu, bahwa kamu harus yang menghubungi penjemput itu. Kamu yang menjawab tidak mau karena kamu sungkan. Apadaya, saya yang harus memberi tahu teman saya itu untuk menghubungi kamu lebih dulu.
Karena, dari semua teman panitia yang bertugas untuk penjemputan, diharuskan peserta yang ingin dijemput yang harus menghubungi lebih dulu sang penjemput. Namun, kamu berbeda, dan entah mengapa saya hanya mengiyakan seruan kamu itu.
"Teman kamu itu yang harusnya menghubungi saya, seperti ojek online" sebaris pesan dari kamu, yang begitu membuat saya hanya bisa tersenyum.
Lagi dan lagi kamu membuat saya tersenyum kecil saat menatap layar handphone saya. Tak ada habisnya. Baru kali ini, ada orang seperti kamu yang muncul di hidup saya.
Setelah mentari berganti dengan rembulan, saya tidak tahu bagaimana kelanjutan percakapan kamu dengan teman saya yang akan menjemput kamu itu. Begitupun dengan percakapan antara saya dan kamu yang terhenti.
Hingga akhirnya, peserta demi peserta berdatangan. Saya yang sedang bertugas sebagai panitia dokumentasi waktu itu, ketika sedang asyik melihat-lihat foto dan video hasil saya sendiri di samping meja registasi dekat pintu masuk.
Tiba-tiba, ada seseorang yang berdiri di depan saya sambil mengantri untuk registrasi di meja registrasi. Dan secara perlahan, bola mata yang bergerak melihat dari ujung kaki sampai saat saya kaget melihat wajahnya.
Itu kamu!
Saya melihat kamu, lengkap dengan dress hitam yang di lengkapi dengan jilbab bewarna cream yang kamu pakai, persis di depan raga ini berdiri, yang seolah-olah menunggu dan menyambut kamu.
Dan seketika, bibir ini hanya berucap tergugup-gugup untuk menyapa kamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu.
RomanceRasanya, kata "kita" belum pantas di cetuskan dalam kisah ini. Saya dan kamu, terdengar lebih realistis daripada kata tersebut, yang seakan menyatakan kalau saya dan kamu pernah bersama. Berceritakan tentang saya dan kamu, yang di pertemukan Tuhan...