"Apa?" tanya Aiza polos.
"Memberhentikan semua keadaan yang salah. Memberhentikan sesuatu yang gak seharusnya terjadi. Membuktikan kebenaran." ucap Fathan dengan mimik muka yang serius.
"Hah?"
*****
"Yakin bisa?" tanya Nara pada Elea.
"InsyaAllah. Kalian bantu ya, Aiza kasian liat Aura harus begitu terus." ucap Aiza sambil memikirkan banyak hal.
"Oke." ucap Elea dan Nara bersamaan.
"Ini, kamera CCTV yang baru kemarin gue pasang. Aura cewe, gak mungkin gue terus memperhatikannya kan. Aura gak tau kalau ada kamera ini di kamarnya. Hm.. Kalian cuma perlu memperhatikan, lalu kabarin gue kalau terjadi sesuatu yang di lakukan oleh Tante Sarah."
"Tolong bantu gue. Ulang tahun Papa gue tinggal 2 hari lagi. Di hari itu semuanya akan selesai." ucap Fathan serius.
"Apa gak lancang kalau kita begini, tanpa sepengetahuan Aura?" tanya Aiza.
"InsyaAllah engga." ucap Fathan pelan tapi masih bisa di dengar oleh Aiza.
"Oke." ucap Aiza sambil meyakinkan kedua temannya.
*****
Aura yang baru pulang sekolah pun merebahkan tubuhnya di tempat tidurnya, dan memposisikan dirinya senyaman mungkin. Entah apa yang sedang di pikirkan, yang jelas saat ini ia terlihat sangat lelah, itulah yang di liat Aiza di rekaman cctv yang di berikan Fathan saat di sekolah. Aiza melihat ini bersama Nara dan Elea yang langsung merencanakan untuk menginap di rumah Aiza saat rencana ini di laksanakan, agar lebih gampang membantu.
"Aura cantik ya." ucap Elea sambil memperhatikan rekaman tersebut.
"Kayaknya dia cape banget." ucap Aiza kasihan melihat Aura.
Kembali ke Aura yang sedang merebahkan dirinya tadi, tiba-tiba terbangun karena pintu kamarnya yang tiba-tiba terbuka.
"Papa?" ucap Aura bingung.
"Engga sayang, Papa cuma mau nanya sama kamu, ulang tahun Papa sebentar lagi, kamu bantu Mama Sarah untuk mendekor ya. Gimana, mau?" tanya Fahri sambil duduk di sebelah Aura.
"Maaf Pa.. Aura kayaknya gak bisa. Entah kenapa, badan Aura akhir-akhir ini gampang banget cape." ucap Aura yang sangat di perhatikan oleh Fahri.
"Loh? Aura rajin minum obat kan?" tanya Fahri yang di angguki oleh Aura.
"Terapi?" tanya Fahri lagi.
"Abang gak pernah lupa buat antar Aura pa." ucap Aura lembut.
"Ya sudah kalau kamu cape, istirahat aja. Kalau kamu cape, karena sekolah, berhenti aja ya. Papa sudah bilang kan di awal, kamu itu gak bisa sekolah normal, kesehatan kamu itu beda sama yang lain." ucap Fahri yang membuat wajah Aura sedih.
"Kalau ada apa-apa sama kamu, Abang kamu itu benar-benar harus di kasih pelajaran. Ya sudah, kamu istirahat." lanjut Fahri
"Pa..." panggil Aura yang di balas gelengan oleh Fahri, dan memberi isyarat untuk istirahat. Aura yang melihat Fahri keluar kamarnya dengan wajah yang sangat tegas, membuatnya menundukkan kepala. Ia pun berdiri dan berjalan ke meja belajarnya kemudian membuka buku yang ada di sana, dan menuliskan sesuatu yang entah apa itu, sambil memperhatikan bingkai foto yang terlihat sangat di sayangi oleh Aura.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maaf, Saya Menyimpan Rasa
Novela JuvenilYa Allah, apakah saya berdosa menyimpan rasa? Apakah berdosa melihat senyum manis yang terkesan dingin, namun selalu menarik perhatian? Jujur saja, saya sangat takut dengan perasaan ini. Saya takut, perasaan ini membawa saya jauh akan surga-Mu. - Ai...