Saat ini semuanya berada di rumah sakit terdekat dari tempat acara tadi berlangsung. Keadaan Aura benar-benar tidak baik, dan itu membuat Fathan dan Fahri khawatir.
"Aura, Ra.." tangis Aiza pecah sedari tadi saat melihat kondisi Aura yang sangat buruk. Sudah 2 jam dia menunggu Aura di tangani oleh dokter, dan tidak sedetikpun dokter keluar untuk memberi kabar.
"Athan.." panggil Fahri saat melihat Fathan yang terlihat terpuruk di dekat pintu tempat Aura berada.
"Maafin Papa, Than. Papa gak percaya sama kamu dari awal. Papa minta maaf." ucap Fahri pelan sambil mendekati Fathan. Fathan yang mendengar itu hanya bisa diam tanpa membalas apa pun.
"Keluarga Nona Aura?" panggil Dokter saat ia keluar dari ruangan dimana Aura masuk tadi.
"Saya Kakaknya dok." ucap Fathan saat Fahri ingin mendekati Dokter.
"Bagaimana ya menjelaskannya. Kalau saya lihat, keadaan Nona Laura sangat memburuk, tapi entah kenapa walaupun kondisinya lemah, matanya terus terbuka seperti ingin mengucapkan sesuatu" ucap dokter yang membuat Fathan langsung terduduk di lantai.
"Semua keluarga bisa langsung masuk untuk mendukung Aura." ucap Dokter.
"Dia sadar dok?" tanya Aiza.
"Iya dia sadar, tapi kondisinya sangat keritis. Jadi jangan buat dia terlalu banyak berbicara." ucap Dokter yang sangat membuat hati semua yang mendengar sangat sesak menahan kesedihan.
"Athan ayo kita masuk liat adek kamu." ucap Fahri yang membantu Fathan untuk berdiri dari duduknya, namun itu di tolak oleh Fathan, dan Fathan masuk meninggalkan Fahri tanpa berucap apapun.
Saat Fathan masuk, dia dapat melihat banyak alat yang terpasang pada tubuh Aura, namun Adiknya itu masih membuka matanya, mencoba tersenyum saat melihat Fathan masuk, di ikuti oleh Fahri, Aiza dan temannya. Fathan yang melihat senyum Aura, mencoba untuk ikut tersenyum, sebagai tanda memberi semangat.
"Hallo sayang." panggil Fathan mendekati Aura dan mengelus kepalanya sayang.
"Jilbab Aura Bang.." ucap Aura.
"Ini kamu pake kok." jawab Fathan menahan tangisnya. Adik nya ini masih mempertahankan jilbabnya, tidak ingin di lepas mau bagaimanapun keadaannya.
"Pa.. Bang.." panggil Aura yang di angguki oleh Fathan dan Fahri.
"Terima Kasih..." ucap Aura sambil tersenyum lembut.
"Iya sayang, iya." jawab Fahri sambil mencium kening Aura. "Maafin Papa ya Ra.." lanjut Fahri menahan tangisnya.
"Papa gak salah. Papa hanya gak tau sama semuanya. Jadi Papa gak perlu minta maaf." ucap Aura lembut yang membuat Fahri tidak bisa menahan air matanya.
"Papa jangan nangis. Aura gakpapa. Aura senang, semuanya sudah selesai." ucap Aura.
"Abang.. Terima Kasih selalu ada di setiap waktu Aura. Kak Aiza.." panggil Aura pada Aiza yang membuat Aiza sedikit mendekat.
"Bantu Aiza ya Kak, nanti ambilkan kertas yang ada di bawah Bingkai Foto di kamar Aura. Kakak coba mendekat ke Aura." ucap Aura yang membuat Fahri bergeser dan memberikan Aiza ruang untuk mendekati Aura.
"Kak.. Aura titip Abang sama Papa ya. Tadi, Aura senang bisa ketemu Mama, dan kata Mama, misi Aura sudah selesai." bisik Aura pada Aiza yang membuat tangis Aiza pecah. Fathan yang sedikit mendengar itupun masih berusaha menahan tangisnya.
"Aura.." ucap Aiza di tengah tangisnya.
"Kakak tolongin Aura ya. Kakak jangan sedih, Aura bahagia kok. Kalau Kakak sedih nanti Aura malah gak bisa bahagia." ucap Aura pelan dan alat di dekat Aura menandakan kondisi Aura yang semakin menurun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maaf, Saya Menyimpan Rasa
Fiksi RemajaYa Allah, apakah saya berdosa menyimpan rasa? Apakah berdosa melihat senyum manis yang terkesan dingin, namun selalu menarik perhatian? Jujur saja, saya sangat takut dengan perasaan ini. Saya takut, perasaan ini membawa saya jauh akan surga-Mu. - Ai...