The Way 7

46 5 0
                                    

Aku bertanya-tanya mengapa Diana dan dokter Liam memberikan banyak hal padaku, padahal mereka tidak mengenalku sebelumnya. Aku hanya gadis kecil yang di buang di tempat sampah ini dan ditemukan mereka.

Pagi-pagi sekali aku bangun dari tidurku semalam, aku tidak ingat pukul berapa aku tidur hingga kurasa tidurku terlalu singkat. Kusibak horden jendela yang tinggi ini untuk pertama kalinya, menghirup udara segar di pagi hari adalah hal yang jarang bahkan aku sudah lupa kapan terakhir kali melakukannya.

“Selamat pagi dunia.” Kurentangkan tangan di kedua sisi dan memejamkan mata, merasakan pergantian oksigen dan karbon dioksida di paru-paruku. Kicauan burung di dahan cemara mencuri perhatianku untuk mengalihkan pandangan. Kubuka mata dan mendapati pemandangan indah. Burung kecil itu, sibuk mematuk-matuki semut yang terdapat pada dahan, kicauan mulutnya tak berhenti seperti celoteh. Dia bebas, bebas melakukan apa saja dan pergi kemana saja yang dia mau. Aku janji, aku akan bebas dan merebut hidupku kembali dari perasaan-perasaan aneh itu. Meski aku tidak tahu sejak kapan aku hidup dan merasakan kehidupan dalam diriku, hidup dan menjalani kehidupanku sendiri.

Suara pintu di belakangku di buka kemudian suara langkah kaki menyusul.

“Mae sudah bangun. Tumben.” Aku tidak tahu nadanya itu mencibir atau memuji, yang jelas aku langsung menolehkan kepalaku sekarang juga.

“Suara berisik di luar yang membangunkanku.” Ujarku, kemudian beralih ke ranjang sementara Diana langsung memeriksa keadaan kamarku, seperti biasa. Kudongakkan kepalaku melihat ke arah jam, ini masih pukul enam dan aku sudah bangun sejak satu jam yang lalu.

“Mae, sebentar lagi kau mandi ya, sarapan dan menemui seseorang.” Seseorang yang dimaksud mungkin dokter Liam.

Aku hanya mengangguk untuk semua ucapan Diana, lalu kami keluar dan memulai aktivitas hari ini.

♥♥♥

Aku duduk di dekat meja resepsionis dan menunggu Diana yang sedang sibuk dengan seseorang di belakang meja dan juga kertas-kertasnya. Aku tidak tahu mengapa Diana senang sekali membuatku menunggu dan lebih memedulikan kertas-kertasku itu. Satu pemikiran muncul di kepala: Karena kertas-kertas itu lebih menarik dibanding kau yang tidak hidup.

Bosan dengan keadaan yang bertahan hampir sepuluh menit dan Diana belum kembali, kusapukan pandanganku dari sudut kanan ke sudut kiri. Ada banyak hal yang kulihat namun ini tidak menimbulkan suatu perasaan apapun dalam dadaku, hampa. Seorang pria botak dan banyak tato di lehernya yang berada lumayan jauh dariku duduk di pagar rendah pembatas teras dengan luar, kuperhatikan terus dia sampai aku sendiri merasa merinding. Pria itu tertawa lebar seperti psikopat yang haus darah sambil memaki-maki tidak jelas, beberapa orang akhirnya datang membantu suster yang kewalahan dan membawanya ke tempat lain. Untung dia segera pergi, kalau tidak mungkin dia akan mengamuk dan menghancurkan seluruh isi rumah sakit ini. Tempat ini tenyata menyimpan banyak bom aktif yang siap meledak sewaktu-waktu. Mungkin aku salah satunya.

Kualihkan padanganku ke tempat lain, melewati jajaran bunga dan berakhir pada apotek yang sedang sepi. Namun tunggu, ada apa di jajaran bunga?

Kulihat sekali lagi jajaran pot bunga gelombang cinta yang berjumlah lima, sekitar tujuh meter di hadapanku. Ada sepasang mata yang mengintipku entah sejak kapan. Bola mata abu-abu terang itu terus tertuju padaku ketika aku juga terus memerhatikannya. Siapa sebenarnya di balik pot bunga itu? Bagaimana kalau ternyata dia iblis yang di kirim dari neraka untuk membunuhku? Ketakutan dan kecemasan membanjiri diriku dalam sekejap, aku ingin berteriak namun ada batu besar yang menghalangi tenggorokanku. Dua rasa itu menguasaiku seiring tatapan mata itu yang terus memerhatikanku.

The WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang