Aku tidak tahu bagaimana memahami orang lain ketika aku bahkan tidak bisa memahami diriku sendiri.
Justin benar-benar menungguku di luar, duduk di antara bangku taman dan memegang balonnya. Suster yang mendampinginya duduk di sebelahnya, mengajaknya berbicara dan sesekali tertawa bersama. Ada beberapa balon warna-warni yang terbang bebas di udara, melepas dirinya di langit biru. Bebas yang kuimpikan, lepas yang kuinginkan.
“Kau ingin bergabung bersama mereka Mae?” Suara Diana mengagetkanku, dia baru saja keluar dari ruangan dokter Liam setelah membicarakan sesuatu dan menyuruhku menunggu di kursi koridor.
“Sepertinya ada yang ingin bermain yah?” aku tidak tahu apa yang membuat Diana mengatakannya dengan nada menggoda. Aku hanya ingin menghampiri Justin, tidak bermain.
“Ini masih pukul sebelas, kalau mau bermain tidak apa-apa.”
Diana membawaku melangkah ke arah Justin dan susternya, selalu mengandeng tanganku ketika sebelah tangannya membawa kertas-kertas kehidupanku. Kertas yang membuatku berbeda dari teman-teman yang lain. Diana selalu mencatat segala sesuatu tentangku tiap jamnya, membawakanku obat, mengajakku berbicara, dan sekarang kurasa hanya Diana dan dokter Liam yang peduli denganku, memerhatikanku dengan segala usaha mereka untuk membuatku bebas.
“Mae, kau sudah keluar?” Justin bertanya dengan raut girang, aku baru sadar kalau senyumnya tetap terlihat indah walau di lihat dari jarak yang lumayan jauh ini.
“Aku sudah membawakanmu balon, loh.”
“Iya.” Seharusnya aku tidak menjawab iya, Justin tidak bertanya. Mengapa aku merasa hilang kendali jika berada dekat dengannya? Ada yang salah, jangan-jangan Justin punya mantra.
“Mae, aku dan Melisa menunggu di bangku sebelah sana ya,” Diana menunjuk bangku yang berada beberapa meter dari tempatku, kemudian menunduk dan mencondongkan tubuhnya ke arahku. “Jangan melakukan hal aneh oke?” suaranya hanya berupa bisikan. Suara Diana yang lembut itu mengingatkanku, bahwa aku memang tidak pernah bisa mengendalikan diriku sendiri hingga melakukan hal-hal aneh. Aku Maegan West yang aneh, terpisah dan terbuang.
“Oke.” Suara Justin terdengar lantang, kurasa dia berbicara dengan susternya. “Mae,” dia memanggilku.
Diana dan teman susternya sudah duduk di bangku sana dan terlihat berbincang-bincang, membiarkanku hanya berdua dengan Justin. kuharap Justin tidak mengundang Tylar atau Austin, aku tidak mau mereka ribut lagi.
“Mae!”
Pikiranku buyar oleh suara Justin yang memanggilku dengan nada tinggi.
“Kau melamun ya? Aku sudah memanggilmu berulang kali tapi tidak di jawab.”
“Tidak.” lagi-lagi tidak ada suara di kepalaku yang memerintah. Aku menjawab sesuai keinginanku sendiri. Indikasi apa ini?
“Kamu pernah menerbangkan balon tidak?” Justin berkata sembari bangkit dari bangku, tangannya masih memegang sebuah balon yang kali ini berwarna kuning.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way
Teen FictionMaegan West merasa dirinya berbeda dari gadis remaja seusianya. Ketika teman-temannya menghabiskan setengah waktunya di sekolah dengan canda tawa, Mae justru harus rela tinggal di rumah sakit jiwa dan menjalani terapi. Gadis ini tidak pernah ingat h...