Kyuhyun’s
Akhirnya aku selesai latihan untuk pentas seni kampus lusa. Aku mencari dimana Nana, lalu aku menemukannya di taman sekolah, sedang minum susu stoberi.
“Sudah lama nunggu ?”, tanyaku, Nana menoleh dan tersenyum, “Lumayan”, jawabnya.
“Maaf, tadi latihan dulu buat pentas seni lusa nanti”,
“Ada pentas seni ? kau bakal ngapain ?”, tanya Nana, sepertinya excited.
“Hmmm, bernyanyi, aku bakal duet”, mata Nana melebar, “Wow, boleh aku datang ?”, aku menggaruk-garuk tengkukku yang tidak gatal.
“Hmmm, kau mau datang ? well, yah, tentu, tentu saja”, kenapa aku jadi gugup begini ?
“Oke, aku akan datang. Boleh ajak Kimo juga ya ?”, tanya Nana, kali ini aku meliriknya sinis.
“Ngapain lagi ngajak Kimo ?”, Nana menoleh padaku dengan wajah cemberut.
“Hei, Kimo kan tetangga kita juga, kita tinggal benar-benar sebelahan Kyu. Aku menganggapnya bagian dari keluarga kecil ini”, keluarga kecil ?
“Terserah kau saja lah”, ucapku akhirnya.
Sejujurnya ini hal baru bagiku. Sebelumnya aku tidak pernah tampil ditonton orang yang benar-benar mengenalku, maksudku, bukan, bukan berarti Nana dan Kimo mengenalku, tapi, ah, kau mengerti kan maksudku ?
***
Nana’s
Setelah sampai di Mapo, aku menyerahkan formulir pendaftaran part-timeku dulu. Kyu menungguku di luar restoran ramyun ini sampai aku selesai. Katanya, aku bisa langsung mulai kerja besok. Ah, senangnya.
Aku dan Kyu berjalan berdampingan ke rumah susun kami. Tidak-tidak, kami tidak tingggal satu rumah, kami tinggal sebelahan.
Ketika kami sampai di lantai 3 gedung ini, aku melihat seorang wanita yang berdiri di hadapan pintu rumah Kyu.
“Ibu ?”, sapa Kyuhyun. Nada suaranya lebih ke nada memastikan daripada menyapa.
Wanita itu menoleh, dan matanya terbelalak saat melihatku, begitu juga aku, menyekap mulutku dengan tangan saat melihatnya. Wanita itu, rentenir yang pernah datang ke rumah.
“Kamu, anaknya Souji kan ?”, tanya wanita yang bernama (aku biasa memanggilnya) nyonya Yeunjae. “Umm, nyonya Yeunjae”, sapaku sambil menunduk. Jujur jantungku berdetak tidak keruan sekarang.
Kyuhyun nampaknya terkejut melihat aku dan ibunya saling mengenal.
“Kalian saling mengenal ?”, tanya Kyu bingung. Namun nyonya Yeunjae malah menatap anaknya tajam, “Kau tidak seharusnya tinggal di sini nak, anak ini pengerat!”
Hatiku mencelos. Mendadak aku merasa sesak, rentenir itu ibunya Kyuhyun ? orang yang baru saja kujatuh cintai ? sial. Sial,sial,sial.
Aku berlari menjauhi mereka berdua. Pergi ke tempat manapun yang bisa membuatku tenang. Tahu-tahu seseorang menarik tanganku saat aku tiba di persimpangan, itu Kyu.
“Nana kau mau kemana ?”, tanya Kyu dengan nada khawatir.
“Pergi kau! Apa kau sengaja baik-baik padaku hah ? karena kau kasihan padaku ? iya ? kau lebih menyebalkan dari keledai Kyu!”, pekikku. Merasa semuanya tidak adil sekarang.
Aku pergi ke stasiun meninggalkan Mapo. Menangis di kereta dan melewati beberapa stasiun. Tidak peduli seberapa jauh aku naik kereta asal bisa menghilangkah perasaan sedih berkecamuk seperti ini. Sampai akhirnya aku berhenti di Chunceon.
Aku berjalan menyusuri trotoar yang ramai dengan orang-orang pulang kerja dan berbelanja. Kemudian aku berbelok ke tikungan yang mengarah ke Namiseom. Sebuah tempat yang menyediakan jalan setapak dengan pepohonan yang rindang. Karena ini bulan September, sudah masuk musim gugurnya korea selatan.
Jalan setapak didominasi warna kecokelatan hasil dedaunan yang jatuh, menimbulkan suara gemerisik ketika aku melangkah. Namiseom, diambil dari nama seorang pahlawan yang bernama Jenderal Nami. Tapi kurasa tempat ini lebih terkenal karena pernah jadi tempat syuting drama Winter Sonata yang dibintangi Bae Yong-jun dan Choi Ji-woo.
Aku melihat patung mereka berdua yang berhadapan. Menatap patung laki-laki dan wanita itu, berandai-andai kalau itu aku dan Kyuhyun. Ah, si keledai itu.
Aku duduk di sebuah kursi panjang tidak jauh dari patung. Mengusap pipiku yang basah karena air mata. Udara cukup dingin di sini, aku berniat membeli minuman tapi, mengingat sisa uangku yang menyedihkan, jadi, aku mengurungkan niatku.
Biarlah aku di sini sebentar.
***
Kyuhyun’s
Aku mengikuti makhluk tak berotak itu. Dia kira mau kemana ? kau harusnya berpikir sisa uangmu tinggal sedikit Nana.
Tapi dia berhenti di stasiun Chunceon dan turun dari kereta tanpa sadar aku mengikutinya. Aku terus mengikuti perempuan itu.
Melihatnya berjalan dengan menyedihkan seperti ini, membuatku ingin memeluknya dan memberitahu, ‘aku akan melindungimu, jangan khawatir’, tapi, ah, ibuku adalah seorang rentenir ? bukan, tadi ibuku cerita singkat kalau orangtua Nana berhutang padanya selama lebih dari 5 tahun tapi tidak ada satupun hutang yan terbayar. Menurutku wajar kalau ibu menagih haknya, tapi, mungkin itu masalah lain bagi Nana.
Nana berhenti di taman Namiseom. Aku menghela napas, setidaknya dia tahu mana tempat yang aman. Walaupun ini di luar Mapo.
Nana duduk di sebuah bangku panjang yang ada di dekat patung Winter Sonata. Aku mengamatinya dari kejauhan. Apa dia tidak kedinginan ? duduk sendirian seperti itu tanpa minuman hangat ?
Akhirnya aku tidak tahan juga melihatnya menangis lagi. Aku melangkah ke sebuah mesin pembuat kopi hangat, membeli dua cangkir kertas kopi, satu untukku dan satu untuk Nana.
Aku mengulurkan tanganku yang memegang kopi pada Nana, membuatnya mendongak menatapku dengan mata yang sama seperti mata semalam. Mata yang seakan tidak pernah berhenti menangis.
“Gumapta”, ucapnya. Aku mengangguk lalu duduk di sebelahnya.
“Kau mengikutiku Kyu ?”, tanya Nana. Aku meneguk kopi panasku.
“Kau salah paham Nana”, ucapku kemudian. Nana diam saja sambil meminum kopinya.
“Aku cuma pusing Kyu. Kejadian tadi membuatku kaget. Ibumu, pasti menyuruhmu menjauhiku kan ?”, sebenarnya iya, tapi aku tidak mau.
“Ya, tapi, aku tidak peduli lah. Masa bodo”, balasku. Aku melihat seulas senyum terbentuk di wajah Nana.
“Kau harus kuat Nana”, ucapku. Kini dia menatapku, “Aku kurang kuat apalagi ?”, benar juga.
Kurasa Nana paham maksudku. Dia menyadari memang wajar kalau ibuku menagih hutang yang sudah sekian lama tidak dibayar. Apalagi dengan keadaan keluarganya yang begitu. Nana menceritakan semuanya padaku, lalu, entah kenapa aku merasa bersalah padanya.
“Maafkan aku Nana”, ucapku. Nana mengangguk,
“Maafkan aku juga Kyu”, balasnya. Aku menghela napas. Lalu mengajaknya pulang. Hari sudah semakin dingin seiring malam datang.
***
Nana’s
Kyu mengajakku pulang karena hari semakin malam. Aku mengangguk, lalu dia mengulurkan tangannya padaku, membuatku menyambut tangannya dan kami kembali bergandengan tangan.
Kyu, Kyuhyun, biarkan aku menyebut namamu dalam hati. Karena aku percaya, aku percaya padamu. Entah apa sebabnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
30 days to know you
Fanfiction-Kyuhyun's- Aku kedatangan tetangga baru. dia menjengkelkan. aku yang tinggal sendiri kerap kali terganggu dengan tingkahnya yang sembrono. Well, itu sebelum aku mengenalnya lebih lebih. Tunggu ? apa ini ? aku ingin mengenalnya ???