Part 7 : Kimo's confession

346 14 0
                                    

Kyuhyun’s

            Kami sampai di rumah tepat pukul 5 sore, saat senja sedikit lagi datang. Nana tidak banyak bicara selama di perjalanan. Ia duduk di sebelahku dengan manisnya, membagi lagu denganku dari headset yang ia kenakan.

            Walau rasanya aku masih sulit bernapas karena lupa membawa inhealerku, tapi sepertinya aku lebih tidak bisa bernapas karena Nana. Oh ayolah, perasaan aneh apa ini.
            Nana berhenti di depan rumahku, kemudian kami berhadapan. Ingatanku seperti melayang ke seminggu yang lalu ketika aku bertemu dengannya di depan rumah ini.

“Pakai inhealermu oppa”, ucap Nana, aku mengangguk.

“Makasih. Jadi, kau lebih suka memanggilku oppa atau nama saja ?”, am I have to be like this ?
“Sebenarnya aku lebih suka nama. Tapi, tidak masalah kalau aku memanggilmu oppa”,
“Panggil Kyu saja mulai sekarang. Oke ?”, ucapku.
“Kyu, oke”, balas Nana sambil tersenyum. Lalu melambaikan tangan dan melangkah menuju rumahnya.

            Setelah aku memakai inhelaerku, napasku kembali teratur seperti biasa. Hari ini aku lupa membawa nyawaku yang satu ini. Tapi, aku tidak ingat kapan terakhir kali sakit ini membuat hatiku sehangat musim semi.

***

Ketika aku membuka pintu rumah, aku menemukan sepucuk surat beramplop putih. Surat siapa ini ? aku memungutnya dengan sebelah tangan yang sedang menggenggam gelas berisi jahe. Aku membacanya ketika sedang bertengger di teras rumah susun.
        Nana ? kau apa kabar ? maafkan ibu harus mengirim surat padamu karena uang sudah terkikis di sini. Bisa kau percepat pengiriman uangnya ? ibu rasa rekening ayahmu masih aktif. Ayah masuk rumah sakit Na, rentenir sialan itu menagih kami dengan kasar.
        Tolong Na, percepat pengiriman uang.
       
        Apa ini ? surat nyasar ? kenapa pula tukang pos bisa salah kirim surat dan malah memasukkan surat Nana ke dalam pintuku ?
        Tiba-tiba Nana keluar dari rumahnya. Sudah jam setengah 7, bajunya sudah ganti dengan cardigan biru tua dengan jeans.

“Mau kemana ?”, tanyaku hingga Nana menoleh.

“Oh, mau makan malam sama Kimo”, Kimo ? kapan Kimo mengajaknya ?
“Kimo ? aku tidak lihat Kimo mengajakmu makan”, ucapku.
“Dia mengirim sms padaku tadi sore pas kita pulang”, Oh, jadi begitu.

            Aku belum sempat mengangguk sampai pintu rumah Kimo terbuka. Kali ini ia memakai baju hangat yang menyerupai jas. Aku merasakan firasat buruk tentang ini.

“Ayo Nana”, ucap Kimo sambil melambaikan tangan padaku.

“Sampai ketemu Kyu!”, seru Nana sambil berlari kecil menyusul Kimo.

            Mendadak aku menyesal membiarkan Nana memanggilku ‘Kyu’.

***

Nana’s

            Kimo mengajakku makan malam, karena tidak ada makanan di rumah, jadi aku mengiyakan ajakannya.

            Kami makan malam di restoran belut mala mini, belut barbekyunya membuatku jatuh cinta! Aku memesan dua porsi malam ini, untukku dan kimbap untuk Kimo.
           Kimo bertanya banyak tentang sekolah dan keluargaku. Tentu saja aku tidak bisa memberitahu semua tentang keluargaku yang…. Sedikit rumit. Jadi kukatakan padanya kalau aku punya orangtua dan seorang adik laki-laki yang tinggal di Mokpo. Mereka ingin aku sukses dan akan membantu keluargaku. Sepertinya Kimo baik-baik saja dengan jawabanku.
            Aku pun bertanya tentang sekolah dan keluarganya. Ternyata Kimo tidak ambil kuliah tahun ini, padahal sebenarnya umur Kimo tidak beda jauh dengan Kyu. Kimo lebih tua 3 tahun dari Kyu, tapi aku merasa Kyu lebih tua.
           Orangtua Kimo mempunyai beberapa perusahaan dan bekerja tetap di sebuah bank dunia. Kakaknya sibuk jadi menteri PBB untuk Korea. Pantas saja kemarin mereka makan malam di Renaisance seoul, hotel itu termasuk hotel bintang 5. Tidak heran juga kenapa Kimo berpakaian sedemikian rapih seperti hendak menghandiri pesta pernikahan.

“Keluargamu keren”, komentarku sambil mengunyah belut.

“Keluargamu juga, ceritamu unik”, aku tergelak,
“Dari segi mana uniknya ?”, tanyaku. Kimo memutar bola matanya, hendak berpikir.
“Hmm, aku dank au, seperti princess and the pauper”, aku tertawa mendengarnya,
“Ya benar, you are the princess and I am the pauper”, balasku menegaskan.
“Kau bisa bahasa inggris ?”, aku mengangguk pelan, “Sedikit-sedikit sih”, Kimo mengangguk seraya menelan makanannya.
“Kau tahu, aku akan mengatakan satu kalimat bahasa inggris untukmu”, ucap Kimo, aku yang masih mengunyah belut mencoba menatapnya dan bertanya, “What ?”,
“I Love You Ji Hana”, kunyahanku berhenti. Seiring wajah Kimo berubah jadi serius.
“What ?”, tanyaku tidak percaya. Lebih kepada diriku sendiri.
“I Love You, Ji Hana”, No way, it can’t be happened.

            Hening menguasai kami selama semenit. Dan itu adalah satu menit paling aneh yang pernah ada dalam hidupku. Aku memang sudah jalan 2 minggu tinggak di distrik Mapo-gu, tapi, tetanggaku sendiri menyatakan perasaannya padaku, aku harus apa ?

            Hal pertama yang kulakukan adalah bertanya pada hatiku. Apa aku punya perasaan yang sama padanya ? apa aku menyukainya juga atau hanya sekadar suka ?

“Kimo, kau tidak asal bicara kan ?”, tanyaku. Kimo menggeleng,

“Tidak sama sekali”, jawabnya tanpa titik koma.
“Kau orang baik Kimo”, ucapku, “dan aku sama sekali nggak pengen nyakitin hati kamu”, lanjutku, Kimo sudah menunduk menatap piringnya yang setengah kosong.
“Kim, aku menyukaimu sebagai orang baik, dan tetaplah jadi seperti itu. Tapi, kurasa aku tidak memiliki perasaan yang sama denganmu”, Kimo menatapku sekarang. Tatapannya yang sendu itu membuat dadaku sesak.
“Mianhae, Kimo-sshi, dan terimakasih”, ucapku. Kimo tertegun sejenak, kemudian menghela napas.
“Yasudah, gwencana Nana”, balasnya dengan senyum memaksa. Aku meraih telapak tangannya yang tergeletak di atas meja makan di hadapanku.
“Kimo, kita bisa bersahabat. Aku senang membantumu”, ucapku sambil menggenggam tangannya. Kimo tersenyum sendu, “Oke, no problem”

***

Kimo’s

            Jadi, gue ditolak ? mungkin gue menyatakan perasaannya terlalu cepat. Baru kenal seminggu, udah nembak. Nggak lucu banget sih Kim.

         Tapi, Nana menolak gue dengan halus. Justru membuat gue merasa dihargai. Biasanya cewek-cewek yang pernah gue tembak selalu bilang ‘ya’, selama atau sesebentar apapun kita sudah dekat. Nana tidak begitu.
         Dia menghargai perasaan gue dan membolehkan kita untuk berteman-ralat-maksudku-bersahabat. Dia tidak menjauhiku, dia bahkan menggenggam tanganku.
          Tidak, kurasa dia tidak memberiku harapan. Jawaban ‘kita bisa bersahabat’ itu adalah satu penolakan yang tegas ala Nana. Jadi, aku hanya bisa berharap lambat laun Nana bisa menyukaiku. Entah kapan.
         Akhirnya kami pulang dalam diam. Di motor, nggak ada yang memulai pembicaraan seperti saat perjalanan pergi ke restoran ini.

            Kurasa kami sudah sibuk dengan hati masing-masing.

***

m/s

Yup, kan yang jadi Kimo itu kwang-soo ya, nah, bayangin aja di sini ada perombakan sifat aslinya kwang-soo sedikit hehehe. menurut aku sih cocok kalo kwangsoo nunjukin sisi seriusnya dia :D

Keep reading guys! xoxo <3

30 days to know youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang