Part 14 : Apayo (menyakitkan)

354 11 0
                                    

Nana’s

            Sabtu pagi yang kelam di minggu ketiga bulan September. Aku melangkah keluar rumah dengan baju serba hitam. Hendak pergi ke pemakaman nyonya Yeunjae.

            Aku melihat Kyuhyun sedang bertengger di teras koridor, entah apa yang dia lihat di pukul 8 ini. Langit yang mendung seakan tahu ada yang bersedih hari ini. Aku mendekatinya.
           Kyuhyun menoleh padaku dengan wajah sendu. Sejujurnya, dia terlihat tampan dengan setelan jas hitam dan kemeja putih tanpa dasi. Hanya saja wajahnya yang menyedihkan itu membuat hatiku rasanya seperti ditusuk-tusuk.

“Apa aku harus datang ?”, tanya Kyu. Aku menghela napas sembari merapihkan jasnya yang sedikit miring.

“Harus Kyu, ini pemakaman ibumu”, jawabku. Kyu maju selangkah lalu memelukku. Aku membalas pelukannya, tubuhnya sedikit lebih hangat karena kejadian ini.

            Kemudian kami berjalan menuju taksi sambil bergandengan tangan. Sampai di dalam taksi pun Kyu tidak melepaskan genggaman tanganku.

            Perlahan aku menyadari, sesuatu yang pernah kuungkap pada Kyuhyun. Aku mencintainya, mencintai setiap detik menakjubkan darinya, memeluknya, melindunginya.
           Entah aku tidak mendengar atau dia memang tidak pernah mengatakannya. Apa perasaan Kyuhyun sama dengan perasaanku ?
***

Setelah pemakaman selesai, hujan turun. Membuat para pelayat meninggalkan pemakaman dengan payung-payung yang terkembang. Kecuali Kyu yang masih berdiri di hadapan pusara ibunya. Aku tetap berada di bawah pohon, mengamatinya yang main hujan-hujanan.

            Tidak, jangan bilang aku senang karena nyonya Yeunjae meninggal dan aku tidak harus melunaskan hutang orangtuaku. Aku sudah terima gaji 5 hari lebih awal karena kerjaku yang bagus, aku juga sudah mentransfer uang ke rekening nyonya Yeunjae untuk membayar hutang dengan cicilan. Justru dengan kematian nyonya Yeunjae, aku merasa merepotkan.

            Aku menghampiri Kyu ketika hujan semakin deras.

“Kyu, ayo pulang”, ajakku, ikut hujan-hujanan. Kyuhyun tetap berdiri tanpa menoleh padaku.

“Kyu, ayo pulang, kau bisa sakit”, ucapku lagi. Baru Kyuhyun menoleh menatapku.
“Aku boleh mati Nana ?”, tanya Kyu, aku menatap dalam-dalam ke matanya, memahami arti tatapan sendu miliknya.
“Boleh, tapi tidak sekarang Kyu”, jawabku. Kemudian Kyuhyun seperti menegaskan tatapannya padaku, “Kapan aku boleh mati ?”, tanya Kyu lagi, anak keledai ini ngelantur.
“Setelah semua urusanmu selesai. Setelah kau dan aku….”, aku tidak melanjutkan ucapanku.

            Kami bertatapan lama, seperti membaca hati masing-masing. Tiba-tiba Kyu merengkuh kedua bahuku, “Apa yang membuatmu seberani ini Nana ?”, tanya Kyu, aku menggeleng.

“Tidak tahu. Kau membuatku jauh lebih kuat Kyu”, jawabku. Terkadang aku begitu menginginkan Kyuhyun hingga ingin jadi gila rasanya.

“Kenapa aku ?”, tanya Kyu. Aku tetap menatap matanya yang serius.
“Tidak tahu. Kenapa pula aku harus menjawabnya ?”, tanyaku. Masa bodo dengan hujan-hujan ini. “Karena ini penting buatku”, jawab Kyuhyun.
“Dan kenapa pula ini penting buatmu ?”,
“Karena… Dangsinege banhaetsseumnida (aku tergila-gila padamu)”, aku tertegun mendengar pengakuannya.

           Lalu Kyuhyun mendekatkan wajahnya pada wajahku, membuat napasku memburu melihat wajahnya yang tampan sedekat ini.

          Sedetik kemudian ia mengecup lembut bibirku seraya memelukku di bawah hujan. Kukira aku berada dalam mimpi terindahku di bulan September, dan kuharap tidak ada yang membangunkanku di luar sana.

“Dan jangan pernah kau pergi dariku”, bisik Kyuhyun.

***

Kyuhyun’s

            Kami tiba di apartement pukul 3 sore. Pakaian yang lepek ini membuat napasku sedikit sesak seiring dengan udara dingin menusuk tulang. Aku menggandeng Nana sampai di rumah.

“Kau baik-baik saja ?”, tanyaku, Nana mengangguk.

“Aku baik Kyu. Sebaiknya kau buru-buru ganti baju. Aku takut asmamu kambuh”, jawab Nana sambil melepaskan jasku, aku pun mengangguk.
“Baiklah. Maukah kau datang ke kamarku nanti ?”, Nana tertawa ringan mendengar ajakkanku.
“Oke, tapi nggak macem-macem ya pak”, jawabnya, aku tersenyum lalu mengecup keningnya sebelum kembali ke rumah.
***

Nana’s

            Aku masih sibuk menata hati ketika tiba di dalam rumah. Mandi dengan air hangat lalu berganti baju, seakan aku memikirkan bocah keledai itu di setiap apa yang kulakukan.

        Tiba-tiba ponselku berbunyi, aku menyambar ponsel itu dan mengangkat teleponnya.

“Yoboseyo ?”,

“Ya! Nana! Kau harus pulang secepatnya!”, apa-apaan ini ?
“Ada apa bu ?”, tanyaku panik.
Kita harus pindah ke Jeju sekarang! Uang ibu tinggal sedikit dan rentenir mulai menyegel rumah di sini”, ah, aku lupa bukan sama nyonya Yeunjae saja ibu berhutang. Tapi, Jeju ??? itukan jauh dari Seoul.
“Bu, apa ibu sudah gila ? Jeju ? mau tinggal dimana!”, balasku tidak keruan.
Biaya hidup disana lebih murah Nana! Kau harus pulang!”,

“Aku betah disini bu”,

Kau sudah berani melawan hah ? kau bertemu pria disana ?”, bu, kumohon jangan lakukan ini.
“Aku bekerja di sini bu. Penghasilanku lumayan untuk melunasi hutang-hutang ibu”,
Kami juga bekerja di sini! Hutang akan selesai setelah rumah dan segalanya di segel”,
“Bu, bulan depan saja ya ?”,
Ibu tidak mau tahu! Besok ayahmu akan menunggu di pelabuhan jam 10 pagi”, sepertinya tuhan membelot dariku saat ini.

            Setelah selesai mengendalikan emosiku pada ibu, aku melangkah keluar menuju rumah Kyuhyun. Dia membuka pintu rumahnya setelah kuketuk tiga kali, memasang senyum lembut di wajahnya, membuat sesak di dada.

“Ayo masuk”, ucapnya, aku mengangguk dan mengikutinya ke dalam rumah.

            Kyuhyun duduk di depan televisi dan aku duduk di sebelahnya. Menonton acara tv yang menurutku sedikit membosankan.

“Bosan ?”, tanya Kyu, aku mengangguk, lalu aku bergerak hingga akhirnya kami duduk berhadapan. “Cerita saja yuk”, ajakku, Kyuhyun tersenyum memamerkan deretan giginya, membuatnya menggemaskan seperti biasa.

“Kau mau cerita apa ?”, tanya Kyu, aku menggumam, “Kalau kau ?”,
“Aku mau kau melanjutkan cerita ‘malaikat’mu waktu itu”, ledek Kyuhyun, membuatku menoel cuping hidungnya, “Baiklah”.

 “Malaikat itu tampan, sangat tampan. Walaupun sepertinya dia campuran iblis dan malaikat”, ceritaku, kening Kyu berkerut, “Aku iblis ?”, ya, aku mengangguk.
“Kau bahkan tidak menolongku ketika terjatuh di depan rumahmu waktu itu, dan ingat, kau mengataiku wanita murahan”, cecarku sambil mencubit pipinya.

“Hmm, benar juga”, si keledai tidak minta maaf.

“Lalu, manusia seperti aku jatuh cinta pada malaikat itu, dan malaikat itu juga jatuh cinta pada manusia bodoh ini. Lalu mereka…..”, tenggorokanku tercekat.

“Mereka apa ?”, sebisa mungkin aku menahan tangisku.

“Mereka hidup bahagia selamanya, Kyuhyun-ssi”, lanjutku sambil tersenyum.

       Detik berikutnya Kyuhyun menyentuh hidungku dengan telunjuknya, lalu aku menyentil keningnya, “Ya!”, pekiknya, lalu menggelitiki pinggangku hingga aku tertawa, aku membalas menggelitikinya juga, bermain-main dengan seorang laki-laki yang sekarang menjadi kekasihku.

  Kekasihku.

***

m/s

cerita ini dibuat saat si penulis lagi galau.

mudah mudahan feel nya pas......

30 days to know youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang