Chapter 8

3.4K 320 7
                                    

BEGITU KEMBALI KE ruang makan, Sasuke mendapati Sakura yang tengah menyicip masakannya. Ia memasak menu sarapan yang memang sering dihidangkan untuk sarapan keluarga mereka. Jadi, seharusnya tidak ada yang janggal dari masakan tersebut. Keraguan Sakura membuat Sasuke mengernyit heran.

Sakura mengerjap. Ia mengerling pada Sasuke sebelum meletakkan apron di sebuah kursi kosong yang ada di sebelahnya. Mereka duduk berhadapan. Sasuke memperhatikannya yang tengah mengambil nasi ke atas piring untuk kemudian diberikan pada Sasuke.

"Tidakkah sekarang masih terlalu pagi untuk sarapan?" tanya Sasuke selagi menerima uluran piring tersebut.

Bergumam pelan, Sakura berujar, "Kau perlu mengisi energimu sesegera mungkin sebelum beraktivitas. Bukankah para kage masih menginap?"

Sasuke mengambil lauk yang disediakan, kemudian mengangguk. "Masih ada beberapa hal yang perlu kami bahas."

"Itulah kenapa kau perlu sarapan lebih awal," simpul Sakura.

Sasuke menjawabnya dengan gumaman. Ketika hendak menyuapkan nasi, ia mendapati Sakura yang menatapnya waswas, seolah khawatir dengan sesuatu.

"Ada yang salah?" tanyanya selagi menghentikan suapan nasi.

Sakura menggeleng.

"Ah, tentu saja tidak. Aku hanya teringat Sarada."

"Dia bersama Akimichi. Kau tidak perlu mengkhawatirkan masalah makan."

Senyum samar yang jarang dijumpai Sasuke tiba-tiba tercipta di bibir Sakura.

"Yeah, kau benar," ujar Sakura pelan.

Mereka sarapan bersama dalam diam, seperti yang kerap terjadi ketika keduanya belum memiliki Sarada. Kala itu, mereka masih belum terbiasa menyikapi suasana dalam rumah tangga. Sasuke tidak tahu harus bersikap bagaimana, jadi pantas saja jika ia lebih memilih diam. Sakura cukup mengerti pada Sasuke yang memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri dengan kondisi baru mereka. Oleh karenanya, ia ikut tutup mulut. Mereka menghargai keberadaan satu sama lain meski tak mengekspresikannya lewat obrolan. Alasannya karena mereka memang jarang berkomunikasi dan cenderung sulit menemukan obrolan yang pas. Satu-satunya topik yang familier bagi mereka adalah Naruto. Namun, pasca kematian sosok itu, membicarakannya bersama-sama masih terasa tabu. Topik tersebut terlalu sensitif bagi mereka. Dengan begitu, diam adalah opsi yang terbaik.

Keadaan mereka yang sekarang mengingatkan Sasuke pada masa-masa itu, masa ketika mereka berdua kesulitan untuk melanjutkan hidup karena kematian teman baiknya. Mengingat hal seperti ini ketika sedang sarapan bukanlah sesuatu menyenangkan. Ia meneguk air putih sebelum kembali menatap Sakura, melihatnya yang juga sudah selesai.

"Apa lagi yang perlu kuketahui?" ungkapnya memulai.

Menumpuk piring yang baru digunakan, Sakura berujar, "Sharingan yang mereka pakai." Ia menatap Sasuke yang tampak menajamkan mata, menunggunya memberi penjelasan lebih. "Aku tak tahu pemilik asli sharingan ini. Jumlah mereka memang cukup banyak, tapi aku yakin mereka semua hanyalah manusia hasil eksperimen."

"Orochimaru sangat berpengalaman dalam eksperimen semacam itu," balas Sasuke dengan nada tidak suka. Ia menyenderkan punggungnya, bertanya, "Apa yang kau maksud dengan jumlah yang banyak?"

"Mereka tidak hanya satu. Aku tak tahu jumlah pastinya, tapi dari yang kulihat, jumlahnya bisa lebih dari seratus. Anehnya, mereka semua tampak sama, seperti sebuah clone. Itulah alasanku berasumsi bahwa mereka semua hasil eksperimen. Lagi pula, kalau kembali dipikirkan, dari mana semua sharingan itu?"

Menyimpan informasi baru tersebut dalam-dalam, Sasuke menekan marah yang mulai merayapinya. Ternyata ada saja oknum yang ingin mencuri kekuatan spesial Uchiha. Menginginkan mereka untuk menghilang sepenuhnya memang mustahil. Klan Uchiha terlalu hebat untuk diabaikan, bahkan dengan kelangkaan mereka sekalipun. Sasuke tidak terkejut lagi ketika tahu ternyata masih ada pihak-pihak yang terobsesi dengan kekuatan mata klannya.

Strange Behavior [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang