1. Mimpi Dalam Petang

977 93 99
                                    

Seorang gadis kecil tengah bermain disebuah ayunan, sendiri tanpa seseorang, namanya Caramel Deandra Agneta.

Ia benci sendiri, ia benci sepi, dan ia benci gelap. Mama dan Papanya selalu sibuk, ia hanya tinggal bersama pengasuh sekaligus pembantunya, Bi Sarah.

"Non Amel, makan dulu toh, bibi kan udah masak makanan kesukaannya non." Ucap Bi Sarah dengan logat jawanya, tiba-tiba datang dari dalam rumah.

"Bi, mama sama papa belum pulang ya?" Ucap gadis kecil yang kerap dipanggil Amel itu.

Bi Sarah menunduk, mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh mungil Amel, menatap mata coklat nya dengan rasa iba sambil menggeleng pelan, gadis yang malang  pikirnya.

"Bi, Amel kesepian. Masa tiap libur panjang cuma diem di rumah, Amel pengen liburan sama mama, papa. Amel juga pengen punya temen baru."

Bi Sarah tersenyum lembut "Non Amel kan udah punya temen disekolahan, lagian mama sama papanya non kan kerja, cari uang buat biaya hidup non jadi gaperlu sedih. Yaudah Yuk makan dulu." Ucap Bi Sarah sembari membelai lembut rambut panjang Amel bak tuan putri.

"Bibi masuk dulu aja, bentar lagi Amel nyusul." Ucap Amel sembari tersenyum, ia senang bahwa ia benar benar tidak sendiri, masih ada Bibi dan...

"Caramel, main yuk..."

Bisikan itu datang dengan hembusan angin yang menerpa wajahnya.

"Kamu siapa?" Tanya Amel dengan raut bingung, matanya menyelusur keseluruh penjuru taman, hingga tatapannya jatuh remaja lelaki yang mungkin usinya menginjak umur 17 tahun.

"Kakak siapa? Kok tahu nama aku?" Tanya Amel.

"Kakak, akan jadi temen main kamu." Ucap lelaki tersebut.

Seketika raut wajah Amel menjadi berbinar, baru saja ia mengatakan bahwa dirinya ingin mempunyai teman baru.

"Nama kakak siapa?" Lagi. Amel bertanya dengan nada antusiasnya.

"Nama kakak Bryan Verolex Zordi, kamu bisa panggil kakak apa aja." Ucap Bryan sembari membelai lembut rambut panjang Amel.

Mata Amel semakin melebar senang.

Ia mengangkat telunjuknya sembari mengetuk pelan dagunya, ia sedang berfikir. Bryan yang melihat itu tampak gemas ingin mencubit pipi gembul Amel.

"Aha!.. Amel maunya manggil kak Iyan. Boleh ya?" Girang Amel saat menemukan panggilan imut untuk teman barunya, walau umur mereka terpaut sangat jauh.

Bryan terkekeh pelan sambil tersenyum dan mengangguk.

"Kalo gitu kakak manggil kamu Caca aja ya?"

"Asiap!!" Ucap Amel dengan senyum yang tak luntur sedikitpun.

"Yaudah, Caca kamu makan dulu gih. Oh ya, jangan kasih tahu siapapun kalo kamu temenan sama kakak, Ok!" Ucap Bryan lembut.

"Katanya mau main?, kok malah nyuruh Caca pergi sih."

"Caca yang cantik, kamu makan dulu. Besok kita main kesini lagi, kakak selalu ada disamping kamu."

Amel hanya menuruti apa yang dikatakan Bryan, ia melangkah hendak masuk, namun sebelum benar-benar memasuki rumah ia berbalik melambaikan tangan dan tersenyum pada Bryan.

"Aku gaakan biarin kamu kesepian Ca"

Hari sudah gelap, waktuya gadis kecil untuk bermimpi indah, seperti biasa Amel tidak akan mematikan lampunya. Saat menutup mata, Amel merasa ada yang mengawasinya dari pojok ruangan, tapi ia tak berani membuka matanya.

Mungkin terlalu takut, karena disini dirinya 'sendiri' sang bibi berada dikamar lantai 1, sedangkan dirinya berada di lantai 2.

Tiba-tiba lampu kamar berkedip, Amel mengeratkan selimut yang membalut tubuh mungilnya.

Hingga lampu benar-benar mati total, tidak ada cahaya sedikitpun, Amel merasa ada yang memainkan rambutnya, duduk disebelahnya.

Tubuh Amel bergetar, keringat dingin mulai bercucuran, bulu kuduknya meremang ia takut suasana gelap. Ingin berteriak tapi tidak bisa.

Hingga lampu hidup kembali, namun nafasnya tercekat, tubuhnya kaku mendadak.

Sosok disampingnya tersenyum lebar hingga mulutnya sobek dan berdarah, giginya tajam, kelopak matanya penuh luka busuk yang mengeluarkan banyak belatung. Sosok itu masih memainkan rambut lembut Amel.

Tangan sosok itu, sangat kurus, berdarah dengan kuku panjang, tangannya mulai meraba bagian leher Amel, Senyumnya semakin melebar dan mengerikan seolah hendak memakan Amel, dan...

"Aaaaaaaaaaaaa." Amel menjerit keras, nafasnya memburu, keringat dingin mengalir deras.

"Aish, mimpi itu lagi." Lirih Amel.

Mimpi itu, mimpi buruk, yang kerap muncul ditengah kegelapan malam. Itu bukan sekedar mimpi, melinkan kejadian nyata yang pernah Amel alami ketika berusia 7 tahun. Dari sini ia menyadari kemampuan tersembunyinya.

Sejak malam itu Bryan tak pernah muncul, tapi Amel selalu berasa dirinya memiliki perisai yang selalu menjaganya dimanapun dan kapanpun itu.

Amel tidak bodoh ia tahu ada arwah yang menjaganya tapi dirinya tak pernah mengetahui siapa sosok yang selalu menjaga dirinya itu.

Bryan menghilang, Oh bukan menghilang, dia tetap bersama Amel tapi tak mau menunjukkan dirinya. Karena Amel telah sadar ia dapat membedakan manusia dengan sosok halus, Bryan bukan manusia!, ia takut Amel akan membencinya karena dirinya hanyalah arwah.

"Kak, kak Iyan dimana? Katanya kakak bakal ada disamping aku." Lirihnya kembali.

"Kakak pembohong."

-

-

-

-

-

Holla, ini cerita pertama aku. Jangan lupa vote dan comment ya. Cerita di partnya emang pendek, sengaja sih biar gabikin readers bosen.

Gima covernya? Yuk yang butuh cover bisa chat aku ya, untuk harga? kantong pelajar kok *ceritanya promosi*

DARKNESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang