Sedari tadi Amel menunggu bel pulang sekolah, rasanya dihari ini ia merasakan bahagia dan kesialan secara bersamaan.
Namun tak bisa dipungkiri rasa bahagiannya hari ini melebihi rasa bahagia dihari sebelumnya.
Bryan!
Yah dia alasan Amel merasa bahagia untuk hari ini, Amel sungguh merindukan sosok itu, namanya terus terpatri di fikirannya. Bagaimana suara itu, senyum itu, wajah menawan itu.
Disini bukan tentang cinta, tapi tentang kerinduan yang membekas selama bertahun – tahun.
Diva yang sedari tadi melihat ekspresi Amel merasa kebingungan, bukankah gadis itu tadi merasa lesu dan seolah tak memiliki semangat?
"Mel, lo gak kesurupan setan di toilet itu kan?" Tanya Diva dengan keponya.
Amel mengerlingkan matanya, ah sahabatnya ini benar-benar kepo tingkat akut.
Diva yang tak merasa perkataannya tidak diresponpun merasa jengah.
"Mel, gue penasaran deh sama Aneth." Ucap Diva kemudian.
Amel yang mendengar tutur kata Diva pun mulai membalikkan badannya agar berhadapan dengan diva.
"Kita kan udah pernah lihat si Aneth." Ucap Amel.
"Motif si Aneth nempel ke bang Andra sampe bikin dia sering kecapean itu apa sih?" Tanya Diva dengan antusiasnya.
"Jadi Anjay gak tahu sama Aneth? Aduh Anjay bin semelekete. Aneth itu sahbat kecilnya kak Andra, masa Anjay gak tahu sih?" Ujap Amel dengan jengah.
"Ya mana gue tahu, gue dari kecil tinggal sama Oma di Jerman." Ujar Diva.
Pantas saja Diva tak mengenali siapa Aneth.
Ah iya! Amel memiliki kabar gembira yang ingin iya ceritakan pada Diva.
"Anjay, Amel kan tadi cerita kalo kak Bryan nolongin Amel. Nah tau ga sih kak Bryan itu hantu yang dulu bikin Amel gak ngerasa kesepian tauk." Ucap Amel dengan mata berbinar ketika menyebut nama sosok yang dirindukannya.
"Eh, serius lo?" Tanya Diva memastikan.
"Dua rius tau."
"Ganteng gak?" Tanya Diva dengan tingkat kepo yang meninggi.
Amel menjawab dengan anggukan dan senyum yang terukir diwajah cantiknya.
Amel ingin segera bertemu lagi dengan Bryan, menceritakan segalanya, ia ingin melepas rindu yang sudah terkurung bertahun-tahun.
Mungkin dulu Bryan hanya sekedar datang, namun siapa sangka datangnya Bryan dengan waktu singkat membuat Amel tak bisa melupakannya.
Menjadi anak tunggal, tinggal diperumahan, memiliki kedua orang tua yang super sibuk, itu semua bukan keinginan Amel.
Masa kecil Amel bahkan tak seindah dengan masa kecil orang lain.
Tak terasa apa yang sedari tadi Amel tunggu telah tiba, bel yang menandakan seluruh jam pelajaran selesai telah berbunyi.
"Njay, Amel pulang dulu ya bye." Pamit Amel sembari berlari kecil tak lupa ia bersenandung.
"Syukur deh, gue seneng kalo lo juga seneng Mel." Ujar Diva yang kemudian pergi ke kelas menuju parkiran.
Sedngkan ditempat lain, Andra masih terus memikirkan Amel.
Andra yakin, sebelum ia mendobrak pintu dirinya mendengar perbincangan 2 orang, namun saat pintu telah di dobrak, disana hanya ada Amel, sendiri.
Andra masih terduduk dikelas, semua temannya sudah pulang sejak satu jam yang lalu, Andra merasa ada sesuatu yang mengintainya.
Ah! Mungkin hanya perasaannya saja, pikirnya.
***
"BI SARAHHHH, AMEL PULANGGGG!!!" Teriak Amel dengan riangnya, membuat siapa saja yang mendengar teriakannya akan merasa tuli seketika, itulah yang kini sedang di rasakan Bi Sarah (Art).
Begini lah Amel jika sedang merasa bahagia teramat dalam.
"Duh non jangan teriak-teriak, nanti nyonya marah." Peringat Bi Sarah dengan logat jawanya.
Amel sejenak terpaku, apa yang dikatakan bibinya? Jika ia berteriak maka mamanya akan marah? Itu berarti sang mama...
"Bi, mama sama papa pulang?" Tanya Amel yang kini telah menurunkan oktav suaranya.
Bi Sarah tercekat dengan pertanyaan nona mudahnya.
"I-itu non, belum." Ucap Bi Sarah sambil menunduk.
Amel tersenyum kecut.
Ah, bodoh bukan? Ia mengharapkan orang tuanya pulang, seharusnya ia cukup tahu diri, mereka saja pulang hanya beberapa bulan sekali.
"Amel keatas ya bi." Ucap Amel sembari tersenyum kearah sang Bibi.
Amel merebahkan tubunya diatas kasur king sizenya.
Ops! Amel hampir melupakan sesuatu, ia segera membenarkan posisinya menjadi duduk, senyumnya terukir kembali, ia menarik nafas dan menghembuskan secara berlahan.
"Kak." Satu kata berhasil ia ucapkan,
"Kak Iyan." Dua kata telah iya ucapkan.
"Aku tahu kakak disini, apa kak Iyan gamau ketemu Amel?" Ucap Amel masih dengan senyum yang mengembang.
"Kak, aku Cuma pengen ketemu." Lirih Amel.
"Apa Amel pernah buat salah sampai kak Iyan ngejauh?" Tanya Amel yang kini senyum itu pudar.
Amel menunduk dalam, rindu ini mengalir sampai ulu hatinya.
"Hai." Ucap seseorang.
Seketka Amel mendongak, senyum yang sempat luntur kini berkembang lagi.
"Kak Iyannn!" Ujar Amel dengan bahagianya.
Bryan melangkah mendekat, memposisikan tubuhnya disamping Amel.
"How are you Caca?" Tanya Brya dengan senyum menawan itu.
Ah iya! Panggilan itu, panggilan yang sudah lama sangat Amel rindukan.
"Do you miss me?" Amel tak menjawab pertanyaan Bryan, tapi ia ikut bertanya.
"I miss you so much." Jawab Bryan dengan kekehannya.
Amel sangat bahagia bisa berkomunikasi dan bertemu kembali dengan sosok yang sudah ia anggap sebagai kakak kandungnya.
"Apa Amel bisa peluk kak Iyan?" Tanya Amel pada sosok didepannya.
Bryan menggeleng dengan senyumnya, senyum yang terkesan terlihat dipaksakan.
"Why?" Tanya Amel.
"Aneth bisa sentuh aku, tapi kenapa aku gabisa peluk kakak.? Tanya Amel lagi.
"Aku sama Aneth beda Ca, dia memiliki kekuatan yang lebih dari aku, Aneth menghalalkan segala cara untuk bisa melukai orang disekitarnya, jelas beda bukan dengan aku? Ilmu hitam dalam diri Aneth sangat kuat." Jelas Bryan.
Amel megangguk paham, ya tidak bisa memeluk Bryanpun tidak masalah, asal ia bisa melihat Bryan.
"Kak, apa kakak akan selalu disamping Amel?" Tanya Amel dengan nada berharapnya.
Bryan hanya menggeleng, yah dia tak bisa selalu berada disamping Amel, dunia mereka jelas berbeda dan berbanding terbalik.
"Kakak, akan lindungi kamu, kita akan jauhin Aneth dari Andra. Itukan misi kamu?" Tanya Andra.
Amel mengangguk semangat, ah dia bisa berkerja sama dengan Bryan, ini akan mempercepat semuanya.
-
-
-
-
Holla Amel balik lagi, jangan lupa voments kalo ada typo kasih tau ya.
Ok makasih

KAMU SEDANG MEMBACA
DARKNESS
Terror'Mereka' ada... 'Mereka' nyata... 'Mereka' dimana-mana... Aku takut, disaat aku melihat wujud asli mereka. Tapi aku mampu sedikit menyembunyikannya. Aku takut, mereka akan menyakitiku, keluarga dan teman-temanku. 'Mereka' mengikutiku, mengintaiku. B...