13. Si mata bolong

215 17 21
                                    

"Gue jadi ga habis pikir gimana jalan pikir tuh setan."

"Mentang-mentang udah mati aja, otaknya juga mati."

"Coba aja gue bisa nyentuh dia, udah gue cakar-cakar tuh mukaknya, buruk rupa aja belagu, kan gue kesel." Ujar Diva mendumel dengan wajah kesalnya.

"Duh Diva bisa ga sih berhenti ngomel, ntar malah kedengeran sama Aneth gimana coba, lagian sekarang kita ini di sekolah, jangan bahas hal begituan." Langkah Diva terhenti secara mendadak.

"Eh, Aneth denger? Duh mati gue Mel." Ujarnya sembari menepuk keningnya.

"Ya bisa aja tiba-tiba dia lewat terus denger, abis itu Diva dicekik, Kekkk." Ujar Amel sembari menirukan ekspresi wajah tercekik, yang berhasil membuat Diva menelan salivanya secara kasar.

"Melllll, jangan bikin gue takut ah, lo mah ga asik." Cemberut Diva sembari melangkahkan kakinya mendahului Amel.

Amel yang berhasil membungkam mulut Diva tanpa disengaja pun hanya cekikikan.

Amel melanjutkan langkahnya menuju kelas X IPA 2, tak sedikit yang bertegur sapa dengannya, tak heran Amel merupakan gadis sopan yang murah senyum, ditambah wajah polos membuatnya terkesan manis dan sangat imut.

Saat melewati koridor menuju kelas, Amel merasa ada yang berjalan disampingnya, saat menoleh ia menjumpai salah satu kakak kelas yang tersenyum hangat kepadanya.

"Pagi Amel." Sapanya dengan senyum lebar sehingga dapat memperlihatkan lesung pipinya.

"Pagi juga kak." Sapa Amel tak kalah ramahnya.

"Eh, bener kata orang lo itu emang ramah, manis lagi." Ucap kakak kelas tersebut.

"Heheheh makasih kak."

"Eh kita belum kenalan loh, nama gue Malvin Artha Renaldo." Ujar Malvin sembari mengulurkan tangannya yang di jabat oleh Amel dengan senyumnya.

"Caramel Deandra Agneta, um-kak Amel mau ke kelas dulu." Ujar Amel sembari melepaskan jabatan tangan mereka dan pergi meninggalkan Malvin yang masih saja terus tersenyum menatapi punggung mungil gadis tersebut.

***

"Div, Diva marah ya sama Amel."

"Divaaaaa." Rengek Amel menggoyang-goyangkan tubuh Diva yang sedari tadi tak mau menoleh padanya.

"Yaudah sih kalo marahan, Amel bakal manggil Diva dengan panggilan Anjay lagi." Diva mendenguus kesal, baru beberapa hari Amel memanggil namanya dengan benar, eh sekarang mau memulai lagi, sungguh Amel menguji kesabaran Diva.

"Ya, ya, ya serah lo, sabodo lah!" Ujar Diva sembari mengerlingkan matanya jengah.

"Diva tau ga sih."

"Ga." Jawab Diva sekenannya.

"Amel belom selesai cerita tau."

"Yaudah lanjutin, bawel amat dah."

"Hehehe, jadi gini tadi itu ada mas-mas ganteng ngajak kenalan Amel loh, lesung pipinya beuh mantap! Amel bisa kali comblangin Diva kalo mau." Ujar Amel.

"Eh, yakin? Siapa namanya Mel? Kelas berapa? Ah palingan tukang kebun baru."

"Ih serius tau, kalo ga salah tadi namanya Malvin Artha Renaldo." Ujar Amel sembari mengetuk pelan dagunya dengan telunjuk.

"What the Anjirr, heh sumpil lo serius ga sih?" Histeris Diva saat mengetahui siapa nama seseorang yang tadi berkenalan dengan Amel.

"Duh Diva, Amel serius tau, ga boong."

DARKNESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang