5 | it was joke

303 77 41
                                    

"Bisakah tidak membuatku kaget lagi!?"

Kang Daniel, lelaki tinggi berparas tampan itu hanya terkekeh melihat Hyungseob bertindak seolah ingin melemparnya ke ujung dunia. Pipi putih yang biasanya pucat itu kini merah padam karena kesal.

"Kukira kau akan tahu kalau 'ayah' Rui adalah aku. Aku juga yang membantumu melahirkan."

"Iya, aku tahu tapi, tidak dengan mengaku-ngaku sebagai 'ayah Rui'. Hyung tahu sendiri bagaimana sensitifnya aku mendengar kata itu."

Sekalipun masih menyerocos kesal, Hyungseob tetap duduk di sebelah Daniel dan menyajikan teh yang barusan selesai di racik olehnya.

"Maafkan aku. Kukira setelah sekian lama, kau bisa berdamai dengan—kau pasti mengerti maksudku."

Sembari memperhatikan Daniel yang menyeruput tehnya pelan-pelan, Hyungseob berujar lemah,"Seandainya yang datang bukan hyung, aku pasti menyelesaikannya hari ini."

Daniel menoleh dengan wajah bersalah, niatnya membohongi Hyungseob sebagai 'ayah Rui' sepertinya berakhir buruk.

"Aku tidak akan melakukannya lagi, aku janji."

"Ya, tidak apa-apa." Hyungseob tersenyum tipis,"Lagian aku tidak mungkin marah pada hyung lama-lama."

"Omong-omong, kau tidak ada niatan menikah?"

"Kenapa harus?"

"Rui sudah semakin besar, tak lama lagi ia akan menanyakan keberadaan sesosok ayah."

Hyungseob menunduk dalam diam. Ia tidak pernah merasa siap dengan sebuah pernikahan. Bahkan sebelum ia menikah saja, masalah sudah menimpa, bagaimana bila ia menikah nanti?
Bukankah sudah Hyungseob tegaskan pula sejak awal bahwa hidup bersama Rui sudah lebih dari cukup?

Merasa tangannya digenggam, Hyungseob mendongak kaget. Dapat dilihatnya wajah Daniel yang begitu memohon.

"Aku... bisa menggantikan-nya kalau kau mau."

Hyungseob tidak bisa berbohong kalau kalimat tulus itu mampu menyentuh relung hatinya namun, ia kembali bertanya-tanya, bisakah ia menerima Daniel untuk seluruh sisa hidupnya jika mereka benar-benar menikah?

Pada akhirnya, hanya senyum sedih Hyungseob yang menjawab Daniel.

Genggaman hangat itu terlepas, diikuti dengan senyum kecut Daniel akibat rasa kecewa,"Baiklah, akan kucoba lagi lain waktu."

(Kang Daniel belum siap untuk menyerah.)

"Hyung...—"

"Jangan merasa bersalah, Hyungseob-ah. Bukan salahmu tidak bisa memutuskan, ada Rui yang pendapatnya perlu kau pertimbangkan—" Daniel memberi jeda,"—begitu pula dengan kata hatimu."

Kang Daniel sudah berkali-kali menyatakan ketertarikannya pada Hyungseob, berkali-kali pula mencoba meyakinkan Hyungseob untuk meniti hari tua bersamanya namun tetap saja, senyum sedih Hyungseob belum memberikan jawaban pasti.

Lain Hyungseob, lain pula Daniel. Sekalipun ia tidak pernah tahu sosok seperti apakah ayah Rui yang sebenarnya, Daniel yakin, dalam hati Hyungseob hanya ada laki-laki itu. Daniel pun belum pernah melihat tindakan asli dari 'benci' yang selama ini Hyungseob elu-elukan. Dari gelagatnya saja Daniel paham, Hyungseob mencintai laki-laki itu apa pun resikonya.

"Aku harus segera pergi." Ujar Daniel kemudian.

Diam-diam Hyungseob menghela nafasnya lega, ia sudah tidak tahan berada dalam suasana canggung semacam ini,"Baiklah. Mau kuantar?"

toast and butter • jinseobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang