13 | history has its eyes on you

246 53 8
                                    

Usia Hyungseob masih sangat muda ketika ia sadar ada kehidupan lain di tubuhnya.
Semingguan, ia muntah cairan bening di pagi hari, badannya pun mudah lelah dan lemas. Berangkat dari gejala-gejala kecil itu, Hyungseob nekat membeli testpack di apotek dekat flatnya.

Hanya coba-coba.

Kalimat itu terus Hyungseob ulang dalam kepalanya. Pun muncul niat awal untuk membeli testpack karena ia melihat sebuah film dimana pasangan remaja bertindak kelewat batas dan sang gadis hamil dengan gejala awal seperti yang ia alami.

Namun niat 'hanya coba-coba' itu berakhir tragis. Kenyataan tidak akan pernah bisa dibohongi. Jelas ada dua garis merah di testpack yang ia pegang. Reaksi pertama Hyungseob adalah kalang kabut. Ia mencoba berusaha tidak percaya lebih dahulu.

Lagi, untuk yang kedua kalinya Hyungseob berangkat kembali ke apotek dan membeli beberapa testpack lain.

Hasilnya tetap sama; POSITIF.

Hyungseob sudah menangis ketika sambungan telfonnya diangkat Woojin, satu-satunya orang tempat Hyungseob bergantung. Pukul sembilan malam, fakta itu sampai di telinga Woojin.

Kalimat pertama yang Woojin sampaikan adalah,'Tunggu aku di flat, aku akan segera sampai.'

Dan seperti janjinya, Woojin sampai di flat Hyungseob tak lama kemudian. Begitu sosok Hyungseob keluar dari balik pintu, Woojin memeluknya erat bahkan mengecup puncak kepala Hyungseob saking senangnya.

"Ya Tuhan, aku bahagia sekali."

Hyungseob tentu tidak menyangka Woojin akan menerima berita kehamilannya semudah itu sementara orang lain mungkin saja akan marah dan meminta pasangannya menggugurkan anak mereka, parahnya lagi sampai meninggalkan pihak yang sedang hamil. Hyungseob kira Woojin berbeda.

"Apa kita akan baik-baik saja?"

Hyungseob tidak akan pernah yakin. Ia yatim piatu, sedangkan orang tua Woojin adalah orang terpandang. Mereka pasti tidak semudah itu mengizinkan Woojin menikahi Hyungseob.

Bahkan jika dengan menghamili Hyungseob merupakan jalan pintas Woojin untuk menikahinya, tetap tidak akan semudah itu.

"Pasti. Pasti kita akan baik-baik saja."

Malam itu keduanya tidur berdempetan di kasur kecil Hyungseob, berbagi kehangatan lewat pelukan. Kebahagiaan mereka tak lagi dapat diukur.

Namun siapa sangka, kebahagiaan itu lebur dalam semalam. Woojin tiba-tiba hilang seolah termakan bumi. Sekali Hyungseob pernah mencoba menyambangi rumah megah Woojin, tapi suasana disana sepi. Penjaganya pun mengatakan Tuan Rumah mereka tidak disana.

Kemudian Hyungseob pergi, bertekad akan berdiri sendiri. Ia yakin, jika memang Woojin berbeda, lelaki itu akan kembali dan membantunya melangkah. Kenyataannya, tidak pernah ada sosok Woojin berdiri di pintu masuk flatnya lagi.

 Kenyataannya, tidak pernah ada sosok Woojin berdiri di pintu masuk flatnya lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Awalnya mereka bukan bagian dari dunia yang gelap. Jauh sebelum itu, Hyungseob dan Woojin adalah murid sekolah menegah atas biasa. Mereka bermain, tertawa bahkan saling mengejek satu sama lain.

Cerita keduanya bersingungan semenjak salah satu teman Woojin menantang Woojin sendiri untuk mencium Hyungseob. Hanya permainan saja.

"Kenapa harus aku!?" Woojin sempat marah sekali karena dari sekian orang yang memilih 'dare', hanya milik Woojin yang paling buruk,"Dia laki-laki!"

"Ada gosip kalau Hyungseob itu homo."

"Lalu, apa hubungannya denganku?"

"Cium dia seperti kau mencium perempuan. Kita harus coba buktikan Hyungseob benar homo atau tidak."

Yang lainnya menyahut,"Jangan lupa, kita punya video telanjangmu."

Setelah sekian kalimat kasar dan umpatan, Woojin menyetujui tantangan yang diberikan. Toh, bila Hyungseob tidak homo, ciuman itu tidak akan jadi masalah besar.

Sialnya, Hyungseob ada di sekitar sana. Duduk sendirian di pinggir halaman sekolah yang sepi. Jangan heran, seisi sekolah pasti tengah mengisi perut.

Kejadian berikutnya, Woojin sudah duduk di sebelah Hyungseob, menyapanya dengan santai dan sok akrab.

"Ahn Hyungseob, kan?"

"Iya. Kau siapa?"

Uluran tangan Woojin disambut baik. Artinya Hyungseob tidak menolak kehadirannya,"Kenalkan, Park Woojin."

Ragu bukan lagi halangan karena sesaat kemudian Woojin sudah melumat bibir Hyungseob habis-habisan, sedangkan pihak yang dilecehkah tidak dapat berkutik karena Woojin mengunci pergerakannya.

Bandingkan saja tubuh kurus kerempeng Hyungseob melawan Woojin yang berotot dan hobi olahraga, kemenangan tentu berada di pihak Woojin.

Kemudian satu tamparan menjadi pemisah cumbuan itu. Woojin mendengar jelas sorakan teman-temannya dari seberang lain halaman, namun kala itu yang tertangkap oleh indranya hanya suara bergetar Hyungseob.

"Bajingan."

Hidup Woojin tidak lagi tentram setelahnya. Setiap saat Woojin akan terbayang-bayang sosok Hyungseob menahan tangis sambil mengatainya bajingan.

Berita menyimpang Hyungseob ramai dibicarakan. Semakin buruk pula karena setiap mereka berpapasan teman-teman Woojin akan berseru dengan kalimat tidak senonoh, terang-terangan menggoda Hyungseob.

Namun siapa sangka kalau ciuman itu menjadi awal Woojin terjerat. Tahun kedua, mereka dikabarkan berpacaran.

to be continued...

toast and butter • jinseobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang