Guanlin luar biasa bahagia, atmosfir mobil yang tiap hari ia kendarai ke seluruh penjuru kota tidak pernah semenyenangkan ini, bahkan tidak ada suara lain kecuali bisikan kecil radio.Namun hari ini akan jadi sangat istimewa.
Layaknya dongeng dari negeri antah-berantah, Guanlin akan menulis cerita dengan akhir paling bahagia. Perjalanannya memang masih jauh, tapi selama Tuan Putri sudah ada di kursi sebelah, tidak akan sulit untuk menggapainya.
"Saya sangat berterimakasih, Tuan Guanlin."
Suara lemah lembut itu ditanggapi Guanlin dengan antusias,"Tidak masalah. Aku senang ada seseorang yang duduk disini menemani."
Rambu lalu lintas kembali hijau, sembari menginjak tuas gas, Guanlin menyempatkan diri untuk melempar senyum pada pria manis di sebelahnya.
"Anda tidak harus mengantar saya—"
"Aku benar-benar tidak masalah, Hyungseob." Jeda sejenak,"Selama itu kau, aku tidak masalah."
Guanlin tidak melihat wajah Hyungseob, pria itu menoleh ke arah luar, namun Guanlin sudah cukup puas menangkap semburat tipis di telinga Hyungseob.
Apa lagi yang lebih menyenangkan dari ini!?
Gelenyar menggelikan selalu datang tiap Hyungseob melintas di pikirian Guanlin. Sungguh, ia tidak tahu bahwa jatuh cinta bisa jadi euphoria terbaik dalam hidupnya.
Dan untuk orang-orang yang mengira Hyungseob tidak tahu menahu Guanlin sedang menggodanya, kalian semua salah. Hyungseob tahu pasti tujuan Guanlin menawarkannya tumpangan.
Hyungseob cukup menyadari sisi atraktif yang ia miliki. Banyak rekan mengatakannya tampan hingga cantik, kadang kala memuji senyumnya menawan. Tidak ada yang mau menolak pujian, pun Hyungseob.
Toh, tidak masalah juga jika Hyungseob menumpang mobil Guanlin, setidaknya Hyungseob punya sosok lain untuk memulai pelarian baru.
Anak kecil usia enam tahun itu tampak menatap heran sang ibu dan pria asing lainnya bergantian. Alisnya ikut mengerut saking keras si kecil berpikir. Sosok tinggi-putih yang jelas-jelas sangat tampan itu, belum pernah Rui jumpai sebelumnya.
Lain lagi Park Jihoon. Ia yang kemarin-kemarin mengira Hyungseob tidak dapat melupakan sang mantan kekasih akhirnya membawa pria lain. Ini bisa dianggap berita baik, kan?
"Hai, Hyungseob."
Jihoon menyapanya lebih dahulu, tangannya menggandeng Rui sambil menarik Rui mendekat ke Ibunya.
"Mom?"
"Ya, Nak?"
Telunjuk kecil itu menunjuk Guanlin terang-terangan,"Paman ini, siapa?"
"Calon Papamu, Jagoan."
Jihoon menarik Hyungseob ke ruang kerjanya setelah menitipkan Rui pada Guanlin. Ia berdalih ada urusan dengan Hyungseob menyangkut biaya, padahal Hyungseob tidak menunggak dalam hal apapun. Itu hanya bagian dari kebohongan Jihoon saja.
"Aku tidak berpikir kau akan secepat itu mendapat ayah baru untuk Rui—"
"Ini sudah hampir tujuh tahun, Jihoon. Apanya yang cepat?"
Jihoon tercekat, sedikit banyak merasa bersalah. Benar kata Hyungseob, tujuh tahun sudah berlalu dan bukan hak Jihoon pula menghentikan Guanlin mendekati Hyungseob ataupun sebaliknya.
"Lagian yang mengaku-ngaku calon ayah Rui dia sendiri, aku masih belum setuju." lanjut Hyungseob.
Apa perasaan marah bercampur kesal ketika Guanlin mengaku sebagai calon ayah Rui dalam dada Hyungseob. Woojin merupakan satu-satunya kandidat, namun ia gugur di tengah medan perang. Ia tidak berharap ada lagi orang yang berusaha, sudah cukup kecewa sekali. Hidup Hyungseob juga terasa jauh lebih bahagia saat bersama Rui seorang.
"Lalu?" Jihoon menuntut jawaban pasti.
"Apanya yang 'lalu'? Aku hanya akan membiarkannya, terlalu riskan untuk memutuskan sekarang."
"Tapi sepertinya dia cukup mapan untuk jadi kepala keluarga."
Gambaran latar belakang Guanlin cukup jelas hanya dengan melihat cara Guanlin berpakaian. Pemuda tampan itu punya rambut hitam yang di sisir rapi, setelan jas dan jam tangan mewah serta tumpangannya yang bukan merek mobil biasa. Cara berdirinya pun cukup berbeda dari orang lain, terlihat jauh lebih bermartabat. Jihoon langsung menangkap image itu hanya dalam beberapa detik.
"Uang bukan patokan untukku, Jihoon."
"Kalau begitu tetap pertimbangkan. Dia tidak terlihat main-main."
Menuruti perintah Jihoon, Hyungseob mempertimbangkan Guanlin sekali lagi. Pertimbangan pertama kali Hyungseob adalah saat Guanlin menawarkan tumpangan. Kemudian kedua kalinya kala Guanlin mengaku sebagai ayah Rui dan Hyungseob masih belum memutuskan.
Mungkin saat inilah kali terakhir seorang Ahn Hyungseob melangkah seorang diri. Bila memang hubungan ini tidak berjalan lancar nantinya, Hyungseob hanya berharap ia tidak terluka, karena satu-satunya ketakutan Hyungseob adalah dilukai.
to be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
toast and butter • jinseob
Fanfiction[hiatus] ㅡㅡㅡㅡㅡ ❝ Ahn Hyungseob and Ahn Rui just like toast and butter, inseparable ❞ ㅡㅡㅡㅡㅡ • woojin x hyungseob • b x b yeowonn © 2019