Lai Guanlin lahir dari keluarga yang sempurna. Ayahnya seorang pengusaha kaya raya dan Ibunya adalah ibu rumah tangga terbaik. Semua temannya selalu berkata begitu, tetapi Guanlin tidak pernah memikirkan hal yang sama.Coba kita sedikit mundur ke Guanlin kecil yang duduk di bangku sekolah dasar.
Rapat wali murid selalu diadakan sebulan sekali. Entah karena sekolah mengadakan acara atau sekedar rapat biasa. Saat anak-anak lain sibuk menempel dengan orang tua mereka, Guanlin akan duduk sendiri di bangku taman. Ayah atau Ibunya tidak pernah datang. Kadang bila Guanlin beruntung, sopir keluarga akan menggantikan kehadiran orang tua Guanlin yang abstain.
Dan lagi, hidup di istana tidak semenyenangkan itu.
Seorang pangeran di tuntut berperilaku sopan dan menaati peraturan bahkan di dalam istananya sendiri, memberikan contoh baik sebagai penerus kerajaan yang bermartabat. Kadang pula tidak mendapat keadilan yang setimpang, seperti boneka hidup. Ungkapan ini mencerminkan kehidupan Guanlin lebih gamblang walaupun tidak seekstrem itu.
Guanlin dituntut meneruskan kedudukan Tuan Lai sebagai pemimpin perusahaan dan sekalipun ia dulu sempat menolak, Guanlin rasa kini ia menikmati tahta yang akan diserahkan. Menjadi seorang pemimpin bukan suatu hal buruk, daripada fokus terhadap tekanan menjadi seorang pemimpin, Guanlin lebih tertarik bagaimana seorang pemimpin berdiri di atas demi kepentingan para bawahannya.
Ada hal lucu yang terjadi ketika Guanlin memutuskan untuk meneruskan jabatan Sang Ayah, yaitu pendamping.
Ia tidak pernah berpikir bahwa orang tuanya akan meminta seorang pendamping bahkan ketika umur Guanlin belum genap dua puluh tiga tahun. Pada dasarnya sisi ekonomi Guanlin memang siap untuk hidup dalam pernikahan, namun mencari pendamping tidak semudah itu.
Pernah suatu hari Guanlin menanyakan mengapa kedua orang tuanya keukeuh sekali ingin Guanlin menikah muda, dan jawaban ibunya adalah; tidak apa-apa, hanya ingin saja.
Pun seperti itu, Guanlin tetap kepikiran. Belum ada mantan kekasihnya yang benar-benar ia seriusi. Mereka semua hanya lewat sampai-sampai Guanlin lupa siapa saja orangnya. Hubungan asmaranya tidak seromantis pasangan kekasih pada umumnya. Ia berpasangan, namun tak memberi hati.
Hari ketika ia bertatap muka dengan Hyungseob mungkin jadi pertama kalinya Guanlin jatuh cinta. Guanlin tahu Hyungseob laki-laki dan ada kemungkinan besar kedua orang tuanya menolak pilihan Guanlin, tapi ia tidak akan berhenti sebelum mencoba.
"Ternyata dia tidak pernah bercerai, Tuan Muda." Informan Guanlin, Yoo Seonho, datang dua hari setelah Guanlin mengantarkan Hyungseob ke penitipan anak. Ia sendiri yang mengirim Seonho untuk menyelidiki status Hyungseob.
"Lalu, anak siapa bocah itu?"
"Nama lengkapnya Ahn Rui. Ahn Hyungseob sendiri yang melahirkan Rui di Rumah Sakit Swasta dengan biaya santunan dari salah satu dokter disana. Ahn Rui lahir diluar nikah."
Seonho diam. Raut wajah Guanlin terlihat tidak bersahabat saat Seonho menyebutkan asal-usul Rui.
"Ck, bocah itu akan jadi pengganggu kemajuan hubunganku."
"Yoo Seonho, cari tahu siapa ayah anak itu dan kabari aku secepatnya!"
"Baik, Tuan Muda."
Mungkin mulai dari sini, Guanlin akan sedikit bermain licik.
"Mom, apakah aku tidak bisa bertemu Dad lagi?"
Sore itu Hyungseob sampai dirumah lebih cepat, pekerjaan kantornya tidak terlalu banyak dan ia bisa selesai tepat waktu. Heejin bilang, tidak apa-apa sekali-kali pulang lebih cepat demi keluarga. Gadis itu juga pasti akan melakukan hal yang sama sesekali jika ia sudah punya anak nanti.
Baru saja Hyungseob menaruh barang belanjaannya di meja, ia bahkan belum sempat menaruh tas kerjanya dan Rui sudah ada di bawah kakinya, menatap Hyungseob dengan mata berbinar penuh harap.
Hyungseob berjongkok untuk menyamai tinggi anaknya,"Eum, entah. Dad orang yang sangat sibuk dan Mommy tidak bisa memastikan apakah dia bisa menemuimu dekat-dekat ini."
Siapa juga yang bisa memastikan jadwal pemimpin perusahaan seperti Woojin, Felix yang punya kemungkinan besar untuk tahu saja, kadang akan terkejut dengan rangkaian mendadak kegiatan baru. Hyungseob menghela nafasnya pelan, sedikit menyesal telah mengecewakan anaknya, namun kemudian terbesit satu ide menarik dalam kepalanya.
"Sebagai gantinya," Rui terlihat tertarik dengan kalimat awal sang Ibu,"bagaimana kalau bertemu Paman Guanlin?"
Binar yang sempat hinggap di sepasang mata Rui lenyap, tergantikan kembali oleh redup kesedihan,"Maunya Daddy."
Mutlak.
Hyungseob rasa tidak ada cara lain lagi kecuali mempertemukan keduanya, meski Hyungseob sendiri agak enggan.
"Baiklah, Mommy akan coba hubungi tapi sebagai gantinya Rui tidak boleh merajuk. Deal?"
Rui memekik girang,"Deal!"
"Tuan, saya tidak berhasil menemukan informasi terkait ayah kandung Rui."
Yoo Seonho ketar-ketir sendiri ketika mendapati Tuannya, Lai Guanlin, mengirimkan tatapan marah ke arahnya. Ruangan luas tempat Guanlin bekerja seolah terasa sangat menyesakkan.
"Kenapa tidak bisa?" Suara calon pemimpin perusahaan itu terdengar dingin.
"Maafkan saya, tapi kemungkinan Ahn Rui adalah anak hasil hubungan satu malam."
Guanlin mendengus kesal. Ditilik dari riwayat hidup Hyungseob yang datanya berhasil Guanlin temukan, kemungkinan yang disebutkan Seonho bisa saja sebuah fakta. Apalagi Hyungseob yang bukan dari kelurga kaya bisa tetap bertahan hidup dan mengurus anaknya sendirian. Lelaki cantik itu hanya lulusan sebuah universitas biasa, meski ia sedikit lebih pintar dari yang lain. Dan kapasitas otak tidak menentukan seberapa besar peluang seseorang untuk hidup nyaman. Namun kasus Hyungseob berbeda, setelah lulus ia segera mendapat panggilan kerja dan hidup dengan baik. Ada kemungkinan besar Hyungseob melakukan segala cara untuk tetap hidup.
"Keluar!"
Seonho tentu tidak ragu-ragu melangkah balik ke pintu keluar, Guanlin pasti tengah marah dan tidak ingin diganggu.
'Ya Tuhan, majikanku menyeramkan sekali.' Batin Seonho.
to be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
toast and butter • jinseob
Fanfiction[hiatus] ㅡㅡㅡㅡㅡ ❝ Ahn Hyungseob and Ahn Rui just like toast and butter, inseparable ❞ ㅡㅡㅡㅡㅡ • woojin x hyungseob • b x b yeowonn © 2019