6 | annoyance

283 73 11
                                    

Tawaran untuk mempertemukan Rui dengan ayahnya tidak pernah menggiurkan sama sekali, karena memang Hyungseob sendiri tidak punya niatan begitu.

Sudah seharusnya Rui mengenal Woojin tapi nyatanya yang belum siap bertemu bukanlah Rui, melainkan Hyungseob. Rui sudah menjadi segalanya bagi Hyungseob, bagaimana kalau tiba-tiba Rui lebih memilih Woojin daripada dia. Ia hanya tidak ingin kehilangan orang terkasih untuk kesekian kalinya, terutama Rui.

Wanita paruh baya itu masih duduk di ruang tamu kediaman Hyungseob, memperhatikan pemuda dihadapannya dalam diam sedangkan wajah Hyungseob terlihat keruh begitu mendenger penjelasan lengkap mengenai niatan Park Haejin untuk mempertemukan Rui dengan Woojin.

"Saya akan mempertimbangkan—"

"Mau sampai kapan, Nak?" Haejin menyela,"Sampai sepuluh tahun kemudian? Sampai aku dan suamiku meninggal? Aku begitu mengharapkan kehadiranmu dalam keluarga kami."

Hyungseob tersenyum getir. Kepulan uap teh di atas meja telah lenyap tak berbekas, menyisakan dua cangkir yang isinya telah dingin.

Dulu, Hyungseob sempat memimpikan hal yang sama; hidup sebagai bagian dari keluarga Park, namun bersamaan dengan luka yang tertoreh, Hyungseob melangkah mundur. Ketika lukanya berangsur sembuh, haruskah luka itu kembali di buka?

"Baiklah aku akan mengajak Rui bertemu dengannya—"

Haejin tersenyum lega mendengarnya.

















"—tapi, tidak dengan menjadi bagian dari keluarga Park."

"Kenapa, Nak!?"

Agaknya, wanita itu mulai putus asa dengan sikap keras kepala Hyungseob.

"Keputusanku sudah bulat, apapun yang terjadi, aku tidak akan kembali bahkan bila Woojin yang meminta."

Helaan nafas berat menyapa pendengaran Hyungseob, wanita paruh baya itu diam sejenak, sebelum kembali tersenyum. Ia tahu senyum itu terlihat pedih, namun ia akan abai.

"Ibu akan selalu menerima keputusanmu, tapi Ibu harap kau mempertimbangkannya lagi." Wanita itu kemudian beranjak dari duduknya diikuti Hyungseob,"Ibu pulang."

Hyungseob membeku di posisinya, namun matanya dapat menangkap langkah berat dari sosok yang berumur lebih dari empat puluh tahun itu.

Hari Senin Hyungseob harusnya bisa jadi lebih menyenangkan, setidaknya bukan diawali dengan berita bahwa Pemimpin perusahaan ini di rolling dengan Pemimpin baru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari Senin Hyungseob harusnya bisa jadi lebih menyenangkan, setidaknya bukan diawali dengan berita bahwa Pemimpin perusahaan ini di rolling dengan Pemimpin baru. Heejin bilang, Pemimpin baru ini memang yang lebih berhak memimpin, namun karena suatu keadaan, harus digantikan oleh orang lain terlebih dahulu.

Sebenarnya bukan urusan Hyungseob juga kalau pemimpin perusahaan diganti. Toh, Hyungseob akan terus bekerja.

Namun yang mengganggu Hyungseob sejak tadi adalah nama dari Si Pemimpin Baru. Heejin pun mengatakan hal yang sama seperti karyawan lain ketika Hyungseob mencoba mencari jawaban pasti.

Setelah menunggu sepuluh menit, sosok yang ditunggu-tunggu datang dengan setelan jas mahal dan rambut merah yang tertata rapi. Ia sempat bersalaman sejenak dengan pemimpin lama sebelum mengedarkan pandang pada kumpulan karyawan.

Hyungseob yang kala itu berdiri di barisan terdepan tentu tak luput dari sapuan intens si pemilik mata, namun bukan Hyungseob bila ia tidak membuang muka terlebih dahulu.

Sosok itu, Park Woojin, orang yang selama ini Hyungseob hindari eksistensinya.

Sosok itu, Park Woojin, orang yang selama ini Hyungseob hindari eksistensinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Heejin terlihat senang sekali begitu mereka sampai di ruangan Hyungseob.

Gadis itu berujar santai sambil meletakkan berkas baru yang perlu Hyungseob teliti."Tuan Woojin tampan sekali."

Hyungseob ingin menimpalinya, mengatakan bahwa pria itu adalah orang yang ia hindari selama ini, namun lidahnya kelu. Sebaliknya Hyungseob malah ikut tertawa dan menyetujui kata-kata Heejin.

"Ya, dia memang tampan."

Gadis itu kemudian merapat pada Hyungseob dan berbisik di telinganya,"Kau suka, kan?"

"Kenapa tidak? Maksudku..." Hyungseob menjeda,"dia tampan, kaya dan masih sendiri. Siapa yang tidak mau?"—kecuali aku tentunya.

Nampaknya Ahn Hyungseob adalah aktor terbaik soal menyimpan sakit. Heejin bahkan tidak dapat menangkap senyum kecut yang hadir di wajah Hyungseob.

Gadis itu harusnya lebih tanggap.

Rupanya, Park Woojin mencoba mengusik Hyungseob lebih jauh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rupanya, Park Woojin mencoba mengusik Hyungseob lebih jauh. Keesokan harinya, dua jam sebelum pulang kantor, Heejin masuk ke ruangannya panik, rambut panjangnya bahkan terlihat berantakan.

"Tuan Woojin memanggil anda ke ruangannya."

Pena di genggaman Hyungseob meluncur jatuh,"H-hah?"

"Sekretarisnya menelfon barusan. Ada hal penting yang ingin Tuan Woojin bicarakan soal marketing, tapi kuharap bukan suatu yang buruk."

Hyungseob tentu gelagapan, segera di raihnya pena yang jatuh dan note yang berisi catatan pekerjaan dari atas meja,"Aku akan segera kembali."

Namun ketika Hyungseob sampai disana, Woojin tidak mengajaknya bicara selain mempersilakannya masuk dan duduk, dan hari itu tiba-tiba berlalu begitu saja.

to be continued...




Jadi, mumpung bangun sahur, aku update sekalian aja, wkwk.

Lebaran tinggal H-3, nih. Sudah siap kembali menjadi suci?

(tapi abis itu maksiat lagi, sih)

Maaf ya kalo aku sebagai author suka ngeselin, suka php, kadang malah ga update apa-apa, tampol aja aku biar sadar. Jangan lupa voment, ih. Nggak voment, aku kentutin via online :)

toast and butter • jinseobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang