Woojin terbangun kala langit masih gelap, sayup-sayup ia dapat mendengar kehidupan mulai bergerak. Tentang semalam, tidurnya terasa lelap sekali.
Ia melongok ke sebelah, sekedar memastikan. Rui masih tertidur pulas namun sisi lainnya telah kosong. Ada suara air mengalir dan dentingan kecil benda kaca saling berbenturan dari arah dapur.
Pemandangan pertama yang Woojin lihat setelah keluar kamar adalah Hyungseob yang sibuk memasukkan piring bersih ke dalam rak, pekerjaannya sudah selesai.
Dehaman Woojin menjadi pengalih perhatian Hyungseob dari kegiatannya menata piring, pun ia terlihat kaget mendapati Woojin sudah bangun dan menemuinya sepagi ini.
"Apa aku membangunkanmu?" Tanya Hyungseob kemudian.
"Tidak, kok. Aku memang biasa bangun jam segini dan minum kopi."
"Oh...," Hyungseob sibuk mengelap pinggiran washtafel yang terkena percikan air, sedangkan Woojin duduk di meja makan.
"Mau kubuatkan kopi?"
"Tentu, kalau tidak merepotkan."
Kemudian keduanya berakhir duduk bersama, dengan segelas kopi dan teh chamomile di hadapan masing-masing. Kepulan asap panasnya melambung naik ke atas, menciptakan riak abstrak sebelum hilang.
Di saat seperti ini, Woojin sebisa mungkin tidak merusak suasana. Ia akan memetakan pemandangan apartemen remang-remang dan sosok Hyungseob yang menatap keluar jendela dalam ingatannya. Bibir pria dihadapannya terlihat pucat, mungkin karena tidak mengenakan riasan, tapi ia tetap semewan yang pernah Woojin ingat.
Langit mulai berubah warna menjadi biru tua dengan sedikit bias jingga tipis. Udara yang tadinya terasa sangat dingin kini mulai menghangat.
Puluhan tahun hidup di dunia, Woojin sadar ia belum pernah bersyukur bisa melewati berbagai momentum indah semacam ini. Tidak pula ia menyadari bahwa akan ada hari dimana ia dapat merasakan dadanya berdegup hangat dan antusias.
Untuk kedua kalinya, Woojin jatuh cinta.
Jam di dinding menunjukkan pukul enam kurang lima belas menit. Pun gelas dua orang dewasa itu telah kosong melompong. Hyungseob sibuk dengan tab berisi pekerjaannya, pria manis itu terlihat fokus membaca data dan dokumen sedangkan Woojin tetap diam sambil memperhatikan raut wajah serius Hyungseob.
Hari ini akan ada presentasi akhir bulan, Hyungseob sebagai Manager Divisi pun harus menginformasikan kinerja divisinya kepada sang Pimpinan yang tidak lain adalah Woojin sendiri.
Dehaman pura-pura Woojin terdengar sepuluh menit kemudian, pria itu menyengir lucu seolah tidak punya dosa.
Hyungseob balas menatapnya kesal,"Apa!?" Ujarnya terganggu.
"Tidak perlu nervous untuk presentasi nanti, aku akan menyelamatkanmu."
"Kurasa tidak perlu," balas Hyungseob,"Jangan sampai ada yang curiga dengan sikapmu."
Senyum yang tadinya bertengger di wajah Woojin, perlahan luntur. Lagian apa untungnya pula Woojin membantu Hyungseob, yang ada malah orang-orang akan curiga dan mereka akan mulai mencari informasi masa lalu. Jangan sampai kebejatan Woojin menyebar ketika jabatannya barusaja naik.
"Ya." Woojin kemudian bangkit."Aku bangunkan Rui dulu."
Hyungseob tidak menyahut, tidak pula peduli pada Woojin yang menatapnya kesal. Ia hanya mencoba memahami power-pointnya dengan lebih baik.
Pukul delapan tepat, Woojin berdiri di depan mobilnya lengkap dengan setelan jas hitam dan rambut klimis. Ia tengah menunggu Hyungseob dan Rui di depan lobby apartemen.
Ketika melihat dua sosok yang ditunggunya keluar, ia kembali merasakan dadanya menghangat. Gambaran Hyungseob menggendong Rui dan ia yang tengah menunggu mereka seperti impian besar. Woojin tidak ingin hari seperti ini berakhir begitu saja.
Di perjalanan, Rui tidak henti-hentinya berceloteh senang dan bergerak kesana kemari di dalam mobil. Hyungseob sudah berkali-kali meminta Rui untuk duduk tenang, namun si anak tidak mendengarkan. Baru ketika mereka sampai di tempat penitipan, Rui kembali dapat diajak kompromi.
Fokus bocah usia 6 tahun itu beralih pada Chaewon yang tengah digandeng Jihoon di pintu depan tempat penitipan. Rui ikut melambai ria ketika Chaewon melambai ke arahnya.
"Anak itu siapa?" tanya Woojin penasaran.
Hyungseob menoleh,"Namanya Chaewon. Rui menyukainya."
Woojin hanya diam, bibirnya berusaha untuk menahan senyum namun ia tahu, rasa bangga memenuhi rongga dada dan paru-parunya. He is literally breathing on it.
to be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
toast and butter • jinseob
Fanfiction[hiatus] ㅡㅡㅡㅡㅡ ❝ Ahn Hyungseob and Ahn Rui just like toast and butter, inseparable ❞ ㅡㅡㅡㅡㅡ • woojin x hyungseob • b x b yeowonn © 2019