XXI

2K 266 27
                                    








[🍁]

Ada makna dari setiap pembicaraan dan penuturan, bahkan terselip benar dan tidak di dalamnya. Bicara bisa menjadi dalang dan biang dalam konteks pemahaman dan tidak sepaham, bicara bisa melebar membentuk perdebatan, dan bicara dapat menjadi kekuatan untuk mempengaruhi setiap orang demi satu keuntungan.

Namanya Jeno, pernah di rawat oleh keluarga Lee yang terbilang kurang berada, dan kemudian menemukan keluarga kandung yang memiliki lebih dari sekedar daya. Bagi sebagian orang terlihat berbeda adalah sebuah keistimewaan, tapi sebagian yang lain ngotot menuntut kesetaraan.

Dalam diri Jeno melekat kuat sebuah anggapan, tidak suka dirinya di lecehkan, dipengaruhi, dimanfaatkan, ataupun diabaikan. Jeno memegang prinsip bahwa ia harus selalu menjadi kepala, kemudian mendelegasikan anggota tubuh dan organ lainnya untuk mewujudkan apa yang ia inginkan. Ia bekerja taktis, berusaha tidak menonjol namun hasilnya fantastis. Pujian dan sanjungan akan datang ketika orang sudah mulai memandang, dengan sendirinya mereka akan mulai mendekat hanya karena kekaguman dan penasaran. Lalu dengan mudah Jeno akan menggerakan dan memberdayakan mereka layaknya alat untuk mewujudkan apa yang ingin ia capai dan tuju.

Hukum alam yang menjadi pegangannya, jika kau tidak memanfaatkan orang lain untuk mencapai tujuanmu maka orang lain yang akan memanfaatkanmu demi tujuan mereka.

Siang ini Jeno berkunjung ke tempat Jaehyun bekerja, sambil menunggu Jeno membuka ponsel dan memeriksa email yang masuk ia mengawasi grafik-grafik dan laporan kemajuan hotel yang ia kelola. Menyorot persentase harga saham dan jumlah pemasukan lalu mencocokannya dengan target dan perencanaan yang telah di rancang sebelumnya.

Sangat progresif, deretan angka yang terukir sangat tinggi di layar menjadi manifestasi kerja kerasnya saat ini. Jika ada yang berkata ambisi tidaklah penting, Jeno merasa tidak peduli. Baginya ambisi bukan sebuah penghalang misi, ambisi jika dikelola dengan baik malah akan menjadi semangat membara yang tahan uji.

Jeno melonggarkan dasinya, mengambil sebentuk bandul kalung berbentuk tabung yang selalu ia kenakan di leher. Kalung yang ditemukannya bersama Eunshi kala gadis itu mengalami kecelakaan besar.

Lalu pikirannya teralih pada nasehat yang pernah ibunya beberkan singkat. Irene selalu mengajarinya tentang kasih sayang sesama manusia, perihal mengenai...

...Memaafkan.

Lalu ibunya akan menambahkan dua kata di akhir kalimatnya, ".. seperti Jaemin.."

Juga di satu sore yang lain ketika keluarganya tengah berkumpul, beberapa waktu setelah sang ibu di nyatakan sehat dari kejiwaannya. Ibunya berkata,
"Pedulilah terhadap orang lain, dan kau akan mendapatkan teman-teman yang peduli juga padamu, atas dasar ketulusan bukan atas dasar keterpaksaan.."

Lalu jeda kalimat itu selalu di lanjutkan, "...seperti Jaemin.."

Padahal Jeno selalu berusaha tiga kali lipat lebih dari anak-anak yang rajin, belajar lebih banyak dari anak-anak yang tekun, berharap ada satu kesempatan untuk ibunya membanggakannya. Tapi hal itu tidak pernah terjadi, seolah setiap pencapaiannya adalah sesuatu yang biasa, dan Jaemin yang selalu istimewa.

Jeno memperhatikan sang kakak yang tengah melepas sarung tangan, wajahnya penuh bercak bekas piranti bengkel dan juga keringat mengalir.
"Kakak bisa bekerja di hotel."

"Tidak Je, kakak baik-baik saja kerja di bengkel apalagi ada Winwin dan Jungkook juga di sini."ujar Jaehyun, ia mendudukan diri di samping Jeno, mengerang pelan sambil memegangi pinggangnya.

"Tapi kak kalauㅡ"

"Tak ada pekerjaan tinggi dan rendah di dunia ini Je, hanya ada pekerjaan baik dan buruk lagipula walaupun upah tidak banyak dan kotor. Bekerja di bengkel tidak buruk juga, tidak makan uang rakyat dan memeras buruh."

Autumn In My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang