Autumn In My Heart

XII

[🍁]
Kau tau... sebuah kebetulan bernama takdir ?

....

"Terimakasih karena telah mengembalikan ponselku."

"Ehm."

Canggung.

Jaemin hanya mengangguk, suasana cafe Le petite yang mengusung monochrome sketch tidak sedikitpun mempengaruhi moodnya.

Jeno bersikap sangat formal namun ada sinisme di sana. Ah, Jaemin jadi ingin cepatㅡcepat keluar cafe saja.
Tapi bagaimana.

Aroma espresso langsung menggelitik hidung Jaemin begitu seorang waitres datang. Setelah satu kalimat  terimakasih tadi Jeno bungkam, tatapannya seolah menilai diri Jaemin from hair to the toe. Rasanya Jaemin agak tidak ingat kapan ia mendapat tatapan sesinis itu dari seseorang tapi lihat , Jeno melakukannya.

Jaemin mengalah, ia mencoba memecah rasa canggungnya dengan senyum lebarnya.
"Apa kabar Jeno, sudah lama ya ku kira kau menetap di Kanada."

Kali ini Jaemin berani mengangkat matanya, ikut menilai Jeno. Deskripsi singkatnya wajahnya sama walau lebih dewasa, kepalanya berhias mahkota pirang dan dasi yang dipakainya milik brand terkenal. Karena inilah tadinya Jaemin agak ragu mengenai pria berkelas di hadapannya adalah Jeno yang dulu sekelas dengannya. 

"Seperti yang kau lihat, aku sangat baik."jawab pria itu tenang, datar, lugas.

Berhenti dengan visual, Jaemin meringis karena tidak mendapatkan cela. Ia menepuk dahinya sendiri karena tibaㅡtiba menilai fisik Jeno. Tentu saja, alasannya karena ia ingat nasehat seseorang tentang tidak menilai seseorang dari fisik. Dan cara terbaik untuk mengetahui karakter seseorang salah satunya dengan  komunikasi.

Tunggu, jika Jeno disini maka bisa sajaㅡ

"Bagaimana kabar ibu dan ayah ?" Jaemin menanyakan dua sosok yang hangat itu. Pemilik dari berlimpahㅡlimpah kasih sayang.