Enggannya mencinta 6

21.2K 781 10
                                    

"Ma...ada orang mencari mama tuh!!" seru Intan sambil berlari kecil menuju Anna yang sedang memasak sesuatu untuk sarapan.

"Siapa?" tanya Anna tanpa menoleh kepada Intan yang kini sudah berdiri di sampingnya.

"Aku lupa menanyakan namanya." sahut Intan pelan dengan nada sedikit bersalah.

Anna mematikan kompornya lalu berpaling memandang Intan yang sudah memakai seragam sekolah. Tersenyum, Anna berjongkok menatap wajah Intan yang kini sudah sejajar dengan wajahnya.

"Lain kali tanyakan dulu siapa namanya oke??" ucap Anna dengan lembut. Intan mengangguk. Anna lalu berdiri dan berjalan menuju wastafel lalu mencuci kedua tangannya. "Tamunya laki-laki atau perempuan?" lanjut Anna masih meneruskan mencuci tangannya yang penuh dengan busa sabun.

"Laki-laki. Orangnya tampan dan keren..."jawab Intan sambil mengacungkan jempol tangannya.

Anna menoleh. "Hei...anak kecil tahu apa soal tampan dan keren?" ujar Anna tertawa lalu mengacak-acak rambut Intan. Intan tersenyum lebar.

"Mama masak apa hari ini?" tanya Intan sembari melongokkan wajahnya ke tempat penggorengan. "Nasi goreng keju..."jawabnya sendiri sambil berteriak kegirangan.

Anna mengambil sebuah piring lalu menyendokkan nasi goreng itu di atasnya dan mengangsurkannya kepada Intan.

"Kau sarapan saja dulu ya...mama mau menemui tamu."

Intan mengangguk dengan tetap memandang nasi goreng yang masih mengepulkan asap itu dengan wajah sumringah lalu berjalan ke sebuah meja bundar yang ada di sudut dapur.

Anna melihat jam dinding yang tergantung di atas lemari es. Masih jam 05.30. Tidak biasanya ia menerima tamu sepagi ini apalagi toko belum buka. Apakah Rudi? Anna menebak-nebak. Tapi kalau benar tamu laki-laki itu Rudi, Intan pasti sudah tahu.


Rudi adalah suami Wati dan jika Wati berhalangan datang pasti Rudi yang akan datang kemari memberitahukannya. Dan melihat Intan seperti tak mengenal tamunya itu, dapat dipastikan bahwa laki-laki yang ada di depan itu bukan Rudi.

Anna lalu bergegas melangkahkan kakinya menuju pintu di samping dapur yang tembus ke ruang tengah yang lampunya masih menyala. Ia sengaja membiarkannya lalu terus melangkah menuju ruang tamu. Seorang laki-laki berdiri membelakangi Anna sedang mengamati sebuah foto keluarga berukuran besar yang tergantung di tembok. Foto kedua orang tuanya, dirinya, dan Intan.

Deg!!!! Jantung Anna serasa melompat keluar dari dadanya. Kakinya berhenti dengan tiba-tiba. Hanya dengan melihat punggung laki-laki itu saja sudah membuat Anna gelisah. Refleks Anna membenahi letak rambutnya yang digulung kebelakang dan dijepit seadanya lalu dibiarkannya kini tergerai bebas. Ah, bagaimana dengan wajahku saat ini? Aku kan belum sempat memakai apapun untuk wajahku?batin Anna resah.

"Leo??" Anna menyebut nama laki-laki itu dengan nada gugup.

Laki-laki itu membalikkan tubuhnya lalu tersenyum kepada Anna. Wajah Leo nampak letih. Beberapa bulu halus mulai tumbuh di dagu dan rahangnya yang kokoh. Ingin sekali Anna menyentuh bulu-bulu halus di wajah Leo tapi ia segera menyingkirkan pikirannya yang bodoh itu.

Ah, sudah berapa lama Anna tak bertemu dengan laki-laki itu sejak kejadian di dapur yang lampau. Mungkin sekitar 2 bulan atau mungkin bahkan lebih dari itu. Tapi selama itu pula ia sempat merindukan kehadiran laki-laki itu. Laki-laki yang baru dikenalnya tapi malah meninggalkan jejak di hatinya.

Leo menatap Anna dengan pandangan tajam dan nyaris tak berkedip. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. Terdengar laki-laki itu menghela napas pelan.

Enggannya mencintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang