Enggannya mencinta 13

17.9K 610 18
                                    

Hallo hallo hallo all readers.....

Maaf ya kalo banyak typo di sana-sini, so harap maklum ya...

Sepeti biasa...

Komentnya ?

Votenya ?

Enjoy reading.....

***********************************************************************

Saat Leo akan menjemput Intan, Anna memilih keluar untuk menenangkan diri. Lebih tepatnya ia menghindari bertemu Leo. Ia tadi sudah memberitahu Wati tentang kepergiannya dan tak ingin diganggu siapapun termasuk Leo.

"Yeah, aku tahu An. Tapi kau tidak apa-apa kan?" Nada khawatir nampak jelas dalam suara Wati ketika Anna memberitahukan maksud kepergiannya. "Matamu?" tanyanya sembari menatap mata Anna.

Anna menyentuh matanya yang masih bengkak. Ia mendesah dengan berat lalu membuka tas hitamnya dan mengaduk-aduk isinya mencari sesuatu.

"Untuk sementara aku menggunakan ini." ujar Anna sembari mengenakan kaca mata coklatnya dengan mengedikkan bahunya. Wati hanya bisa mengangkat alis matanya.

"Kemarin Leo kesini dan mau mengajak Intan keluar."

"Aku tahu." Anna menundukkan wajahnya. Rasa sakit itu datang lagi saat ia mendengar nama Leo.

"Dia mencarimu, tapi aku bilang kalau kau baru saja istirahat."

"Terima kasih." ujar Anna lirih.

"Dan kebetulan waktu itu Intan pulang dari sekolah lalu Leo mengajak Intan jalan-jalan hari ini." Wati nampak mendesah.

"Ya, Leo tadi pagi menelponku setelah Intan berangkat sekolah. Aku sudah mengijinkannya." ujar Anna dengan malas.

"Kau harus bicara dengan Leo, Anna. Tanyakan kepadanya. Aku yakin Leo tidak membohongimu soal perasaannya. Dan aku yakin kalau gadis itulah yang mengada-ada." Raut muka Wati penuh dengan amarah. "Gadis sialan itu, benar-benar..."

"Sudahlah Wati, aku tidak mau membicarakan soal ini sekarang. Aku ingin sendiri." 

Membicarakan tentang Leo membuat hati Anna begitu menderita. Dua kali dalam hidupnya ia  dikecewakan oleh laki-laki dengan alasan yang hampir sama. Semuanya karena wanita lain.

Apakah Engkau sedang bercanda padaku, Tuhan?, batin Ana sedih.

Anna menghela napas dalam-dalam, merasakan angin laut yang menerpa tubuhnya. Rambutnya yang panjang berkibar-kibar. Memandangi laut yang biru dan mendengarkan suara ombak yang menderu, membuat pikirannya sedikit relaks, meski ia tak bisa memungkiri pikirannya selalu dipenuhi oleh Leo. Wajahnya yang tampan, senyumnya yang khas, desahan nafasnya saat menyebut namanya, dan segala yang ada dalam diri laki-laki itu. 

Kenapa begitu sulit melupakanmu? Begitu besarkah pengaruhmu pada diriku? Ah, tentu saja. Kaulah yang telah membuat hatiku sakit. Dan aku yang bodoh ini telah menelan mentah-mentah semua kebohonganmu. Andai gadis itu tak datang ke tempatku, mungkin aku takkan pernah tahu topeng yang telah menutup wajah pembohongmu itu, geram Anna dalam hati.

Anna menyandarkan punggungnya di sebuah pohon besar yang ada di pinggir laut. Kakinya yang telanjang merasakan butir-butir pasir berwarna kecoklatan yang terasa hangat terkena paparan sinar matahari.

Tempat yang tepat untuk menenangkan diri, batin Anna.

Hanya ada beberapa orang yang datang ke tempat ini. Tidak begitu ramai seperti waktu liburan tiba. Bahkan Anna kini memandang iri sepasang muda-mudi yang sedang melakukan pemotretan. Sepertinya pemotretan prewedding, dilihat dari pakaian mereka. Si pria mengenakan jas hitam lengkap dan si wanita mengenakan gaun pengantin berwarna putih. Beberapa kali mereka berganti pose seperti yang diarahkan oleh si fotografer.

Enggannya mencintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang