Hai...hai...readers....
Maaf ya kalau untuk chap ini agak lama updatenya karena kesibukanku dan ada masalah teknis dengan servernya. Tapi...terima kasih buat readers yang udah setia nunggu, seperti biasa....jangan lupa ya....
Komennya...
Votednya.....
And enjoy reading.............
****************************************************************
Berkali-kali Anna melihat dirinya di cermin besar yang ada di kamarnya. Melihat sisi tubuh bagian kanan lalu beralih ke sebelah kiri, berputar lagi, serasa ada yang kurang dengan dirinya. Gaun panjang warna merah marun yang dipakainya saat ini sebenarnya sudah pas membalut tubuhnya yang tinggi semampai, tapi berkali-kali Anna merasa memang masih ada yang kurang dengan dirinya.
"Cih! Kau itu sudah kelihatan sempurna, Anna." kata Wati yang duduk di kursi dengan nada iri. "Gaun itu sangat cocok denganmu. Aku yakin Leo pasti setuju dengan pendapatku."
Anna melihat Wati dari balik cermin dengan wajah gelisah. Ia melihat dirinya sekali lagi.
"Aku gugup, Wati." ujar Anna sambil berkali-kali menghela napas.
Wati tertawa terkekeh-terkekeh dan makin kencang ketika melihat mulut Anna yang mengerucut sebal ke arahnya.
"Tidak usah takut. Sedikit banyak aku kenal dengan orang tua Leo. Mereka sangat baik. Sangat, sangat baik malah." hibur Wati.
Anna kembali menghela napas.
"Tetap saja aku merasa takut dan gugup." Anna membalikkan badannya menghadap Wati lalu berjalan menghampirinya. "Peganglah tanganku." Anna mengulurkan tangannya yang lalu disambut Wati.
"Astaga, Anna. Tanganmu dingin." seru Wati yang menggenggam kedua tangan Anna. Wati menggosok-gosok telapak tangan Anna dengan tangannya sendiri berharap tangannya yang hangat mengalir beralih ke tangan Anna yang dingin seperti es.
"Bagaimana ini?" tanya Anna lirih sambil berjongkok di depan Wati.
Wati menatap Anna kasihan. Walau bagaimanapun ini adalah pengalaman pertama bagi Anna. Seperti gadis yang hendak dipertemukan dengan calon mertua, tentu perasaan seperti yang dirasakan Anna juga berlaku bagi gadis-gadis lain. Gugup, takut, dan entah perasaan apalagi yang hinggap dalam dirinya. Dan Wati pun mengakui kalau dirinya juga mengalami hal yang sama saat pertama kali ia dipertemukan dengan calon mertuanya.
Wati masih menggosok-gosok kedua tangan Anna yang berada di atas pangkuannya.
"Berusahalah untuk tenang, Anna. Aku yakin kamu pasti bisa mengatasinya." ujar Wati menatap mata Anna yang memang kentara sekali ada ketakutan dalam sorot matanya.
Anna menundukkan wajahnya dalam-dalam.
"Aku takut mereka akan menolakku setelah tahu siapa diriku sebenarnya."
Suara Anna begitu lirih dan ada kegamangan dalam nadanya. Baru pertama kali ia merasakan kegelisahan seperti ini. Dulu, ketika menikah dengan Sammy, kegelisahan itu tidak ia rasakan sama sekali karena semua serba mendadak. Pertemuannya dengan orang tua Sammy pun hanya sebentar saat mereka mengucapkan ijab qabul. Anna benar-benar tidak peduli dengan tatapan benci dari mamanya Sammy kala itu. Yang ada dalam benaknya hanyalah bahwa Sammy mau bertanggung jawab terhadap anak yang dikandungnya.
Wati melepas genggaman tangannya lalu menangkup wajah Anna untuk memandang dirinya.
"Ya ampun, Anna. Kau jangan berprasangka buruk dulu. Kau harus optimis kalau mereka akan menerimamu dengan lapang dada. Percayalah, mereka bukan orang yang gampang merendahkan orang lain."
KAMU SEDANG MEMBACA
Enggannya mencinta
RomanceTrauma tentang masa lalunya membuat Anna berjanji pada dirinya sendiri untuk melupakan makhluk yang namanya lelaki sampai ia bertemu dengan Leo yang telah memporak-porandakan hidupnya dan cintanya.