Dungeon, Underground
Alice mengerang menahan ngilu di tulang belakangnya. Jatuh dari tempat setinggi itu memang tidak menyenangkan, apalagi ia jatuh dalam keadaan sadar. Beruntung ia mendarat di atas tumpukan jerami bercampur abu, menghindarkannya dari kecelakaan fatal.
Ia pun berdiri dan menepuk-nepuk gaunnya mencoba mengebas debu yang menempel. Lalu ia menerawang ke sekeliling dan menyadari betapa gelapnya ruangan ini. Penerangan satu-satunya adalah cahaya dari atas.
Lalu Alice mulai berjalan memasuki ruangan lebih dalam lagi. Toh, ia tidak bisa keluar dengan jalan yang sama. Tidak ada tali ataupun tangga. Alice melangkah dengan pelan sambil meraba-raba karena penglihatannya tidak jelas. Hal itu juga menyebabkan pendengarannya lebih tajam.
"To..hiks hiks...long"
Alice bisa mendengar suara seseorang menangis sesenggukan sambil meminta tolong. Tapi, suara itu sangat pelan, seperti merintih. Dan berlangsung secara ulang-ulang.
Mau tak mau, Alice mengikuti asal suara itu. Tangannya menyusuri jeruji-jeruji besi, meyakinkannya kalau ia berada di penjara bawah tanah. Apapun yang berada di balik jeruji ini, ia tidak ingin mencari tahu.
Suara itu semakin kuat dan jelas. Berasal dari salah satu jeruji yang dilewati Alice. Di tiang pemisah antar bilik tergantung sebuah obor yang masih menyala. Entah kenapa ini satu-satunya penerang yang tersisa di dalam koridor penjara bawah tanah ini.
Alice memincingkan mata ke arah sumber suara. Seseorang berambut hitam panjang duduk di lantai, membelakanginya. Tubuhnya bergoyang maju mundur. Ia terus membisikan kata minta tolong sambil menangis dengan suara tercekik. Di lantai bilik itu ada sebuah besi panjang.
Alice menggemgam jeruji besi agar semakin jelas lalu orang itu berbalik. Alice terkesiap. Melepaskan pegangannya dan terhuyung mundur sampai menabrak jeruji yang di belakangnya. Ia menahan napasnya, terkejut setengah mati melihat orang itu. Melihat ke arah matanya.
Matanya yang kosong. Secara harafiah.
Tidak ada apapun di tempat kedua matanya seharusnya berada. Cairan merah mengalir keluar sampai ke pipinya sementara ia menangis merintih-rintih. Alice masih mencoba menenangkan diri ketika ia mendengar suara lain dari arah kanannya.
"Hei! Ada orang disitu?"
Alice tidak menjawab melainkan hanya merangkak ke arah suara yang berjarak 2 bilik penjara dari bilik orang tanpa mata tadi. Alice mengintip ke dalam dan menyadari jeruji besi di biliki ini terbuka. Di dalamnya ada seorang pemuda.
Kedua tangannya dirantai ke dinding atas dan tubuhnya kurus kering. Baju putih yang dikenakannya jadi terlihat longgar dan penampilannya tampak kumal. Rambut pirang platinumnya memanjang memenuhi kening dan ekspresinya datar. Mata birunya menatap Alice dengan tatapan aneh.
"Siapa kau?" Tanyanya dengan suara serak.
Alice tidak menjawab.
"Apa kau salah satu dari mereka?" Tanyanya lagi.
Alice masih tidak menjawab. Mengawasi.
"Kau bisu ya?" Gerutu pemuda itu akhirnya.
"Bukan. Aku bukan salah satu dari mereka. Siapapun mereka. Kau tahu?" Jawab Alice akhirnya
"Mereka. Aku menyebutnya para Mary karena nama mereka semua adalah Mary"
"Mereka juga memanggilku Mary"
"Lalu? Apa kau Mary?" Tampang pemuda itu mengernyit, menghakimi.
"Bukan. Aku Alice" jawab Alice sambil bersedekap. Walaupun pemuda ini sedikit menyebalkan, tapi ia adalah yang paling waras sejauh ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
MALICE
Mystery / ThrillerAlice terbangun di sebuah ruangan yang gelap dan asing Begitu ia melangkah Ia mendapati dirinya berada dalam situasi yang sangat berbahaya Dan gila. (❗️Trigger Warning : This story contains violence, cutting, suicide attempt and description that ma...