Awake

1.6K 56 3
                                    

Master Bedroom, 4th Floor

Alice membuka matanya dan mendapati dirinya dikelilingi kegelapan. Ia mengerjap beberapa kali mencoba untuk menyesuaikan pencahayaan di ruangan yang tidak dikenalnya itu. Ia mengambil posisi duduk dan menerawang 360 derajat. Ke kiri, ke kanan, ke belakang, ke depan, ke atas dan ke bawah.

Gelap.

Asing.

Kecuali sebuah garis tipis terang yang membentuk persegi panjang.

Alice menebak kalau itu adalah jalan menuju pintu. Ada apa di baliknya, Alice tidak tahu. Tapi ia ingin mencari tahu. Kakinya menyentuh lantai yang dingin. Ia menyadari pakaiannya yang aneh. Ia memakai gaun panjang dan agak berat. Tapi, tidak ada waktu untuk memikirkan hal itu. Ia hanya ingin pergi dari sini.

Lalu ia mulai melangkah. Mendekati asal cahaya itu. Dugaannya tepat. Di tekannya gagang pintu yang lembap dan mendorongnya. Alice melongokkan kepalanya, mencari tahu dengan hati-hati. Namun, sejauh mata memandang yang dilihatnya adalah sebuah koridor panjang. Sangat panjang.

Alice menghela napas dan memberanikan diri. Ia melangkah maju dan menutup pintu di belakangnya

***

West Corridor, 4th Floor

Alice mengamati lorong panjang di hadapannya. Sepanjang lorong ini tidak ada jendela atau pintu. Hanya sebaris ventilasi yang menjadi sumber udara dan sumber cahaya untuk Alice melangkah. Maka ia pun berjalan.

Langkahnya teratur dan pelan. Ia tidak terburu-buru. Meskipun demikian, jantungnya berdegup kencang. Ia tidak tahu dimana dirinya berada dan harus kemana. Ia ingin mencari jawabannya. Mungkin melalui pintu di ujung koridor yang terbuat dari kayu yang diukir dengan cantik.

Mungkin.

Kaki telanjangnya tidak tahan lagi dengan dinginnya lantai yang menusuk. Beruntung, di sisi kiri koridor, beberapa inchi dari pintu, sepasang sepatu boot hitam dengan sol tebal tertata rapi. Alice langsung menghampirinya dan menyilangkan jarinya. Berharap sepatu itu memiliki ukuran yang sama dengan kakinya.

Betapa terkejutnya Alice ketika ia benar. Sepatu itu seakan-akan dibuat untuknya. Ukurannya sangat pas dan cukup nyaman dipakai. Merasa sudah lebih siap, Alice kembali membuka pintu yang akan membawanya entah kemana.

***

West Wing, 4th Floor.

Ruangan ini sangat luas dan kosong. Ada beberapa perabot kayu yang menghias titik-titik tertentu tapi, bagi Alice tetap terasa kosong.

Dimana penghuninya?

Alice menghampiri jendela yang dihalangi beberapa lembar papan. Ia mencoba menarik papan-papan itu tetapi tidak bergeming. Diintipnya jendela dari sela-sela papan tapi tidak banyak membantunya menebak dimana ia berada sekarang.

Alice terus berjalan. Tidak ada siapa-siapa. Banyak pintu-pintu yang entah menuju kemana dan semuanya terkunci. Alice mulai merasa frustrasi.

Cermin.

Alice memandangi pantulannya. Rambut pirang kuning panjang sampai punggung dan gaun biru muda dan putih dihiasi renda-renda dan pita-pita menutupi kakinya. Alice mengerutkan kening. Ia tidak mengingat pakaian ini. Ia tidak punya pakaian seperti ini.

Apa yang terjadi?

Lalu Alice merasa ada sebuah bayangan lewat di belokan di depannya. Alice menengok. Menunggu bayangan tersebut muncul kembali. Tidak ada apa-apa.

Mungkin cuma perasaanku, pikir Alice.

Ia kembali berjalan dan berhenti. Bayangan itu lewat lagi. Dibelakangnya. Alice sempat menangkap gerakannya dari ekor matanya. Alice berbalik dengan cepat. Hening.

Apa-apaan? Alice menelan ludah dengan gugup.

Ia kembali berjalan. Kali ini lebih cepat. Belokan di depannya, Alice langsung menikung dan menjerit kaget. Sosok seorang wanita berdiri membelakanginya.

Wanita itu memakai gaun yang lebih sederhana dari yang dikenakan Alice. Gaunnya berwarna merah dengan lipatan-lipatan di bagian belakangnya. Sebagai pelengkap, sebuah topi yang serasi dengan dengan gaun itu bertengger di kepalanya, menutupi rambutnya.

Perlahan-lahan, wanita itu berbalik.

Alice bisa melihat matanya yang hitam. Tatapannya kosong. Seperti mayat hidup. Wajahnya sangat pucat dan bibirnya merah merona. Alice juga bisa melihat beberapa helai rambut berwarna cokelat terjuntai di sisi wajah wanita itu. Lalu yang membuat Alice bergidik adalah wanita itu mengembangnyakan senyum. Sangat lebar. Tidak tulus. Seakan-akan kedua sudut bibirnya ditarik secara paksa ke sisi-sisi wajahnya.

Tidak berhenti sampai disitu, ia bersuara. Suara yang bergema di seluruh ruangan. Suara yang dingin dan monoton. Alice terpaku.

"Mary, apa yang kau lakukan disini?"

MALICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang