Cold Blooded

623 40 1
                                    

East Wing, 2nd Floor

"Alice! Alice!! Hey"

Alice tersentak akibat bahunya diguncang-guncang dengan hebat oleh Daniel yang panik.

"Hentikan itu!" Katanya ketus sambil melepaskan pegangan Daniel.

"Kau kenapa? Aku memanggilmu dari tadi namun kau hanya melongo saja" balas Daniel tidak kalah ketus.

"Tadi itu siapa?" Alice melangkah keluar dari tempat persembunyiannya sementara Daniel mundur teratur, membuka jalan untuk gadis itu.

"Wanita tadi? Dia bisa dibilang kaki tangan 'dia'" jawab Daniel.

"Dia?" Alice menaikkan sebelah alisnya.

"Kau tahu.. Yang mengelola tempat ini"

"Maksudmu yang bertanggung jawab atas orang-orang aneh di tempat ini?"

"Ya seperti itu"

"Lalu? Siapa Mary yang Sempurna itu?" Tanya Alice lagi.

Daniel mengedikkan bahu "entahlah. Ayo kita pergi. Diam di satu tempat bukan hal yang baik untuk kita"

Mereka melangkah ke belokan sebelah kanan dan Alice menjerit kecil sementara Daniel menahan napasnya.

Mary berwarna merah itu terkapar di lantai. Kedua matanya terbuka lebar. Mulutnya menganga seakan-akan ingin menjerit tapi tidak ada suara yang keluar. Tangan kanannya terletak di sebelah kepalanya sedangkan tangan kirinya menutupi perutnya yang terbuka lebar. Cairan berwarna merah menggenang dari situ dan isi perutnya hampir terburai keluar.

Alice langsung mengetahui suara aneh yang didengarnya tadi. Suara itu adalah suara tikaman. Wanita menakutkan tadi membunuh si Mary Merah ini.

Alice membungkuk ke arah dinding dan mengeluarkan isi perutnya melalui mulutnya. Cairan kuning kental menetes dari bibirnya.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Daniel yang juga berjuang menahan keinginannya untuk muntah.

"Uhuk! Ohk! Ah! Ya...maaf...aku tidak bisa menahannya lagi" jawab Alice lesu. Disekanya bibirnya yang berliur.

"Well.. Kita harus benar-benar pergi dari sini. Sebelum mereka muncul lagi" kata Daniel.

Alice mengangguk dan mengikuti Daniel dari belakang. Mencoba melupakan mayat di hadapannya walaupun ia tahu itu mustahil.

***

Mereka menelusuri lorong yang remang-remang. Semua indera mereka terpasang sempurna. Gesekan sedikit saja mampu membuat keduanya tersentak dan semakin waspada, seperti seekor tikus yang merangkak naik ke sebuah patung tanpa kepala yang menghiasi sisi kiri lorong tersebut.

Kembali menelusuri sebuah belokan, Daniel menyergap Alice dan menyandarkannya ke dinding. Alice meringis dan Daniel menunjuk alasan ia berbuat demikian. Seorang Mary berwarna hijau tampak berjalan mondar-mandir secara teratur di depan pintu yang menjadi akses mereka keluar dari ruangan ini.

"Bagaimana sekarang?" Bisik Alice.

Daniel mengerutkan kening dan mengusap dagunya yang pucat dan kotor berkali-kali. Ditatapnya Alice yang balas menatapnya sambil mengangkat kedua alisnya, menanti jawaban.

"Pengalih perhatian" jawab Daniel sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal, membiarkan rambut pirangnya berantakan.

"Maksudmu?"

"Kau" Daniel mengancungkan telunjuknya di wajah Alice "Kau pancing dia untuk mengikutimu. Kau bisa kembali ke tempat persembunyian tadi dan mengecohnya. Jangan khawatir, para Mary tidak bisa dibilang pandai"

MALICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang