Delapan | Geng

11 1 0
                                    

Pertunjukan dimulai
Semua menikmati
Meski berakhir sedih
Dan pemain harus mati

Fia duduk menghadap ke jalanan sambil mengetukkan jarinya ke meja. Dia ada di kafe tempat mereka berenam janjian. Fia sengaja datang lebih awal. Tapi sampai pukul sepuluh, belum ada satu temannya yang datang. Fia mendengkus kesal.

Baru saja akan berniat memalingkan muka, Fia melihat Aldi datang. Sejenak dia tersenyum. Melihat Aldi memakirkan motornya dan mulai mencari keberadaannya. Fia melambaikan tangan membuat Aldi menyadari dan tersenyum.

Fia sedikit tersentak saat menyadari mereka seperti kencan karena hanya berdua saja dan suasana sekitar memang seperti itu. Lihatlah, hampir semua meja di sini diisi pasangan remaja yang sedang makan dengan pasangannya! Mukanya memerah tanpa sebab.

"Hei!" sapa Aldi riang. Keduanya tidak tahu kalau mereka saling berusaha menahan debaran jantung yang menggila.

"Bagus! Gak telat. Duduk dulu. Pesen juga gapapa, bayar sendiri," ucap Fia berusaha sebiasa mungkin.

"Padahal baru jam 10," ujar Aldi tiba-tiba.

Fia menautkan alisnya kebingungan.

"Iya, masih jam 10 belum panas tapi kok mukamu udah merah? Kan ga mungkin kita kepanasan?" tanya Aldi membuat muka Fia semakin merah.

"Masa sih mukaku merah? Aku ke toilet dulu deh," pamit Fia meninggalkan Aldi yang terkekeh.

Lima menit kemudian, masih belum ada yang datang. Fia mengeluh saat kembali dari toilet dan hanya menemukan Aldi. Jantungnya tidak bisa dikompromi sejak pertama kali melihat Aldi datang dengan pakaian santai, kaos polos hitam dan celana jeans panjang lengkap dengan sepatu. Entahlah, Fia merasa Aldi mempesona atau mungkin minus matanya bertambah?

Fia duduk kembali dengan canggung.

"Lama amat, kamu tidur di wc?" Pertanyaan Aldi membuat Fia melotot.

"Perasaan aku cuma sebentar doang deh, ngantri dikit doang," jawab Fia.

"Oh sebentar ya? Tapi rasanya udah kangen," kata Aldi dan lagi-lagi membuat rona merah menjalar di wajah Fia.

Aldi tertawa cukup keras. Mengundang perhatian beberapa pengunjung wanita. Mereka menatap Aldi memuja yang dibalas tatapan sinis Fia.

"Jangan ketawa gitu," ucap Fia pelan ke Aldi.

"Kenapa?"

"Banyan mbak-mbak yang ngeliatin, kayak mau makan kamu hidup-hidup."

Dan tawa Aldi justru semakin pecah, membuat Fia memajukan bibirnya kesal.

"Biarin aja lagi, Fi, mereka kan punya mata, wajar dong ngeliatin, kecuali kamu cemburu," ujar Aldi sambil menaik-turunkan alisnya.

Membuat Fia yang sedang meneguk minumannya tersedak.

"Enak aja!" Hanya itu bantahan yang bisa Fia katakan. Kata-kata Aldi membuatnya semakin berdebar dan salah tingkah. Fia rasa sekarang merah itu sudah menjalar hingga ke telinganya.

"Aduh, lucu banget sih kalau lagi salah tingkah," goda Aldi lagi sambil mengacak rambut Fia.

"Ih, Aldi! Jangan diberantakin!" protes Fia, wajahnya menggelembung sebal.

FEELINGSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang