Sepuluh | Mendaftar Luka

7 1 0
                                    

Saat aku berhenti
Bukan berarti aku sudah tidak mencintai
Semua luka akan tetap abadi
Bahkan meski kisah ini sudah lama berakhir

Tahun kedua di SMA Jaya sudah dimulai. Hari pertama seperti adat dan kebiasaan mereka mengadakan masa pengenalan. Fia dan Nara memperhatikan dari kejauhan kumpulan para siswa baru.

"Imut-imut banget sih mereka," kata Nara gemas.

"Apa imutnya?" tanya Fia.

"Pendek-pendek," jawab Nara enteng lalu tertawa.

"Hew, inget ya yang hari pertama ditabrak sampe hampir ngelabrak gara-gara pendek," sindir Fia.

Nara kembali tertawa kemudian fokus lagi ke arah lapangan.

"Hmm, pantes, tadi aku ajak nonton ga mau sekarang malah ga mau turun, ternyata Rifky panitianya ya?" goda Nara.

"Apa sih, enggak!" elak Fia.

"Oh, engga, jadi sekarang udah sepenuhnya beralih ke Aldi?"

"Ish! Enggak juga kali."

"Jadi, gimana, Fi?" tanya Nara, kali ini dengan raut wajah yang serius.

Fia menghela napas samar sebelum menjawab.

"Aku berhenti menunggu. Meski rasa kagum ga akan habis. Tapi aku yakin udah bisa netralin itu semua. Dan buat Aldi, aku ga tau, yang jelas aku juga bingung. Tapi ga terlalu mikirin, kelas sebelas ini banyak agenda penting," jelas Fia.

"Yah, yang penting jangan main-main aja, Fi."

Fia mengangguk. Lalu keduanya diam.

"Apa sih yang bikin kamu sebegitu jatuhnya sama Rifky?" tanya Nara pelan agar tidak terdengar orang lain.

Fia terdiam. Dia mengerti maksud pertanyaan Nara. Dia berusaha mencari hal sederhana yang membuat dia jatuh pada temannya itu.

"Mata elangnya," jawab Fia kemudian, mantap.

Nara menautkan alisnya, bertanya lewat raut wajah.

"Aku sudah matanya. Tajam. Hitam jernih. Mungkin emang ngga mirip elang. Tapi aku liat sorot menenangkan di sana. Sorot tulus menawarkan ketenangan. Kalau kamu perhatikan lebih detail, sorotnya saat marah seperti akan mampu menghancurkan musuhnya, dengan rahang tegasnya, dengan mudah dia punya image buruk. Tapi liat sorotnya saat dia senyum. Itu indah. Penuh binar. Binar yang menawan." Fia menjelaskan itu sambil menatap Rifky di lapangan. Nada kagum tidak bisa tersembunyi di sana.

"Kalau gitu, bukannya itu artinya dia bertolak belakang banget ya sama Aldi?"

"Iya, kamu bener. Mereka beda. Entahlah, aku juga nggak ngerti banget."

"Dan kamu tau kan, masalah apa aja yang udah tersedia kalau kamu sama Aldi?" tanya Nara lagi.

"Iya, aku tahu. Kalau kami bersama, kami seolah melawan dunia. Di usia semuda ini, aku harap itu belum terlalu penting."

"Iya, tapi kamu tau juga kan posisi Aldi di sini?"

"Ya, aku juga tau kok. Amat tahu dan sadar. Mereka berdua sama populernya dengan image-nya masing-masing. Sama-sama punya fans. Aku juga tau," lirih Fia.

FEELINGSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang