Tujuh Belas | Masalah Pertama

22 1 0
                                    

Katamu, akan kamu hadapi
Nyatanya kamu lari
Bilang terlalu menyakiti
Hingga akhirnya aku hancur sendiri

Senin paginya, Fia masuk dengan perasaan berdebar. Sabtu-Minggu kemarin Fia merutuki keberaniannya mengungkapkan perasaan pada Aldi -meski setelahnya ia lari.

Fia bahkan sekarang berangkat paling pagi agar bisa menghindari Aldi. Dan benar, di kelas masih kosong. Fia mengembuskan napas lega. Karena melihat kondisi kelas yang memprihatinkan, Fia melakukan piket meski bukan jadwalnya.

"Ckckck! Ini kelas penghuninya manusia apa bukan, sih? Banyak amat sampahnya," keluh Fia sambil berjongkok di depan laci meja.

Karena asyik menyapu dan mengatur letak meja, Fia tak sadar kalau Aldi sudah datang. Dia melangkah perlahan kemudian duduk di tempat duduk Fia sambil memperhatikan Fia yang sedang menyapu sambil mengeluh itu.

"Ya ampun! Siapa sih yang duduk di sini? Kotornya! Dia ke sekolah mau bikin sarang kecoak apa gimana?" gerutu Fia sebal.

Aldi di belakang berusaha menahan tawa melihatnya. Dia lalu bangkit dan melangkah mendekat ke Fia. Hingga saat Aldi hampir mengejutkan Fia, Fia justru balik badan terlebih dahulu. Membuat keduanya terkejut.

"Astagfirullahaladzim!"

"Astaga!"

Sejenak, keduanya tertampar kenyataan. Fia mengangkat sapu yang ia pegang dan memukulkan pelan ujungnya ke lengan Aldi. Berusaha mengabaikan atmosfer yang berubah karena ucapan kaget mereka.

"Kenapa bikin kaget sih?"

"Dih, emang situ doang yang kaget?" cibir Aldi.

Fia mendengkus kemudian melanjutkan menyapu sebelum akhirnya menoleh cepat ke arah Aldi dengan tatapan horor.

"Jangan bilang kamu udah dateng dari tadi!" kata Fia was-was.

"Emang dari tadi," jawab Aldi santai.

"Hah? Sejak kapan? Kok ga tau? Kok ga bersuara?" tanya Fia.

"Sejak kamu nyapu sambil ngomel sendiri mungkin," ucap Aldi ringan.

Rasa malu kembali mendera Fia. Apalagi sesaat kemudian Aldi berbisik lirih di telinganya.

"Makasih buat kalimat kemarin," bisik Aldi.

"Aaahhh!" teriak Fia tiba-tiba.

"Eh kenapa?"

"Aku malu! Kirain kamu ga bakal denger. Kan aku bilangnya lirih sambil lari juga," jawab Fia sambil menutup wajahnya.

Aldi tertawa.

"Hei, kenapa malu coba?"

"Ah kamu mah nggak ngerti," kata Fia. Suaranya teredam oleh telapak tangan yang menutupi wajahnya.

Aldi menarik tangan itu dan menemukan wajah memerah Fia.

"Udah, ah, ini di kelas. Jangan gemesin gitu, aku cium lho!" ancam Aldi membuat Fia melotot.

"Lanjutin nyapunya, sebentar lagi pada dateng," kata Aldi lalu mengacak rambut Fia sekilas dan menghilang di balik pintu.

Tidak ada yang tahu, setelah tidak berada dalam satu ruangan, keduanya sama-sama tersenyum lebar dan berusaha mengendalikan debaran jantung yang menggila.

Keduanya nyata merasakan perasaan itu. Senyata perbedaan yang menghalangi mereka. Keduanya sadar merasakan perasaan itu. Sesadar luka yang akan ditoreh pada akhirnya nanti jika mereka kalah.

FEELINGSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang