Delapan Belas | Second Date

23 1 0
                                    

Datanglah padaku
Ceritakan masalahmu
Akan aku dengarkan selalu
Dan aku akan mendekapmu
Berbisik bahwa semua akan berlalu
Tapi aku lupa, ternyata kau tak pernah percaya aku

Hingga dua minggu kemudian hubungan mereka sedikit renggang. Keduanya memang masih sering berbalas pesan, masih mengerjakan pr bersama, masih belajar bersama untuk ujian akhir semester gasal. Bahkan masih tertawa bersama.

Namun Aldi juga tahu, Fia menghindarinya. Fia berhenti cerita soal masalahnya juga. Kadang Aldi menemukan Fia melamun saat mengerjakan soal matematika, padahal itu pelajaran favoritnya. Aldi juga merasakan saat Fia tertawa, tawa itu tak pernah selaras dengan sendu di matanya. Dan Aldi juga memperhatikan tentang lingkar mata Fia yang menghitam.

Aldi tersadar, bahwa jatuh cinta terlalu dalam juga bisa berakhir luka yang tak kunjung sembuh. Yang bahkan sang waktu tidak bisa menyembuhkan itu.

Dan sekarang, mereka yang dipilih oleh semesta. Entah hancur atau apa nantinya. Mereka harus siap. Tanpa bisa menyalahkan orang lain.

"Mau jalan minggu ini?" tanya Aldi akhirnya saat mereka duduk bersebelahan di kelas.

"Please, kita perlu ngomong, Fi. Jangan menunda masalah," kata Aldi.

Fia akhirnya mengangguk.

"Sama seperti kemarin, jam 11, di taman yang dekat masjid. Biar aku datang sendiri."

Dan Aldi hanya mengangguk.

⏳⌛

H

ari minggu itu akhirnya datang. Fia berangkat tepat waktu seperti biasanya. Dia memilih naik angkutan umum karena tahu jarak rumah Aldi lebih jauh ke taman itu. Biar Aldi tidak lelah.

Sesampainya di sana, Aldi belum datang. Fia duduk di salah satu bangku dan memutuskan menunggu tanpa mengabari.

Tak lama, Aldi datang dengan kantong kresek berlogo sebuah minimarket di tangannya.

"Ini, makan dulu, biar dingin," kata Aldi sambil menyodorkan es krim kesukaan Fia.

Fia hanya diam. Aldi mengembuskan napas pelan. Membuka bungkusan itu dan menyuapkannya pada Fia. Fia tertegun sejenak. Aldi mengangguk dan Fia memakan es krim itu.

Begitu terus, hingga suapan kelima, Fia terisak. Air mata jatuh menderas di pipinya. Aldi meletakkan es krim. Berdiri di depan Fia dan menutupi Fia dari pandangan orang lain.

Dan Fia membenamkan kepalanya di perut Aldi. Di sana ia terisak. Sedangkan Aldi mengelus kepalanya pelan.

"Sshh jangan nangis, maaf ya, maafin aku," kata Aldi.

Fia menggeleng. Berusaha menghentikan tangisnya.

"Aku juga minta maaf karena lari. Maaf karena menghindar. Maaf," ucap Fia tergugu.

"Gapapa, sayang, aku tahu, posisi kita sama-sama sulitnya," kata Aldi.

Fia tersenyum dan menghapus air matanya.

"Nah, jangan nangis lagi. Kalau nangis kamu cantik, ntar aku makin suka," kata Aldi membuat Fia tertawa.

"Nih, habisin dulu es krimnya," kata Aldi.

FEELINGSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang