Duapuluh | Kita Selesai

9 1 0
                                    

Terima kasih untuk pernah ada
Terima kasih mengajarkan banyak hal
Sungguh meski harus hancur
Itu semua berharga

Enam bulan kemudian ....

Fia tidak mengerti bahwa kadang patah hati bisa membunuh seperti ini. Bagaimana ia bisa sekarat karena rindunya dan bagaimana ia bisa gila karena pupusnya harapan.

Awalnya Fia yakin, ia hanya sedih, sebentar pasti waktu akan menghapusnya. Namun ternyata tidak, dia kecewa. Sempurna kecewa.

Kenapa? Karena dua minggu setelah itu, Aldi mengaku kalau dia dekat dengan salah satu teman organisasinya. Itu artinya mereka bukan orang yang berbeda. Dua minggu. Fia seperti mimpi mendengar pengakuan itu.

Bukankah Aldi yang meminta agar Fia tetap di sini? Bukankah Aldi yang meminta agar semua masih sama? Aldi yang meminta, bukan Fia yang mengemis, tapi apa? Semuanya ingkar.

Ditambah lagi, sikap tidak ramah perempuan itu pada Fia. Juga perubahan drastis Aldi. Fia masih ingat terakhir ia berkirim pesan pada Aldi. Hanya sebentar dan itu penyebab kecewanya.

Fia
Hai, sedang apa?

Tanya Fia seolah memang tak ada apa-apa diantara mereka.

Aldi
Ga lg apa2

Fia terkejut untuk balasan super singkat dan dengan singkatan itu.

Fia
Udah makan? Ini jam makan malam

Aldi
Dh

Fia
Kamu marah sama aku?

Aldi
Ga

Fia
So?

Aldi
Dia marah. Aku cuma lagi perasaannya.

Dan balasan itu membuat Fia mematung. Maka, setelah balasan itu datang, Fia menutup ruang obrolannya dengan Aldi dan terdiam.

Esoknya, saat di sekolah. Fia masih diam. Nara dan Ira yang tahu apa masalahnya juga diam, tidak mau berkomentar. Membantu menyembuhkan tanpa campur tangan. Itulah seharusnya.

Saat akan keluar kelas, Fia hampir saja menabrak Aldi. Dan saat itulah, saat iris mereka bertemu, Aldi tahu betapa kacaunya Fia saat ini. Sejenak tatapannya menyendu dan akan bertanya, namun Fia lebih dulu menerobos pergi.

Dan Aldi tersentak oleh penolakan pertama itu. Sadar bahwa ia telah melukai perempuannya sangat dalam.

Aldi menunggu di kelas sampai Fia kembali entah dari mana. Meminta izin pada Nara agar duduk di sebelah Fia sebentar. Meski susah, akhirnya Nara mengizinkan. Di bawah tatapan galak Nara, Aldi mendekat. Dan spontan, Fia menjauh. Itu menyakitkan.

Untungnya bagi Aldi, bangku Fia ada di pojok, sehingga ia tidak bisa lari.

"Are you OK?" tanya Aldi pelan.

"Bukan urusanmu!" jawab Fia, nadanya tajam, tanpa menoleh.

"Fi," lirih Aldi.

"Aku mau dengerin lagu, aku ga bakal denger kamu ngomong, jadi, silakan pergi," ucap Fia tegas lalu mulai mengambil earphone.

FEELINGSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang