Jangan kira penduduk korea hanya sedikit. Itu salah besar, penduduk korea sangat padat. Terutama Korea selatan dimana aku tinggal. Kalian tentu sudah paham bahwa aku pendesain tapi dengan modalku sendiri. Orangtuaku memang cukup terpandang. Makanya mereka kadang memaksaku untuk meneruskan pendidikan. Aku tidak berminat, aku lebih berminat menggambar. Rumahku bertempat di Seoul tepatnya di titik kemacetan tengah Kota Seoul. Desain rumahku bergaya america classic. Semua cat nya serba putih. Jika putih selalu mudah kotor. Sama juga dengan pikiran bersih yang kadang mudah dikotori dengan pikiran buruk.
Rumahku tidak bertingkat, namun luas tanahnya mampu sejejer dengan luas lapangan bola. Kalian tidak akan menyangka jika rumah sebesar ini hanya ditempati oleh 5 orang. Yaitu aku, eomma, appa dan satu pembantu lalu satu supir.
Dan setiap paginya saat aku bangun, eomma dan appa sudah pergi bekerja. Aku hanya ditemani bibi pembantu.
"Hallo bi? Eomma appa sudah pergi?" Tanyaku lewat telpon. Biasanya kan orang meneriakki. Terbayang saja jika aku berteriak sekeras kerasnya pun tidak akan terdengar. Jarak antar kamarku dengan bibi mungkin mencapai 2km.
"Iya non, tuan dan nyonya pergi pukul 6 pagi." Jawab lembut bibi.
"Perasaan saya bangun pagi bii.. Memang sekarang jam berapa?" Tanyaku masih mengacak-acak rambut.
"Sekarang pukul 10 non"
"Mwo? Sungguh bii, jam 10?"
"Benar non.. Coba buka jendela kamar non.."
"Baiklah, gomawo bii" Sumringahku yang asalnya terkejut. Lalu dengan seribu langkah aku berlari kearah jendela besar. Menyeret gorden tebal berwarna cream lembut. Benar saja matahari sangat terang tepat dihadapanku.
Aku mendesah "Gagal lagi mendapat embun pagi ishhh"
*****
"Jadi?" Tanya pria bersuara khas.
"Aku ingin membatalkan project 23 milyar ini, Mr.Byun.. Maaf" Ragu kakek dari sebrang telpon.
"Hm baiklah" Santai Mr.Byun
Setelah menutup telponnya. Mr.Byun seakan melotot tajam kearah hasil gambarannya. Gambaran rumah megah senilai 23 milyar, dan orang yang meminta project itu sendiri dengan mudah membatalkannya. Tentu saja ia marah, karna waktu yang dibutuhkan untuk menggambar hasil itu memakan waktu 3 bulan. Mr.Byun tidak main-main dengan gambarannya. Ia menjadikan gambarannya itu sebagai objek menata masa depan. Prinsipnya sedari dulu adalah menggambar untuk masa depan. Tanpa menggambar tidak akan ada masa depan.
Meskipun kini kekayaan Mr.Byun diatas kekayaan presiden. Tetap saja ia merasa tidak puas sebelum mimpinya terwujud.
Mimpinya bukanlah tentang uang.
Tapi tentang wanita.
*****
Cafe 98 Mansion
"Sial.. Aku terlambat lagi" Ucapku terengah-engah.
Lalu aku masuk ke dalam cafe tanpa aba-aba rasa takut. Mimikku tersenyum seakan tidak ada rasa malu karna terlambat.
"Suzy..!" Bentak sang manajer.
"Iya..?" Nadaku menciut. Menoleh kearah belakang dan benar saja manajerku sedang menatap lekat kearahku dan tangannya memegang pisau dapur yang sangat runcing. Lidahku kelu, bahkan ludahku sangat sulit untuk kutelan.
"Kau terlambat lagi?" Ketusnya.
"Hehe.. Iya manajer, maaf aku tidak akan mengulanginya" Bungkukku hormat.
Dia mendesah geram "Setiap hari saya mendengar kalimat itu terus menerus. Kau pikir telinga ini dibuat untuk menerima asupan maafmu?" Nada manajer berubah menjadi lucu.
Aku mengedipkan mata kearah manajer "Hari ini pak manajer terlihat super kerenn.. Saya bolehkan ganti baju dan langsung bekerja hm hm..?" Ucapku dengan nada imut.
"Untung saja kau cantik, jadi saya persilahkan. Tapi ini untuk terakhir kalinya. Jika besok terulang, kau harus ikut kemanapun saya pergi. Mengerti..!" Tegasnya.
"Siap manajer, saya akan bekerja keras.. Selamat siang..!" Semangatku menyeru lalu bergegas kearah tempat loker pekerja.
Iya inilah aku yang bekerja part time di cafe 98. Tentu saja gajiku tidak sebanding dengan uang sakuku. Hanya saja aku ingin berusaha mendapat uang sendiri walau sedikit tapi bermanfaat. Bermanfaat untuk peralatanku menggambar.
Terkadang disela melayani pelanggan, aku menyisihkan waktu untuk menggambar. Menggambar apapun yang tersirat dalam benakku. Banyak pria tampan yang datang tapi tidak ada yang menarik perhatianku.
Kecuali pria yang baru saja masuk.
Pria bertubuh tegap dengan rambut blonde keabuan. Memakai sweater hoodie warna abu senada dengan rambutnya. Dan ia sangat menarik perhatianku.
Dengan segera aku menghampirinya dan memberi deretan menu yang tersedia di cafe. Ia menatapku datar lalu memesan cofee americano tanpa es. Dia ingin memesan minuman hangat dimusim dingin ini.
Senyumku keluar begitu saja menatap wajah rupawannya.
"Sebentar" Ucap sang pria menghentikan jalanku.
"Iya?" Jawabku malu-malu.
"Kau meninggalkannya" Tunjuk matanya kearah buku desainku.
"Ah.." Karna terlalu gugup aku menjatuhkan sebagian gambarku tepat diatas sepatunya yang mengkilap "Maaf Tuan, aku membuatmu tidak nyaman.. Tunggu sebentar akan kubereskan" Aku mengambil gambarku yang berserakan.
Dia begitu hening dan tidak bergerak sedikitpun.
Sebenarnya dia siapa, apa dia hantu disiang bolong-batinku
"Permisi, nona?" Tanyanya.
"Iya Tuan?" Jawabku mendongak keatas, karna tak tau dia menunduk. Kepala kami bertabrakan hingga mencuat suara dugg.
"Ah maaf Tuan.. Maaf sekali lagi" Sudah tak tahan, aku benar-benar malu dan pada detik itu juga aku kembali membelok menjauhi pria itu.
Banyak orang di cafe melirikku dengan tatapan aneh. Mungkin orang akan berpikir aku orang yang sangat ceroboh. Iya memang begitulah adanya.
Dan melewati waktu beberapa jam, kerjaku hampir selesai.
Manajer mengahampiri pekerjanya satu persatu. Kemudian ia berhenti di depanku. Menghadapku "Suzy.. Saya yakin diluar sana ada pekerjaan lain yang lebih cocok daripada disini. Maaf, saya ingin kamu berhenti bekerja" Tutur katanya penuh dengan rasa kecewa.
"Hm tak apa aku sudah menduganya" Ucapku biasa saja.
"Permisi" Kata terakhirku sebelum beranjak pergi.
*****
Mungkin waktu kini sudah menuju pukul 10. Dan aku masih berkeliaran dijalanan. Sendirian di jalan yang sepi. Tidak ada yang kutakutkan, aku hanya perlu suasana hening seperti ini. Agar otakku mampu berpikir jernit memikirkan bagaimana kedepannya. Dan aku berpikir kembali.
"Gara-gara pria tadi, aku mendapat banyak kesialan hari ini. Ah menyebalkan..!" Gerutuku menendang kaleng soda yang kosong dan tanpa sengaja aku mendaratkannya di kerumunan pria bertato bertubuh besar. "Oh tidakk.. Bagaimana..." Gumamku takut. Pria-pria itu mendekatiku dengan mata keranjang.
Mereka tertawa seakan mendapat makanan lezat dihadapannya.
Semakin mendekat dan jantungku berdegup sangat kencang. Aku menutup mata, berjongkok menangis kencang, meneriaki eomma dan appa.
"Gadis manis.. Ayo sini.. Datang kepadaku.. Ayo kita bermain.. Gadis manis.. Sayang" Rayunya menarikku ke dalam pelukannya. Para pria ini merusak bajuku, mereka hampir saja memegang tubuhku sebelum akhirnya seorang pria yang tak asing datang untuk menolongku.
Dia mantan manajerku.
.
.
.
.
.
Hayo gimana nih sama ceritanya? Suka ga? Kalau suka vote ya:) kalau bisa komen sih biar rame hihi
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Byun And Mr. Gay
FanfictionRekan kerja berubah menjadi rekan dalam rumah tangga. Mr Byun terkenal dengan namanya seorang arsitek. Ia begitu misterius hingga kehidupan pribadinya tidak ada yang tahu. Yang dunia tau dia adalah seorang gay. Atau penyuka sesama jenis. Dan gadis d...