Part 8. Takdir yang Sebenarnya

707 76 7
                                    


"Kau berniat kabur dariku?"

Suara serak dan berat terdengar di telinga Kanna saat dia masuk ke sebuah taman yang penuh bunga Mensori.

Bola mata emas yang memukau itu menatapnya tajam. Bibir Kanna kelu seakan tak bisa menjawab pertanyaannya.
"Yang Mulia...hamba tak berniat seperti itu."

"Tapi kau sudah melakukannya, Kanna! Diam-diam kau kabur..."

"Hamba telah meminta izin pada Tuan Zeon, beliau..."

"Aku lah penguasa di sini, Kanna! Bukan dia, jadi...jika kau ingin meninggalkan istanaku, kau harus mendapatkan izinku," sentak Zarkan Tar.

"Dan aku tak akan pernah mengizinkan hal itu," tambahnya dalam hati.

Kanna menundukkan kepalanya merasa bingung. Di hadapan Zarkan Tar, ia tak bisa melawan sama sekali. Hatinya yang telah membulatkan tekad ingin pergi dari istana ini juga kembali mencair.

"Lalu bisakah saya kembali ke desa saya, Yang Mulia?"

"Dan kau akan menghadapi para pembunuh itu sendiri? Apa kau yakin?" Zarkan Tar mendekati Kanna. Kanna terdiam mencerna ucapan pria di depannya.

"Tetaplah di sini, Kanna." Suara serak itu seakan berbisik menghipnotis Kanna. Mata mereka beradu pandang. Denyut mengasyikan itu kembali dalam diri Kanna.

"Sampai kau cukup kuat untuk menghadapi kenyataan sebenarnya, tetaplah di istana ini." bujuk suara serak yang halus itu kembali. Begitu halus hingga Kanna terbuai.

Tak sadar bahwa kepala Kanna telah mengangguk setuju. Hal yang menerbitkan garis senyum tipis tetapi manis dari sudut bibir Sang Mahadiraja.

Kelinci putih telah masuk dalam perangkapnya.

***

Sautesh menatap kabut putih yang menampakkan adegan Zarkan Tar dan Kanna di depannya. Bibir pria itu tersenyum sinis.

Ruangan gelap membuat sisi wajahnya tersamarkan. Ketika wajah itu beralih dapat terlihat wajah sisi kirinya dipenuhi bekas luka bakar yang merambat sampai ke hidung bengkoknya. Begitu mengerikan bagi siapapun yang melihat.

Luka yang ia dapat 300 tahun yang lalu.

Sautesh dulu adalah Dewa yang paling tampan di antara semua dewa. Ia ditugaskan oleh Sang alam sebagai dewa takdir buruk bagi kehidupan seluruh manusia. Pekerjaannya saling bertolak belakang dengan dewa takdir baik, Rauma, saudara kembarnya.

Meski terlihat buruk, Sautesh di anugerahi wajah paling tampan di antara semua dewa. Ia bahkan sering membuat para dewi patah hati dengan perlakuannya yang suka bergonta-ganti pasangan. Tak jarang Sautesh menjelma sebagai manusia biasa di dunia Gartan. Mengikuti hobinya ia juga sering menggoda para manusia berjenis kelamin wanita.

Hingga suatu hari, sebuah cerita tentang pertemuannya dengan seorang wanita yang mengubah dirinya. Seorang wanita manusia, dapat memporak porandakan hidupnya.

Dia adalah Norva. Wanita klan penyihir putih yang sangat mempesona. Sautesh sangat ingin memilikinya. Pernikahan antara dewa dan manusia adalah hal biasa jika itu sudah dikehendaki dewa tertentu. Dan ia berniat menikahi wanita itu.

Akan tetapi, tugas-tugas dari sang Alam semesta membuatnya sibuk di atas langit dan lama tak menemui Norva. Meski begitu, dari atas langit, ia selalu memantau perkembangan kehidupan Norva. Cermin kabutnya merupakan penghubung jarak antara ia dan wanita yang ia cintai. Setiap selesai melakukan tugasnya ia selalu berlama-lama di depan cermin tersebut untuk memandangi seluruh kegiatan Norva. Tak ada yang aneh, Sautesh pun tenang.

THE DESTINY (TAKDIR)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang